Presiden Yudhoyono memastikan negara akan mengambil langkah cepat dan tepat dalam menangani masalah gangguan keamanan di Papua.
JAKARTA —
Presiden Yudhoyono melakukan rapat kabinet terbatas mendadak, Jum’at (22/2) terkait peristiwa serangan bersenjata terhadap pasukan TNI di Papua oleh kelompok sipil bersenjata yang menewaskan delapan orang prajurit TNI dan empat warga sipil.
Menurut Presiden Yudhoyono, meski pendekatan pemerintah dalam mengatasi permasalahan Papua telah berubah dari pendekatan keamanan menjadi pendekatan kesejahteraan, gangguan keamanan tidak dapat dibiarkan.
“Bahwa pemerintah ini selalu memprioritaskan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan untuk saudara kita di Papua… Nyata. Baik dengan kebijakan dan program aksi, termasuk alokasi dan distribusi anggaran, agar taraf hidup saudara-saudara kita di Papua dapat terus kita tingkatkan dari masa ke masa. Itu utamanya. Tetapi tentu kedaulatan negara harus dijaga. Demikian juga situasi sosial dan keamanan juga perlu dijaga untuk melindungi rakyat kita dan hukum harus ditegakkan. Tidak mungkin dibiarkan gangguan keamanan seperti yang terjadi selama ini, termasuk kejadian kemarin (Kamis 21/02) delapan pajurit TNI gugur,” kata Presiden Yudhoyono.
Presiden menginstruksikan kepada jajaran terkait agar segera mengambil langkah yang cepat dan tepat dalam penegakkan hukum dan pemulihan keamanan di Papua.
“Saya sudah menginstruksikan, bahwa Indonesia perlu tau dan dunia perlu tau bahwa prajurit TNI dan Polri menjalankan tugas. Tugas Negara, menjaga kedaulatan, mempertahankan keutuhan wilayah sekaligus menjaga keamanan dan memproteksi rakyat kita. Sudah sangat jelas bahwa di dalam menjalankan tugas, jajaran TNI dan Polri haruslah menghormati hukum yang berlaku, menghormati hak-hak asasi manusia. Hal begini sangat mengganggu. Oleh karena itu Negara harus mengambil langkah-langkah yang cepat dan tepat,” lanjut Presiden Yudhoyono.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto usai mengikuti rapat bersama Presiden, memastikan tidak ada peningkatan status menyusul adanya peningkatan kembali kekerasan bersenjata di Papua.
“Tidak ada peningkatan status di Papua tentang status kedaruratannya. Sekali lagi, Tidak ada peningkatan status apapun di Papua. Akan tetapi operasi penegakan hukum dalam keadaan tertib sipil di negara manapun tetap harus ditegakkan. Sekali lagi, tetap pada koridor hukum, proposional,” kata Djoko Suyanto.
Sementara itu Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono memastikan terror yang dilakukan kelompok sipil bersenjata ini sudah berada di luar batas kewajaran. Untuk itu pihaknya mengaku siap menggelar operasi militer jika dibutuhkan dalam upaya pengejaran terhadap para pelaku.
“Kita akan melakukan pengejaran terhadap pelaku kelompok bersenjata ini. Walaupun bagaimana, kelompok bersenjata ini sudah melebihi batas kepatutan dari yang mereka lakukan. Oleh karena itu harus kita kejar dan kita lakukan penegakkan hukum dan operasi militer jika memang diperlukan,” kata Agus Suhartono.
Kapolri Jenderal Timur Pradopo menjelaskan Kapolda Papua dan Panglima Daerah Militer Cenderawasih Papua sudah bertemu untuk mengatur langkah-langkah pengejaran.
Delapan anggota TNI tewas tertembak dalam dua peristiwa penyerangan di lokasi berbeda yang dilakukan kelompok tidak dikenal. Satu helikopter NAS-332 Super Puma TNI AU untuk mengevakuasi tujuh personel TNI AD di Distrik Sinak, juga ditembaki.
Peristiwa penyerangan pertama terjadi di Pos Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-PNG Markas Besar TNI, di Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, yang menewaskan Prajurit Satu Wahyu Prabowo.
Pada hari sama, terjadi penyerangan kedua terjadi di Kampung Tangulinik, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, menewaskan tujuh personel kewilayahan TNI AD, yaitu Sersan Satu Ramadhan, Prajurit Satu Edi, Prajurit Kepala Jojo Wiharja, Prajurit Satu Mustofa, Prajurit Kepala Wempi, Sersan Satu Udin, dan Sersan Satu Frans. Empat warga sipil juga menjadi korban tewas dalam peristiwa penyerangan ini.
