Lima orang tewas tertembak, sementara puluhan lainnya terluka di Kenya pada hari Selasa (25/6), saat unjuk rasa anti kenaikan pajak semakin intens setelah polisi bentrok dengan para demonstran yang menyerbu kompleks parlemen di Nairobi, kata sejumlah lembaga swadaya masyarakat.
Militer diterjunkan untuk membantu polisi, yang sebelumnya menembakkan gas air mata, meriam air, peluru karet dan – menurut salah satu kelompok HAM – peluru tajam ke arah pengunjuk rasa, ketika ketegangan meningkat dalam unjuk rasa yang mengejutkan pemerintah Kenya.
“Terlepas dari jaminan yang diberikan pemerintah bahwa hak untuk berkumpul akan dilindungi dan difasilitasi, unjuk rasa hari ini telah berubah menjadi aksi kekerasan,” ungkap sejumlah LSM, termasuk Amnesty Kenya, dalam sebuah pernyataan bersama yang melaporkan korban tewas dan luka.
Presiden Kenya William Ruto berjanji akan mengambil sikap tegas terhadap “kekerasan dan anarki” yang terjadi.
BACA JUGA: Biden Puji Pemimpin Kenya, Seiring Meningkatnya Persaingan di AfrikaSementara itu, Gedung Putih memohon pihak-pihak menenangkan diri, sedangkan lebih dari 10 negara Barat – termasuk Kanada, Jerman dan Inggris – mengatakan mereka “sangat terkejut menyaksikan peristiwa yang terjadi di luar Parlemen Kenya”.
Unjuk rasa yang sebagian besarnya dipimpin kaum muda itu membangkitkan amarah terhadap rencana kenaikan pajak dan krisis biaya hidup, dan memicu demonstrasi yang dengan cepat membesar.
“Ini adalah suara anak-anak muda Kenya,” kata Elizabeth Nyaberi, pengacara berusia 26 tahun yang ikut berunjuk rasa. “Mereka menembaki kami dengan gas air mata, tapi kami tidak peduli.”
“Kami di sini untuk berbicara mewakili generasi kami dan generasi yang akan datang,” tambahnya.
Unjuk rasa itu sebagian besarnya berlangsung secara damai, akan tetapi kekacauan meletus di ibu kota Kenya hari Selasa, di mana massa melempari polisi dengan batu, menerobos barikade dan pada akhirnya memasuki halaman parlemen Kenya.
Di tengah bentrokan, pemantau internet global NetBlocks melaporkan bahwa sebuah “gangguan besar” telah melanda layanan internet negara itu.
Pemerintah Kenya yang kekurangan uang pada pekan lalu sepakat untuk membatalkan beberapa kenaikan pajak.
Namun, mereka tetap berniat menaikkan pajak-pajak lainnya, dengan alasan bahwa pajak-pajak tersebut diperlukan untuk mengisi kas negara dan mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri.
Kenya memiliki utang yang sangat besar dengan biaya utang yang semakin membengkak akibat jatuhnya nilai mata uang lokal selama dua tahun terakhir, sehingga pembayaran bunga pinjaman dalam mata uang asing menjadi lebih mahal.
Kenaikan pajak akan menambah tekanan pada masyarakat Kenya, karena pekerjaan bergaji tinggi masih sulit diperoleh oleh banyak generasi muda negara itu. [rd/jm]