Arab Saudi Desak Kerja Sama Produksi Minyak Berlanjut Setelah 2018

Menteri Energi, Industri dan Sumber Daya Mineral Arab Saudi, Khalid Al-Falih, menghadiri konferensi pers setelah pertemuan OPEC di markas besar di Wina, Austria, 30 November 2017.

Menteri Energi Arab Saudi, Minggu (21/1), mendesak negara-negara produsen minyak untuk terus melanjutkan kerja sama hingga setelah 2018. Namun Arab Saudi mengisyaratkan bentuk kerja sama yang baru, ketimbang melanjutkan kebijakan pemotongan produksi yang berlaku sekarang dan sudah berhasil mengerek naik harga minyak dalam beberapa bulan terakhir.

Ini adalah untuk pertama kali Arab Saudi secara terbuka melontarkan kemungkinan bentuk baru koordinasi di antara produsen minyak setelah 2018. Kesepakatan pengurangan produksi minyak, yang mulai berlaku Januari, akan berakhir Desember tahun ini.

Kerja Sama Tetap Berlanjut

Khalid al-Falih mengatakan melanjutkan kerja sama akan meyakinkan dunia bahwa koordinasi di antara para produsen akan berlanjut. al-Falih berbicara kepada wartawan di sela pertemuan komite gabungan menteri yang mengawasi penerapan pemotongan produksi.

"Upaya kita seharusnya tidak berhenti di 2018. Kita perlu membicarakan kerangka kerja sama yang lebih panjang," kata Falih. "Saya membicarakan tentang memperpanjang kerangka kerja yang sudah kita mulai, yaitu deklarasi kerja sama, hingga setelah 2018."

"Ini bukan berarti mentaati barel demi barel untuk mencapai batasan yang sama atau pemotongan, atau produksi per negara yang kita setujui pada 2016, namun meyakinkan para pemangku kepentingan, para investor, konsumen dan komunitas global bahwa ini adalah kebijakan yang akan berlanjut.Dan kami akan bekerja sama."

Falih mengatakan ekonomi global sudah menguat, sedangkan pemotongan produksi telah mengurangi persediaan minyak di seluruh dunia. Arab Saudi menanggung beban pemotongan produksi terbesar. Hasilnya, pasar minyak kembali seimbang pada 2018, kata dia.

Minyak $70 per barel

Falih dan para menteri energi dari Uni Emirat Arab dan Oman mencatat kenaikan harga minyak Brent ke level tertinggi dalam tiga tahun, sekitar 70 dolar per barrel, dalam beberapa minggu terakhir, bisa meningkatkan pasokan minyak shale dari Amerika Serikat.

Namun, baik Falih dan Menteri Energi UEA Suhail al-Mazroui, mengatakan mereka berpandangan kenaikan harga minyak tidak akan mengurangi permintaan minyak dunia.

Menteri Perminyakan Kuwait Bakheet al-Rashidi mengatakan tidak ada pembicaraan apapun antara para produsen mengenai masa depan kesepakatan pemotongan produksi pada minggu. Namun pembicaraan seputar masalah tersebut diharapkan akan dilaksanakan pada pertemuan OPEC pada Juni. Pada pertemuan tersebut, OPEC dan negara produsen minyak lainnya, dipimpin Rusia, akan membicarakan kebijakan tersebut. [fw/au]