Menurut Presiden Yudhoyono, meski pendekatan pemerintah dalam mengatasi permasalahan Papua telah berubah dari pendekatan keamanan menjadi pendekatan kesejahteraan, gangguan keamanan tidak dapat dibiarkan.
“Bahwa pemerintah ini selalu memprioritaskan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan untuk saudara kita di Papua… Nyata. Baik dengan kebijakan dan program aksi, termasuk alokasi dan distribusi anggaran, agar taraf hidup saudara-saudara kita di Papua dapat terus kita tingkatkan dari masa ke masa. Itu utamanya. Tetapi tentu kedaulatan negara harus dijaga. Demikian juga situasi sosial dan keamanan juga perlu dijaga untuk melindungi rakyat kita dan hukum harus ditegakkan. Tidak mungkin dibiarkan gangguan keamanan seperti yang terjadi selama ini, termasuk kejadian kemarin (Kamis 21/02) delapan pajurit TNI gugur,” kata Presiden Yudhoyono.
Presiden menginstruksikan kepada jajaran terkait agar segera mengambil langkah yang cepat dan tepat dalam penegakkan hukum dan pemulihan keamanan di Papua.
“Saya sudah menginstruksikan, bahwa Indonesia perlu tau dan dunia perlu tau bahwa prajurit TNI dan Polri menjalankan tugas. Tugas Negara, menjaga kedaulatan, mempertahankan keutuhan wilayah sekaligus menjaga keamanan dan memproteksi rakyat kita. Sudah sangat jelas bahwa di dalam menjalankan tugas, jajaran TNI dan Polri haruslah menghormati hukum yang berlaku, menghormati hak-hak asasi manusia. Hal begini sangat mengganggu. Oleh karena itu Negara harus mengambil langkah-langkah yang cepat dan tepat,” lanjut Presiden Yudhoyono.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto usai mengikuti rapat bersama Presiden, memastikan tidak ada peningkatan status menyusul adanya peningkatan kembali kekerasan bersenjata di Papua.
“Tidak ada peningkatan status di Papua tentang status kedaruratannya. Sekali lagi, Tidak ada peningkatan status apapun di Papua. Akan tetapi operasi penegakan hukum dalam keadaan tertib sipil di negara manapun tetap harus ditegakkan. Sekali lagi, tetap pada koridor hukum, proposional,” kata Djoko Suyanto.
Sementara itu Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono memastikan terror yang dilakukan kelompok sipil bersenjata ini sudah berada di luar batas kewajaran. Untuk itu pihaknya mengaku siap menggelar operasi militer jika dibutuhkan dalam upaya pengejaran terhadap para pelaku.
“Kita akan melakukan pengejaran terhadap pelaku kelompok bersenjata ini. Walaupun bagaimana, kelompok bersenjata ini sudah melebihi batas kepatutan dari yang mereka lakukan. Oleh karena itu harus kita kejar dan kita lakukan penegakkan hukum dan operasi militer jika memang diperlukan,” kata Agus Suhartono.
Kapolri Jenderal Timur Pradopo menjelaskan Kapolda Papua dan Panglima Daerah Militer Cenderawasih Papua sudah bertemu untuk mengatur langkah-langkah pengejaran.
Delapan anggota TNI tewas tertembak dalam dua peristiwa penyerangan di lokasi berbeda yang dilakukan kelompok tidak dikenal. Satu helikopter NAS-332 Super Puma TNI AU untuk mengevakuasi tujuh personel TNI AD di Distrik Sinak, juga ditembaki.
Peristiwa penyerangan pertama terjadi di Pos Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-PNG Markas Besar TNI, di Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, yang menewaskan Prajurit Satu Wahyu Prabowo.
Pada hari sama, terjadi penyerangan kedua terjadi di Kampung Tangulinik, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, menewaskan tujuh personel kewilayahan TNI AD, yaitu Sersan Satu Ramadhan, Prajurit Satu Edi, Prajurit Kepala Jojo Wiharja, Prajurit Satu Mustofa, Prajurit Kepala Wempi, Sersan Satu Udin, dan Sersan Satu Frans. Empat warga sipil juga menjadi korban tewas dalam peristiwa penyerangan ini.