VOA - Juru bicara penanganan pengungsi Rohingya di Lhokseumawe, Marzuki mengatakan perempuan bernama Nur Halimah (21), meninggal dunia di kamp pengungsian di gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Desa Mee Kandang, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Aceh, Selasa (8/9) malam. Perempuan etnis Muslim-Rohingya itu meninggal dunia karena sesak napas.
"Meninggal dunia menjelang Magrib. Setelah meninggal sempat dibawa ke Rumah Sakit Umum (RSU) Cut Meutia, Kota Lhokseumawe," jelasnya saat dihubungi VOA, Rabu (9/9).
Perempuan etnis Muslim-Rohingya itu kemudian dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Kuta Blang Lhokseumawe. "Tadi pagi setelah dimandikan, dikafani, dan disalatkan di rumah sakit, langsung dibawa ke sana (TPU)," ujar Marzuki.
Selain itu, kata Marzuki, ada empat orang etnis Muslim-Rohingya lainnya di kamp pengungsian yang mendapat perawatan di RSU Cut Meutia. Menurutnya, kondisi para pengungsi etnis Muslim-Rohingya itu menurun lantaran terlalu lama berada di laut sebelum menepi di perairan Aceh, Senin (7/9).
"Kondisi hari ini ada empat orang (pengungsi) yang sedang dirawat di RSU Cut Meutia, lainnya biasa-biasa (sehat) saja, sekarang mereka berada di BLK," ungkapnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Sejumlah pengungsi sebelumnya menceritakan bagaimana mereka bertahan hidup di tengah laut selama tujuh bulan, sebelum mendarat di pantai Lhokseumawe.
Amnesty International Indonesia Surati Presiden
Sementara Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, telah menyurati Presiden Joko Widodo terkait betapa pentingnya peran pemerintah pusat di dalam mendukung Pemerintah Kota (Pemko) Lhokseumawe dalam memastikan pemenuhan hak-hak dasar para pengungsi.
"Hari ini kami menyurati Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi pengungsi Rohingya di Aceh yang hingga hari ini masih diurus sendiri oleh Pemko Lhokseumawe," katanya kepada VOA.
Menurut Usman, para pengungsi etnis Muslim-Rohingya sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah Indonesia karena mereka memiliki keterbatasan dari hal makanan, layanan kesehatan, hingga air bersih.
"Mereka (pengungsi Rohingya) ini adalah orang-orang yang baru tiba dari perjalanan yang sangat panjang, berbahaya dan merugikan kesehatan mereka. Banyak di antara mereka yang mengalami dehidrasi dan penyakit lain akibat cuaca serta akses air bersih serta makanan yang kurang," jelasnya.
Masih kata Usman, pihaknya sangat menginginkan adanya dialog kawasan yang diupayakan pemerintah Indonesia untuk memastikan bantuan bagi para pengungsi Rohingya. "Kami berharap bahwa Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, untuk mendiskusikan hal ini secara serius. Sehingga peran pemerintah pusat benar-benar bisa meringankan Pemko Lhokseumawe dalam menanggulangi masalah pengungsi," tuturnya.
BACA JUGA: Tiba di Lhokseumawe, 297 Pengungsi Rohingya Jalani Rapid TestAmnesty International Indonesia juga sangat mengapresiasi langkah Pemko Lhokseumawe dan juga masyarakatnya karena telah menerima kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh.
Bantu Pengungsi Muslim-Rohinya, UNHCR Puji Indonesia
Dalam konferensi pers di Jenewa hari Selasa (8/9), Badan PBB Urusan Pengungsi UNHCR memuji warga lokal dan pemerintah Indonesia karena menolong ratusan pengungsi itu. Juru bicara UNHCR Babar Baloch mengatakan pihaknya menyambut baik upaya menyelamatkan hampir 300 pengungsi Muslim-Rohingya di pesisir utara Aceh, Indonesia. Selain menempuh perjalanan panjang dan terapung-apung di laut selama tujuh bulan, UNHCR mendapati bahwa para pengungsi ini telah dipindah-pindahkan dari satu kapal ke kapal lain.
UNHCR Indonesia juga mencuit informasi itu lewat Twitter.
Warga Aceh Bantu 297 Pengungsi Muslim-Rohingya
Sebelumnya, 297 orang pengungsi etnis Muslim-Rohingya yang diketahui menumpang sebuah kapal kayu dengan panjang sekitar 13 meter dan lebar empat meter, tiba di perairan Aceh tepatnya di Desa Ujung Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, pada Senin (7/9) pukul 01.00 WIB.
Mereka kemudian dievakuasi dari bibir tepi pantai ke gedung BLK Kota Lhokseumawe, Senin (7/9) pada pukul 10.00 WIB. Dari 297 orang, ada 181 perempuan, dan 102 laki-laki, serta 14 anak-anak. Beberapa sumber mengatakan sedikitnya 30 orang yang meninggal dunia selama perjalanan, jenazahnya dibuang ke laut. [aa/em]