Satu prajurit TNI bernama Pratu Miftahul Arifin gugur usai diserang oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) di wilayah Mugi-Mam Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Prajurit TNI itu gugur dalam operasi penyelamatan pilot Susi Air, Philip Max Merhtens, yang disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) atau biasa disebut KKB.
Informasi gugurnya prajurit dari Satgas Yonif R 321/GT itu langsung dibenarkan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda TNI Julius Widjojono.
“Panglima TNI turut berduka cita atas gugurnya prajurit terbaik atas nama Pratu Miftahul Arifin yang gugur pada Sabtu (15/4) pukul 16.30 WIT,” kata Julius dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (16/4).
Julius menjelaskan kronologi singkat gugurnya Pratu Miftahul Arifin dalam operasi penyelematan pilot Susi Air. Pada saat tim satgas gabungan mencoba menyisir dengan mendekati posisi dari para penyandera pilot Susi Air. Namun saat itu juga satgas gabungan TNI-Polri mendapatkan serangan dari KKB.
“Kemudian ada serangan dari mereka, satu (prajurit terkena tembakan) terjatuh di kedalaman 50 meter. Ketika mencoba untuk menolong mendapat serangan ulang,” jelasnya.
Bukan hanya itu, Julius mengungkapkan kondisi cuaca menjadi hambatan dalam operasi penyelamatan pilot Susi Air. Kendati demikian, TNI telah mengetahui lokasi keberadaan pilot Susi Air yang disandera oleh KKB.
“Kondisi pilot sudah diketahui areanya. Operasinya sudah semakin mengerucut dan terfokus. Jadi cuaca tidak sangat menentu di Papua. Kemarin kami coba untuk komunikasi melalui saluran radio juga masih terhambat,” ujarnya.
Meskipun ada jatuh korban dari TNI dalam operasi penyelamatan pilot Susi Air. Namun TNI tetap akan melanjutkan operasi penyelamatan tersebut.
BACA JUGA: TNI Enggan Gunakan Kekuatan Penuh Cari Pilot Susi Air yang Disandera KKB“Panglima TNI dengan tegas menyampaikan untuk ambil tindakan jangan ragu-ragu. Adapun kondisi prajurit yang lainnya saat ini masih ada di beberapa lokasi. Kami sulit untuk mengubungi karena kondisi cuaca yang tidak menentu. Untuk itu Panglima TNI secara terus menerus memerintahkan untuk melakukan pencarian dan bantuan tempur dengan kekuatan maksimal,” kata Julius.
Kemudian, Julius juga menjawab terkait informasi yang menyebutkan ada enam prajurit TNI gugur dalam misi penyelamatan pilot Susi Air di Nduga.
“Sampai pukul 14.03 WIB informasi yang saya terima secara fisik hanya satu anggota atas nama Pratu Miftahul Arifin. Jadi kami belum mendapatkan informasi yang lain karena kesulitan untuk mencapai lokasi baik karena cuaca tidak menentu. Saya harap untuk mengacu dari informasi yang kami berikan,” ungkapnya.
Selanjutnya, untuk menindaklanjuti simpang siur informasi yang beredar terkait jumlah korban anggota TNI yang gugur di Nduga. Julius menyarankan agar merujuk kepada informasi yang disampaikan oleh Mabes TNI.
“Penyebaran informasi yang keliru akan berdampak tingkat keberhasilan operasi di lapangan. TNI sebagai patriot NKRI tidak pernah mundur sejengkal pun untuk menjaga wilayah kedaulatan dan itu masih konsisten dilaksanakan di Papua,” ucapnya.
Sementara itu juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, mengkalim pihaknya telah menembak mati sembilan prajurit TNI yang mencoba menyelamatkan pilot Susi Air. Awalnya, mereka menerima informasi hanya enam anggota TNI yang mereka tembak mati.
“Kami perlu laporkan di sini karena kami baru saja terima laporan awal konfimasi di mana pasukan Egianus Kogoya menyampaikan bahwa mereka sudah membunuh sembilan orang dan sembilan pucuk senjata sudah pindah tangan ke kami,” katanya.
BACA JUGA: Pemberontak yang Tahan Pilot Selandia Baru di Papua Siap Batalkan Tuntutan UtamaSebby mengatakan pihaknya telah mengajukan negosiasi damai untuk membebaskan pilot Susi Air berkewarganegaraan Selandia Baru yang mereka sandera. Namun, permintaan itu tak ditanggapi oleh TNI-Polri.
“Kami minta pemerintah Indonesia dan Selandia Baru membebaskan sandera melalui negosiasi damai. Tapi TNI-Polri kepala batu masuk. Kami perlu menegaskan bahwa Indonesia kalian punya pasukan militer yang terlatih. Tapi kalian tidak punya dasar hukum perang lawan pasukan kami. Karena secara hukum adat kalian datang sebagai pencuri, meneror, dan membunuh orang asli Papua,” pungkasnya. [aa/ah]