Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres gembira bahwa gencatan senjata di Sudan Selatan sejauh ini berjalan dan aksi kekerasan diantara pihak-pihak yang menandatangani perjanjian damai September lalu itu telah menurun.
Namun ia mengatakan bentrokan sporadis yang masih terus terjadi menunjukkan bahwa “situasi masih rentan”, kantor berita Associated Press melaporkan.
Guterres mengingatkan bahwa dalam lima bulan ini tolok ukur utama yang ingin diraih masih belum tercapai, dan tinggal beberapa bulan lagi sebelum transisi politik yang telah disepakati bersama. Ini mencakup “penghentian aksi kekerasan,” mencapai perjanjian bagi visi masa depan di bidang keamanan, membangun keamanan transisi, dan membentuk pemerintahan transisi yang memenuhi kuota yang disepakati bagi perempuan dan kelompok oposisi, ujar Guterres.
Dalam laporan kepada Dewan Keamanan PBB yang dibagikan pada Selasa (5/3), Guterres menekankan bahwa setelah perang saudara selama lima tahun ini, perjanjian antara pemerintah dan kelompok-kelompok oposisi utama itu adlaah “opsi terbaik dan satu-satunya solusi politik untuk menyelesaikan konflik di Sudan Selatan.”
Sempat muncul harapan besar bahwa Sudan Selatan akan stabil dan damai setelah meraih kemerdekaan dari Sudan pada 2011. Tetapi aksi kekerasan pada Desember 2013 antara pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir atau dikenal sebagai kelompok “dinka” dan yang setia kepada mantan wakil presiden Riek Machar atau dikenal sebagai “nuer” terus meluas.
Pertempuran itu telah menewaskan hampir 400 ribu orang, memaksa jutaan warga mengungsi dan lebih dari tujuh juta warga yang bertahan, atau dua per tiga dari total penduduk, kini hidup dalam “kelangkaan pangan sangat parah” dan tergantung pada bantuan kemanusiaan. Banyak perjanjian damai telah dibuat, tetapi gagal diberlakukan. Tetapi sejak perjanjian damai terakhir pada September 2018 lalu, pihak-pihak yang bertikai telah berupaya menahan diri.
Guterres mengatakan secara keseluruhan situasi keamanan sepanjang Desember hingga akhir Februari ini membaik. Namun, Guterres menambahkan, “aksi kekerasan – termasuk kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan – penculikan, serangan dan penyerbuan warga sipil, masih terus terjadi dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Demikian pula aksi kekerasan antar kelompok dan pencurian ternak di negara bagian Lakes, Jonglei dan Warrap.” [em]