Suasana perayaan tahun baru di Taiwan meriah. Namun, terdapat banyak ketidakpastian menjelang pemilu yang akan menentukan masa depan pulau berpemerintahan sendiri ini.
Dalam pidato tahun baru, Presiden Tsai Ing-wen menyerukan Taiwan agar menjaga perdamaian dan demokrasi.
“Kami juga berharap kedua pihak akan bersama-sama mencari cara hidup berdampingan secara damai dan stabil dalam jangka panjang berdasar perdamaian, kesetaraan, demokrasi dan dialog,” harapnya.
Di Beijing, visi berbeda disampaikan Presiden Xi Jinping. Ia memperbarui ancaman China untuk mengambil alih Taiwan.
“China pasti akan bersatu kembali, dan semua orang Tionghoa di kedua sisi Selat Taiwan seharusnya terikat oleh tujuan yang sama dan turut serta dalam kejayaan kebangkitan bangsa Tionghoa,” tegas Xi.
Di jalan-jalan Taipei, hampir tidak ada orang yang tertarik pada apa yang diusulkan Xi.
Seorang penduduk, Wu Kuan, menyampaikan, “Saya tidak ingin menjadi bagian dari China. Saya menganggap diri saya sebagai orang Taiwan. Saya bukan orang Tionghoa.”
Penduduk lain, Sean Chen menyampaikan hal serupa. “Bagi saya, Taiwan adalah Taiwan, China adalah China. Jauh berbeda.”
Pernyataan Sean dipertegas penduduk lain, Wilbur Su. “Menurut saya, China adalah China, dan Taiwan adalah Taiwan. Saya merasa saat ini keadaannya baik. Kita tidak perlu melakukan perubahan apa pun.”
Minggu depan, Taiwan mengadakan pemilihan umum. Kandidat dari partai yang berkuasa unggul tipis atas rival oposisinya. Pihak oposisi secara tradisional mendukung hubungan yang lebih erat dengan Beijing. Namun sikap itu semakin sulit dipertahankan sementara China meningkatkan ancaman militernya terhadap Taiwan.
Dalam beberapa bulan ini, pesawat-pesawat dan kapal-kapal militer China semakin mendekat ke Taiwan, pengingat adanya bahaya yang mungkin segera terjadi. [ka/uh]
Your browser doesn’t support HTML5