Meski pemerintah dan organisasi keagamaan mengimbau agar tidak menggelar sholat berjamaah, sejumlah masjid di Yogyakarta tetap menyelenggarakannya. Begitupun dengan ibadah sholat tarawih pertama yang jatuh pada Kamis (23/4) malam. Di Yogyakarta, tarawih berjamaah terlihat di Masjid Pathok Negara Plosokuning dan Masjid Jogokariyan.
Dalam perbincangan dengan VOA sebelumnya, Ketua Takmir Masjid Pathok Negara Plosokuning, M Kamaludin Purnomo menegaskan, masjid menerapkan protokol kebersihan yang ketat. Karena itulah, seluruh kegiatan yang biasa dilakukan seperti jamaah sholat Jumat, pengajian dan jamaah sholat lima waktu tetap diadakan.
“Kita berupaya lahir dan batin, intinya seperti itu. sejauh ini masih biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan, menurut saya. Karena sesungguhnya semua yang membuat abang, ijo, kuningnya itu kan Allah, bukan kita sebagai manusia,” kata Kamal.
Hari Kamis siang, di masjid yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I sekitar tahun 1757 ini menggelar tradisi padusan. Anak-anak berkumpul mandi bersama di kolam yang ada di halaman depan masjid. Plosokuning adalah kawasan muslim tradisional di Yogyakarta.
Para tetua kampung mengawali proses ini dengan siraman silih berganti ke sejumlah anak. Setelah itu sekitar 50 anak-anak itu mandi bersama. Bedug masjid juga ditabuh sebagai tanda datangnya Ramadan. Begitupun dengan acara sholawatan yang menggambarkan kegembiraan menjelang ibadah puasa.
“Padusan ini wujud dari bersih lahir, kalau bersih batin itu kan niat. Kita sucikan niat untuk memasuki Bulan Ramadan, lahirnya kita mandi besar ini. Padusan itu maknanya kita memasuki Ramadan, kita suci lahirnya,” tambah Kamal.
Di Masjid Jogokariyan, sholat tawarih berjamaah juga cukup ramai. Masjid ini sejak lama menjadi rujukan karena pengelolaan yang modern. Tahun sebelumnya, mereka bahkan menyediakan menu berbuka puasa hingga 3.000 porsi karena banyaknya jamaah. Masjid Jogokariyan memiliki jamaah kelompok moderat perkotaan karena lokasinya yang berada di tengah kota Yogyakarta.
Agus, salah satu jamaah yang mengikuti sholat tarawih kepada VOA mengatakan memilih untuk datang karena yakin penyelenggaraannya menerapkan prosedur ketat.
“Sholat jamaah di sini shaf-nya berjarak, dianjurkan sering cuci tangan dan memakai masker,” kata Agus.
Tahun ini, sholat tarawih Masjid Jogokariyan juga tidak dilengkapi dengan pengajian seperti biasa. Jamaah dipersilahkan mengikuti sesi ini melalui televisi.
Tokoh Imbau Ibadah di Rumah
Sebelumnya, dalam diskusi yang diselenggarakan ICMI DIY dan KAHMI DIY pada Selasa (21/4) malam, sejumlah tokoh kembali mengimbau ibadah Ramadan tahun ini dilakukan di rumah. Abdul Muhaimin, pimpinan Pondok Pesantren Nurul Ummahat Kotagede mendasarkan himbauannya pada esensi ibadah puasa itu.
“Mungkin hari ini kita menemukan momentum yang sangat berat, dengan penurunan aktivitas sosial, dalam beberapa bulan lagi kita akan ada dalam kondisi shock luar biasa. Maka akan relevan kalau puasa ini kita hayati sebagai penguatan iman, membangun benteng moral spiritualitas,” kata Abdul Muhaimin.
Sementara Muhammad, Ketua Dewan Masjid DIY mengatakan, imbauan dari pusat telah jelas terkait ini.
“Kita mendukung program percepatan bagaimana COVID-19 ini segera selesai, dan ini bisa selesai kalau kita bisa melakukan protokol penyelesaian yang sudah ditentukan oleh standar WHO. Oleh karena itu anjuran yang ada dengan tidak mengurangi kekhusyukan kita di dalam berpuasa tetapi kita menjaga keamanan kesehatan kita,” kata Muhammad.
Salah satu pusat ibadah yang tahun ini tidak menyelenggarakan sholat tarawih berjamaah adalah Masjid Kampus UGM. Setiap tahunnya, masjid ini menjadi pusat kegiatan Ramadan karena mampu menghadirkan pembicara-pembicara ternama dan seri diskusi yang berbobot.
Menurut Prof Chairil Anwar dalam diskusi ICMI-KAHMI DIY, sejarah panjang acara-acara pendukung di bulan Puasa muncul sejak tahun 70-an. Ketika itu, Chairil yang masih menjadi mahasiswa mempelopori Ramadan di Kampus. Tren itu berkembang terus sehingga muncul berbagai variasi acara yang diselenggarakan banyak pihak. Semua itu, kata Chairil nampaknya tidak akan terselenggara pada tahun ini.
“Kita menginginkan agar pelaksanaan Ramadan tahun ini, di samping mendekatkan diri taqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala tetapi kita juga sesuai dengan anjuran pemerintah, berada dalam kondisi aman dan tetap sehat dan karena itu kita mengikuti apa yang telah dicontohkan,” kata Chairil.
Your browser doesn’t support HTML5
Sejumlah tokoh lain dalam diskusi yang sama juga menekankan perlunya umat Islam memanfaatkan sisi positif Ramadan di tengah pandemi. Salah satu yang disarankan adalah membangun kembali kedekatan di tengah keluarga. Selain itu, anak-anak juga harus dipahamkan tentang apa yang dihadapi saat ini, sehingga bisa menerima semua keterbatasan dalam ibadah, tidak seperti Ramadan tahun lalu. [ns/ab]