Buruknya sarana dan prasarana Kebun Binatang Surabaya serta kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas menyebabkan kematian banyak satwa.
Kebun Binatang Surabaya (KBS) genap berusia 96 tahun akhir Agustus lalu, namun berbagai persoalan menghantuinya, termasuk kematian ratusan satwa, sengketa kepemilikan lahan dan konflik kepengurusan.
Data pengelola Kebun Binatang Surabaya menunjukkan bahwa sekitar 130 satwa mati dalam sembilan bulan terakhir, terutama karena serangan penyakit dan kurangnya sarana yang memadai dan tenaga perawat satwa yang berkualitas.
“Kematian satwa itu, yang paling pertama karena sudah tua. Kedua karena penyakit, dan ketiga karena sarana prasarana kandang yang kurang memadai, mengakibatkan dia terus sakit terus, akhirnya sakit menular. Keempat, sumber daya manusia di sini kurang [berkualitas],” ujar Tonny Sumampau, Ketua Harian Tim Pengelola Sementara Kebun Binatang Surabaya.
Kolega Tonny, Hadi Prasetyo, mengatakan bahwa selain manajemen pengelolaan yang kurang baik, Kebun Binatang tersebut juga menghadapi masalah kelebihan populasi satwa. Ia mengatakan bahwa pihak Kebun Binatang akan mengusulkan program pertukaran satwa agar populasi satwa dapat diatur, sehingga satwa yang dipelihara merupakan satwa yang berkualitas dan beraneka ragam.
“[Jumlah] pelikan, komodo, rusa Sambar, kambing gunung kelebihan. Kita perlu banteng baru, badak, jerapah,” ujar Hadi, yang juga Asisten bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur.
Tonny menambahkan, dibutuhkan pengelolaan yang serius dengan dana yang cukup besar, agar Kebun Binatang Surabaya menjadi lebih baik dan sesuai standar yang di tetapkan Kementerian Kehutanan. Menurut Tonny, dibutuhkan minimal Rp 100 miliar untuk memperbaiki dan membangun sarana prasarana yang ada di Kebun Binatang Surabaya.
“Untuk rumah sakit hewan, sarana karantina, sarana rumah sakit tempat penyembuhan, kandang, tempat persiapan pakan, gudang pakan, lemari pendingin untuk menyimpan daging, segala macam itu kan. Dari dulu sudah disampaikan minimal Rp 100 miliar, itu dibagi dua tahun lah, tiap tahun ada Rp 50 miliar untuk membangun,” ungkap Tonny.
Belum jelas, kapan pengelola baru akan dibentuk oleh pemerintah kota Surabaya, setelah Kementerian Kehutanan menyerahkan pengelolaan Kebun Binatang Surabaya kepada pemerintah kota. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan Kota Surabaya, Samsul Arifin, mengatakan, pemerintah kota berhati-hati dan teliti dalam memilih perangkat serta pengelola Kebun Binatang Surabaya yang baru, demi terciptanya Kebun Binatang Surabaya yang lebih baik.
Data pengelola Kebun Binatang Surabaya menunjukkan bahwa sekitar 130 satwa mati dalam sembilan bulan terakhir, terutama karena serangan penyakit dan kurangnya sarana yang memadai dan tenaga perawat satwa yang berkualitas.
“Kematian satwa itu, yang paling pertama karena sudah tua. Kedua karena penyakit, dan ketiga karena sarana prasarana kandang yang kurang memadai, mengakibatkan dia terus sakit terus, akhirnya sakit menular. Keempat, sumber daya manusia di sini kurang [berkualitas],” ujar Tonny Sumampau, Ketua Harian Tim Pengelola Sementara Kebun Binatang Surabaya.
Kolega Tonny, Hadi Prasetyo, mengatakan bahwa selain manajemen pengelolaan yang kurang baik, Kebun Binatang tersebut juga menghadapi masalah kelebihan populasi satwa. Ia mengatakan bahwa pihak Kebun Binatang akan mengusulkan program pertukaran satwa agar populasi satwa dapat diatur, sehingga satwa yang dipelihara merupakan satwa yang berkualitas dan beraneka ragam.
“[Jumlah] pelikan, komodo, rusa Sambar, kambing gunung kelebihan. Kita perlu banteng baru, badak, jerapah,” ujar Hadi, yang juga Asisten bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur.
Tonny menambahkan, dibutuhkan pengelolaan yang serius dengan dana yang cukup besar, agar Kebun Binatang Surabaya menjadi lebih baik dan sesuai standar yang di tetapkan Kementerian Kehutanan. Menurut Tonny, dibutuhkan minimal Rp 100 miliar untuk memperbaiki dan membangun sarana prasarana yang ada di Kebun Binatang Surabaya.
“Untuk rumah sakit hewan, sarana karantina, sarana rumah sakit tempat penyembuhan, kandang, tempat persiapan pakan, gudang pakan, lemari pendingin untuk menyimpan daging, segala macam itu kan. Dari dulu sudah disampaikan minimal Rp 100 miliar, itu dibagi dua tahun lah, tiap tahun ada Rp 50 miliar untuk membangun,” ungkap Tonny.
Belum jelas, kapan pengelola baru akan dibentuk oleh pemerintah kota Surabaya, setelah Kementerian Kehutanan menyerahkan pengelolaan Kebun Binatang Surabaya kepada pemerintah kota. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan Kota Surabaya, Samsul Arifin, mengatakan, pemerintah kota berhati-hati dan teliti dalam memilih perangkat serta pengelola Kebun Binatang Surabaya yang baru, demi terciptanya Kebun Binatang Surabaya yang lebih baik.