Sejumlah negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dengan sebagian negara anggota dan bukan anggota Uni Eropa kembali mendorong upaya mencapai solusi dua negara dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Hal ini ditegaskan dalam pertemuan khusus yang dilangsungkan pada hari yang sama saat tiga negara di Eropa menyampaikan pengakuan resmi pada Palestina.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Yordania, Mesir, Indonesia, Aljazair, Bahrain dan wakil menteri luar negeri Uni Emirat Arab yang merupakan Kelompok Kontak Organisasi Kerja Sama Islam OKI pada hari Selasa (28/5) melangsungkan pertemuan di Brussels bersama sejumlah negara anggota dan bukan anggota Uni Eropa. Pertemuan ini dilangsungkan bersamaan dengan pengakuan resmi Irlandia, Spanyol dan Norwegia atas Palestina sebagai negara.
Dalam konferensi pers virtual Selasa sore (28/5), Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan pertemuan ini sangat penting artinya di tengah makin memburuknya situasi di Palestina dan kian tidak diindahkannya keputusan-keputusan ICJ (Mahkamah Internasional) oleh Israel.
Ada beberapa permintaan kepada negara-negara Eropa yang disampaikan negara-negara anggota OKI, juga negara anggota dan bukan anggota Uni Eropa, yaitu mendorong pemberlakuan gencatan senjata segera dan permanen di Gaza, dan pemberian dukungan penuh pada kerja UNRWA sebagai satu-satunya badan PBB yang mencukupi kebutuhan para pengungsi Palestina di garis depan saat ini.
"Permintaan ketiga adalah mengenai pentingnya pengakuan terhadap Palestina dan dukungan untuk keanggotaan Palestina di PBB. Saya juga kembali menekankan pentingnya semua negara menggunakan pengaruh masing-masing agar veto mengenai keanggotaan Palestina di PBB tidak terjadi lagi di Dewan Keamanan PBB. Keanggotaan Palestina di PBB akan membantu Palestina dalam membangun negaranya,” jelasnya.
Semua perwakilan yang hadir dalam pertemuan ini berkomitmen untuk mewujudkan solusi dua negara sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
Pertemuan itu secara khusus juga menyampaikan penghargaan kepada Norwegia, Spanyol dan Irlandia yang mengakui negara Palestina; dan mendorong negara-negara lain di Eropa untuk melakukan langkah serupa. Saat ini Slovenia kini sedang mempertimbangkan pengakuan yang sama.
Pengamat: Dunia Mulai Ubah Cara Pandang terhadap Palestina
Pengamat hubungan internasional di Universitas Islam Indonesia Hasbi Aswar mengatakan pertemuan yang membahas pengakuan atas negara Palestina tersebut akan mengubah cara pandang negara-negara Eropa terhadap Palestina.
Your browser doesn’t support HTML5
"Selama ini Palestina dipandang sebagai entitas non-negara. Kalau semakin banyak (negara) yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara, artinya nanti Israel akan semakin terjepit. Sekarang kan Israel memandang Palestina bukan negara. Artinya ketika Israel melakukan berbagai macam serangan di Palestina, konteksnya bukan perang negara melawan negara," ujarnya.
Namun terkait solusi dua negara, Hasbi yakin pengakuan tiga negara Eropa yang mengindikasikan memburuknya hubungan Israel dan Eropa akan membuat Israel semakin tidak bersedia menerima solusi dua negara. Israel bahkan tidak pernah mau mengakui resolusi PBB yang membagi dua wilayah Palestina pada 1947, yakni 45 persen untuk Palestina dan 55 persen buat bangsa Yahudi, tambahnya.
Perkembangan Solusi Dua Negara Kian Progresif
Secara terpisah pengamat Timur Tengah di Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai perkembangan solusi dua negara telah semakin progresif. Semakin banyak negara di dunia yang menilai solusi dua negara sebagai penyelesaian paling realistis untuk masalah Palestina.
"Ini ditandai dengan mulai bertambahnya negara-negara Uni Eropa untuk mengakui Palestina sebagai negara yang berdaulat dan merdeka secara penuh. Namun memang tantangannya ada pada level rezim di Israel sendiri, belum memberikan ruang bagi kemerdekaan rakyat Palestina," tuturnya.
Sebagian negara Eropa, tambahnya, kini yakin bahwa keberadaan negara Palestina justru akan memberi jaminan keamanan untuk Israel, dan bukan ancaman sebagaimana yang dikhawatirkan selama ini.
Namun negara-negara ini harus meyakinkan yang lainnya – termasuk Amerika yang merupakan “sekutu Istimewa” Israel – bahwa mengakui negara Palestina dan keanggotaan penuhnya di PBB merupakan langkah paling realistis untuk mewujudkan solusi dua negara.
Hal lain yang harus segera dipersiapkan, menurut Yon, adalah bagaimana membuat solusi dua negara menjamin Palestina menjadi lebih independen dalam menentukan nasibnya, memastikan keamanan di kawasan itu dan kembalimya statusnya Palestina sebagaimana sebelum tahun 1967. Isu ini akan menyinggung keberadaan Hamas, yang diharapkan bersedia melucuti senjata mereka jika kemerdekaan Palestina benar-benar terwujud. [fw/em]