Menteri-menteri luar negeri Liga Arab hari Minggu (9/3) di Kairo menolak tuntutan Israel agar Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi.
Menteri-menteri luar negeri Arab hari Minggu menolak tuntutan Israel agar Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi, dengan mengatakan langkah semacam itu akan mengganggu hak-hak pengungsi Palestina.
Dalam sebuah resolusi yang dikeluarkan di markas besar Liga Arab di Kairo hari Minggu (9/3), para menteri luar negeri tersebut juga menyebut isu pengungsi Palestina sebagai bagian integral solusi perdamaian komprehensif. Resolusi itu menyalahkan Israel karena menyulitkan perundingan perdamaian itu.
Pernyataan itu memberi dukungan kuat bagi pemimpin Palestina Mahmoud Abbas yang pekan lalu secara terang-terangan menyatakan bahwa ia tidak akan pernah mengakui Israel sebagai negara Yahudi meskipun menghadapi tekanan kuat internasional. Abbas tidak menyebutkan siapa yang menekannya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pekan lalu mengatakan Palestina harus mengakui Israel sebagai negara Yahudi untuk menunjukkan bahwa mereka serius ingin berdamai. Hal itu merupakan signyal terbaru masih tajamnya perbedaan di antara kedua pihak, meskipun Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry telah melakukan upaya mediasi selama tujuh bulan terakhir ini.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dijadwalkan bertemu Presiden Amerika Barack Obama di Washington tanggal 17 Maret mendatang, sebagai bagian dari upaya Amerika untuk menekan kedua pihak. Mahmoud Abbas mengatakan Organisasi Pembebasan Palestina PLO telah mengakui negara Israel tahun 1993 dan hal itu sudah cukup.
Sebelumnya, Sekjen Liga Arab mendesak negara-negara Arab mengambil sikap tegas terhadap tuntutan Israel agar Palestina mengakuinya sebagai negara Yahudi. Nabil Elaraby menyebut hal itu sebagai penyimpangan dari kerangka kerja bagi pembicaraan perdamaian yang telah disepakati.
Palestina khawatir tuntutan itu merupakan upaya untuk membatasi kemungkinan opsi kepulangan bagi para pengungsi Palestina dan hak-hak minoritas Arab di Israel.
Israel menyatakan pengakuan itu akan mengisyaratkan bahwa Palestina bersikap serius mengenai perdamaian.
ElAraby menyebut permintaan itu sebagai upaya Israel untuk menggagalkan pembicaraan, dan menyerukan peninjauan kembali terhadap jalannya perundingan.
Dalam sebuah resolusi yang dikeluarkan di markas besar Liga Arab di Kairo hari Minggu (9/3), para menteri luar negeri tersebut juga menyebut isu pengungsi Palestina sebagai bagian integral solusi perdamaian komprehensif. Resolusi itu menyalahkan Israel karena menyulitkan perundingan perdamaian itu.
Pernyataan itu memberi dukungan kuat bagi pemimpin Palestina Mahmoud Abbas yang pekan lalu secara terang-terangan menyatakan bahwa ia tidak akan pernah mengakui Israel sebagai negara Yahudi meskipun menghadapi tekanan kuat internasional. Abbas tidak menyebutkan siapa yang menekannya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pekan lalu mengatakan Palestina harus mengakui Israel sebagai negara Yahudi untuk menunjukkan bahwa mereka serius ingin berdamai. Hal itu merupakan signyal terbaru masih tajamnya perbedaan di antara kedua pihak, meskipun Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry telah melakukan upaya mediasi selama tujuh bulan terakhir ini.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dijadwalkan bertemu Presiden Amerika Barack Obama di Washington tanggal 17 Maret mendatang, sebagai bagian dari upaya Amerika untuk menekan kedua pihak. Mahmoud Abbas mengatakan Organisasi Pembebasan Palestina PLO telah mengakui negara Israel tahun 1993 dan hal itu sudah cukup.
Sebelumnya, Sekjen Liga Arab mendesak negara-negara Arab mengambil sikap tegas terhadap tuntutan Israel agar Palestina mengakuinya sebagai negara Yahudi. Nabil Elaraby menyebut hal itu sebagai penyimpangan dari kerangka kerja bagi pembicaraan perdamaian yang telah disepakati.
Palestina khawatir tuntutan itu merupakan upaya untuk membatasi kemungkinan opsi kepulangan bagi para pengungsi Palestina dan hak-hak minoritas Arab di Israel.
Israel menyatakan pengakuan itu akan mengisyaratkan bahwa Palestina bersikap serius mengenai perdamaian.
ElAraby menyebut permintaan itu sebagai upaya Israel untuk menggagalkan pembicaraan, dan menyerukan peninjauan kembali terhadap jalannya perundingan.