Sekjen PBB: Krisis Iklim 'Sudah di Depan Mata dan Mendekat dengan Cepat’ 

Sekjen PBB Antonio Guterres dalam konferensi pers KTT COP25 di Madrid, Spanyol, 1 Desember 2019.

Sekjen PBB Antonio Guterres telah memperingatkan tentang titik kritis dalam perubahan iklim sebagai akibat upaya-upaya yang tidak memadai untuk menghentikannya. Pemimpin PBB itu berbicara di Madrir hari Minggu menjelang konferensi iklim selama 10 hari yang dihadiri 25 ribu orang dari seluruh dunia. Spanyol telah menawarkan diri menjadi tuan rumah acara tersebut dalam waktu singkat setelah Chili mundur karena gejolak politik di negara itu.

Remaja Swedia yang juga aktivis iklim, Greta Thunberg akan tiba terlambat satu atau dua hari untuk mengikuti konferensi di Madrid karena perubahan lokasi konferensi yang mendadak. Ia semula berlayar melintasi Samudra Atlantik menuju kawasan pantai Amerika Utara untuk meningkatkan kesadaran mengenai kerusakan lingkungan hidup akibat lalu lintas udara, dan sekarang ini ia berbalik arah pelayaran. Thunberg menyerukan aksi, bukannya kata-kata belaka terkait dengan perubahan iklim.

Thunberg mengemukakan,“Orang-orang yang berkuasa, politisi, meminta saya untuk berswafoto bersama dan mereka juga melakukan hal serupa dengan para aktivis iklim lainnya karena mereka ingin terlihat baik di sebelah kami dan mengatakan, seperti ‘Kami peduli pada masa depan planet ini, kami peduli akan generasi mendatang dan orang-orang muda sekarang ini.”

Semakin banyak orang-orang muda di seluruh dunia yang berpartisipasi dalam protes di jalan-jalan, yang menuntut transisi ke energi bersih dan kebijakan yang akan mengurangi emisi yang merusak bumi ini.

Satu di antaranya adalah Ryota Nagashima, pegawai sebuah perusahaan terkait energi terbarukan, yang mengatakan, “Kami orang-orang muda telah terpapar masalah perubahan iklim sejak kami lahir.”

Berbicara menjelang konferensi iklim ke-25 PBB, Sekjen PBB Antonio Guterres memuji orang-orang muda atas keterlibatan mereka.

Ia mengemukakan, “Orang-orang muda menunjukkan kepemimpinan dan mobilisasi yang luar biasa.”

Guterres juga mengkritik para pemimpin politik karena kurangnya kemauan untuk bertindak. Ia mengatakan, “Kemauan politik untuk menetapkan harga karbon, kemauan politik untuk menghentikan subsidi bahan bakar fosil, kemauan politik untuk berhenti membangun pembangkit-pembangkit listrik tenaga batu bara mulai tahun 2020 dan seterusnya, kemauan politik untuk mengubah perpajakan dari pendapatan ke karbon. Kita hanya perlu berhenti menggali dan mengebor, dan memanfaatkan kemungkinan yang luas dari energi-energi terbarukan dan solusi berbasis alam.”

Sementara banyak pemimpin dunia yang secara lisan mendukung upaya-upaya mengurangi polusi, tetapi gagal bertindak, Presiden AS Donald Trump secara terbuka telah menolak sains mengenai iklim serta mendukung industri yang menggunakan batu bara dan penghasil polusi lainnya. Guterres memperingatkan ada kerugian yang harus dibayar karena tidak melakukan tindakan apapun.

Ia mengatakan, “Kita sekarang ini dihadapkan pada krisis iklim dan apa yang terjadi tidak bisa lagi diubah, ini di depan mata dan melaju mendekati kita.”

Guterres mengatakan komunitas sains telah menyiapkan suatu peta jalan untuk mengatasi perubahan iklim yang mengharuskan pembatasan kenaikan temperatur global hingga 1,5 derajat Celsius, mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 dan mengurangi 45 persen emisi gas rumah kaca dari kadar pada tahun 2010 selambat-lambatnya pada tahun 2030. Ia juga meminta negara-negara agar berkomitmen untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. [uh/ab]