Sampah Masih Jadi 'Predator' Biota Laut

Nelayan Indonesia mendorong perahunya di antara sampah plastik yang memenuhi pantai Sukaraja di Bandar Lampung, 8 September 2019. (Photo by PERDIANSYAH / AFP)

Sampah bukan hanya mencemari lingkungan hidup namun juga mengancam keberlangsungan hidup tanaman dan satwa. Menurut sejumlah pakar lingkungan, sampah bahkan bisa menjadi 'predator' biota laut.

Sampah masih menjadi ancaman serius bagi biota laut hingga saat ini. Biota laut bahkan lebih terdampak buruk sampah dibanding satwa darat. Ketua Protection of Forest and Fauna (ProFauna) Indonesia, Rosek Nursahid membeberkan fakta yang ditemui tentang satwa laut yang menjadi korban sampah.

"Jadi kami di beberapa daerah seperti Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur, pernah menemukan penyu yang mati setelah diautopsi ternyata di dalam tubuhnya banyak sampah plastik," kata Rosek saat dihubungi VOA, Senin (8/6) malam.

Lanjut Rosek, bukan tanpa sebab penyu memakan sampah di lautan. Sampah kerap dianggap penyu ubur-ubur, salah satu makanannya. Dengan kata lain, lambat laun sampah-sampah yang mencemari lautan bakal menjadi masalah besar dan membunuh penyu-penyu yang ada. "Itu salah satu contoh korban sampah yang nyata adalah satwa penyu," sebutnya.

Bangkai penyu yang ditemukan di pesisir pantai Bengkulu, Selasa 3 Desember 2019. (Courtesy: BKSDA Bengkulu).

Satwa lain yang terdampak sampah adalah mamalia laut seperti paus. Keberadaan sampah di laut akan memengaruhi kehadiran hewan laut kecil seperti plankton yang merupakan makanan paus. Berkurangnya plankton yang menjadi makanan paus itu akan memengaruhi keberlangsungan hidup mamalia tersebut.

Tidak sampai di situ, sampah juga mempengaruhi perkembangan terumbu karang. Sampah di lautan mampu menghalangi sinar matahari masuk ke dalam lautan karena terumbu karang membutuhkan cahaya untuk berfotosintesis. Dengan kata lain, kehadiran sampah bisa mengganggu perkembangan biota laut.

"Ketika terumbu karang terpengaruh otomatis akan berdampak terhadap perkembangan ikan-ikan terumbu. Nah, ikan-ikan terumbu yang terdampak akan berpengaruh terhadap ikan besar. Artinya itu akan juga berpengaruh terhadap tangkapan para nelayan," jelas Rosek.

Seorang penyelam saat melihat kondisi bawah laut di perairan Pulau Weh. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)

Masih kata Rosek, ancaman terhadap biota laut akan semakin serius lantaran tidak adanya cara sistematis dari pemerintah untuk menangani sampah. "Kita lihat budaya nyampah masih terjadi. Kami sangat khawatir dengan kondisi laut Indonesia dengan adanya budaya nyampah yang masih begitu kuat hingga hari ini," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, Hotmauli Sianturi dalam diskusi daring bertema "Ancaman Sampah bagi Kelestarian Tumbuhan Satwa Liar dan Lingkungan Hidup" mengatakan. setiap tahunnya produksi sampah di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada 2019 bahkan jumlah sampah di Indonesia sudah mencapai 64 juta ton per tahun.

Your browser doesn’t support HTML5

Sampah Masih Jadi 'Predator' Biota Laut

"Sampah plastik sukar diurai mempunyai umur panjang dan ringan akan mudah diterbangkan angin bahkan terbawa aliran air hingga ke mana-mana," ucapnya.

Seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menegaskan Indonesia berkomitmen dalam menangani sampah laut.

Mengingat masalah ini juga dihadapi negara-negara lain, menteri LHK menegaskan bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil langkah strategis.

''Kami menyadari bahwa tantangan ke depan akan lebih besar dan hanya melalui kerja sama dan kolaborasi kami dapat mengatasi masalah-masalah penting ini,'' kata Siti Nurbaya.

Terkait dengan pengurangan polusi laut dari kegiatan berbasis darat, Indonesia berkomitmen mengurangi limbah padat hingga 70 persen pada tahun 2025. Selain itu, pemerintah juga telah menyusun Rencana Aksi Nasional untuk mengurangi limbah plastik melalui berbagai kegiatan yang harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan. [aa/ab]