Baru-baru ini San Francisco menjadi kota pertama di Amerika yang melarang polisi dan badan-badan lain di kota itu untuk menggunakan teknologi pengenalan wajah atau facial recognition technology. Sebagian orang kini mulai khawatir dengan keberadaan teknologi sangat canggih, tetapi sebagian lainnya menarik manfaat.
San Francisco, yang secara tidak resmi dikenal sebagai ibukota teknologi canggih di dunia, baru-baru ini menjadi kota pertama di Amerika yang melarang polisi dan badan-badan lainya menggunakan teknologi pengenalan wajah. Mereka yang mendukung larangan itu mengatakan teknologi ini merupakan ancaman terhadap kebebasan sipil.
Nathan Sheard di Electronic Frontier Organization mengatakan, “Faktanya adalah para petugas penegak hukum dan badan-badan pemerintah lainnya dapat melacak setiap warga dan pemukim, termasuk ketika mereka bergerak atau pindah lokasi. Ini berpotensi mengurangi kemampuan orang untuk melakukan kegiatan yang dilindungi oleh Amandemen Pertama, yang berarti menimbulkan dampak pada kebebasan sipil warga. Ini memprihatinkan.”
Sementara Aaron Peskin yang menjadi salah seorang anggota Dewan Pengawas San Fransisco mengatakan teknologi ini dapat disalahgunakan oleh pemerintah.
“Teknologi ini telah salah mengidentifikasi 28 anggota Kongres Amerika dan ini dapat disalahgunakan oleh pemerintah,” ujarnya.
China telah menggunakan teknologi pengenalan wajah tidak saja sebagai bagian dari operasi keamanan masif, tetapi juga hingga ke urusan privat seperti di WC umum untuk memantau penggunaan tissue di WC. Piranti lunak pengenalan wajah bukanlah hal baru, tetapi telah beberapa tahun terakhir ini telah semakin canggih.
Apple menggunakan teknologi pengenalan wajah sebagai fitur untuk membuka kunci iPhone terbaru mereka. Para pemegang saham di Amazon telah dua kali melakukan pemungutan suara untuk membatasi penggunaan teknologi wajah di perusahaan itu, dan keduanya gagal.
Anggota-anggota Kongres masih mengkaji dampak teknologi itu terhadap kebebasan sipil.
Para pengecam menilai teknologi pengenalan wajah kadang-kadang tidak tepat, dan bahkan seringkali salah mengenali wajah perempuan dan warga kulit berwarna.
Joy Buolamwini, salah seorang pendiri Algorithmic Justice League mengatakan, “Kongres setidaknya harus mengeluarkan moratorium terhadap penggunaan teknologi ini oleh polisi yang tanpa atau kurang pengawasan, berpotensi untuk melakukan pelecehan/penganiayaan dan masalah-masalah teknis yang menimbulkan risiko besar, terutama pada masyarakat yang terpinggirkan.”
Tetapi mereka yang bekerja di bidang biometrik mengatakan teknologi ini bermanfaat bagi kemanusiaan.
Bruce Hanson, CEO dan pendiri Credence ID mengatakan, “Saya kira ini adalah waktu yang tepat dan menyenangkan bagi dunia biometrik. Ide awalnya adalah karena adanya orang jahat. Kita tahu bagaimana foto atau gambaran yang tidak tepat pada biometrik sebelumnya dapat menimbulkan hal mengerikan.”
Perusahaan Hanson, Credence ID, menggunakan teknologi pengenalan wajah dan biometrik lainnya seperti cap jempol untuk membantu mengidentifikasi warga di negara berkembang yang membutuhkan hal-hal seperti makanan, pasokan medis atau susu formula. Menurut Bruce Hanson, larangan yang dikeluarkan San Fransisco terlalu berlebihan.
“Larangan ini menurut saya tidak pada tempatnya. Tentu saja kita perlu mengkaji bagaimana mempraktikkan teknologi ini. Kita dapat memperdebatkan di mana teknologi ini dapat digunakan, seberapa besar dan bagaimana sikonnya. Tetapi menghilangkan biometrik, ini seperti menghilangkan internet karena dapat digunakan untuk tujuan baik dan juga buruk," tambah Bruce.
Kota-kota lain di Amerika sedang mempertimbangkan larangan seperti yang diberlakukan San Fransisco.Sementara perusahaan-perusahaan, badan dan organisasi pemerintah berupaya menemukan mekanisme lain. Belum jelas apakah peraturan apapun tentang teknologi pengenalan wajah ini dapat mengikuti perkembangan cepat teknologi ini di masa depan. (em)