Sejumlah bukti menunjukkan hancurnya bendungan besar Kakhovka di wilayah yang dikuasai Rusia di Ukraina pada bulan ini merupakan hasil dari ledakan di dalam yang dipicu Rusia, kata New York Times yang dikutip oleh Reuters.
Mengutip para insinyur dan pakar bahan peledak, surat kabar tersebut mengatakan pada Jumat (16/6) bahwa investigasi yang mereka lakukan menemukan bukti yang menunjukkan bahan peledak di lorong yang melewati dasar beton bendungan diledakkan dan menghancurkan bangunan itu pada 6 Juni.
"Bukti jelas menunjukkan bendungan itu lumpuh akibat ledakan yang dipicu oleh pihak yang mengendalikannya: Rusia," kata Times.
Secara terpisah, tim ahli hukum internasional yang membantu jaksa Ukraina dalam penyelidikan mereka mengatakan dalam temuan awal pada Jumat (16/6) bahwa "sangat mungkin" keruntuhan di wilayah Kherson Ukraina disebabkan oleh bahan peledak yang ditanam oleh Rusia.
Kremlin menuduh Kyiv menyabotase bendungan pembangkit listrik tenaga air, yang menampung waduk seukuran Great Salt Lake AS, untuk memutus sumber utama air Krimea. Tindakan tersebut juga disebut sebagai pengalihan perhatian dari serangan balasan yang "gagap" terhadap pasukan Rusia.
Ukraina menuduh Rusia meledakkan bendungan era Soviet, yang berada di bawah kendali Rusia sejak hari-hari awal invasinya pada 2022. Meledaknya bendungan tersebut melepaskan air bah yangmelintasi sebagian besar medan pertempuran, menghancurkan lahan pertanian, dan memutus pasokan air untuk warga sipil.
BACA JUGA: WHO: Hancurnya Bendungan di Ukraina Berisiko Sebabkan Epidemi Kesehatan Fisik dan Mental
Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi klaim tentang penyebab ledakan itu.
The Times mengutip para insinyur yang mengatakan hanya pemeriksaan menyeluruh terhadap bendungan setelah air mengalir darinya yang dapat menentukan urutan kejadian yang mengarah pada kehancuran.
"Erosi dari air yang mengalir melalui gerbang bisa menyebabkan kegagalan jika bendungan itu dirancang dengan buruk, atau betonnya di bawah standar, tetapi para insinyur menyebut itu tidak mungkin," kata surat kabar itu. [ah/ft]