Ketika membuka konferensi penting soal isu perempuan pada Senin (6/3), Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, memperingatkan bahwa dengan kondisi yang ada saat ini, kesetaraan gender diperkirakan baru akan tercapai 300 tahun lagi.
“Kesetaraan gender semakin menjauh. Dalam kondisi saat ini, UN Women memperkirakannya baru akan terwujud 300 tahun lagi,” ujarnya.
Guterres memperingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan, kematian saat melahirkan, dan ketidaksetaraan tenaga kerja menjadi ancaman utama kesetaraan gender di seluruh dunia.
Your browser doesn’t support HTML5
Perlakuan Taliban terhadap perempuan dewasa dan anak di Afghanistan bahkan dapat digolongkan sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan, menurut laporan PBB yang dipaparkan hari Senin (6/3) di hadapan Dewan HAM PBB di Jenewa.
Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021. Kelompok itu membatasi secara drastis kebebasan dan hak-hak perempuan, termasuk akses pendidikan ke sekolah menengah atas dan universitas.
Pelapor Khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Afghanistan, Richard Bennett, mengatakan“Kebijakan Taliban, yang disengaja dan telah diperhitungkan, adalah menolak hak asasi perempuan dan anak perempuan, dan menghapusnya dari kehidupan masyarakat. Ini mungkin dapat digolongkan sebagai kejahatan internasional atas penganiayaan gender, di mana pihak berwenang dapat dimintai pertanggungjawaban.”
BACA JUGA: Pelapor HAM PBB: Taliban Jalankan Kebijakan Apartheid Gender“Kemajuan yang diraih selama beberapa dekade menguap di depan mata kita,” kata Antonio Guterres pada awal pertemuan Komisi Status Perempuan (Commission on the Status of Women atau CSW).
CSW, seperti diketahui, diperkirakan akan menarik lebih dari 4.000 menteri pemerintah, diplomat dan anggota masyarakat sipil pada pertemuan tahunan yang berlangsung selama dua minggu. Pertemuan tersebut akan membahas bagaimana meningkatkan kehidupan perempuan di seluruh dunia. Pertemuan itu merupakan yang pertama diadakan secara langsung sejak pandemi COVID-19 melanda.
Guterres pada sesi pembukaan mengatakan CSW menjadi semakin penting pada saat hak-hak perempuan “disalahgunakan, diancam, dan dilanggar di seluruh dunia.”
Sementara Taliban membatasi kebebasan dan hak-hak perempuan, Spanyol pada hari Selasa (7/3) menyetujui sebuah rancangan undang-undang kesetaraan gender yang akan mewajibkan kesetaraan perwakilan perempuan dan laki-laki dalam bidang politik, bisnis dan aspek kehidupan masyarakat yang lain.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengumumkannya Sabtu (4/3) lalu dalam reli Partai Sosialis menjelang peringatan Hari Perempuan Internasional. RUU itu kini akan dibahas di parlemen.
Menteri Perekonomian Spanyol Nadia Calvino mengatakan, “(RUU ini) mengatasi rintangan dalam ruang publik dan pribadi, serta mengukuhkan Spanyol sebagai salah satu negara paling maju di dunia dalam kesetaraan gender.”
BACA JUGA: Pemimpin Agung Iran: Peracunan Pelajar Putri “Tak Termaafkan”Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, Guterres mengimbau negara-negara di seluruh dunia untuk mengedepankan inklusivitas yang lebih baik bagi perempuan dalam bidang sains, teknologi, teknik dan matematika. Ia juga mengingatkan adanya kesenjangan gender yang besar dalam bidang teknologi kecerdasan buatan yang semakin berkembang.
Tema pertemuan pada tahun ini adalah “Inovasi dan perubahan teknologi, dan pendidikan pada era digital untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan.” Konferensi dan belasan acara sampingannya akan membahas bagaimana kurangnya akses yang tidak proporsional pada internet menghambat perempuan dan anak perempuan secara global.
“Tiga miliar orang masih belum terhubung ke internet, sebagian besar adalah perempuan dan anak perempuan di negara-negara berkembang,” kata Guterres. “Di negara kurang berkembang, hanya 19 persen perempuan yang bisa mengakses internet.”
Secara global, PBB mengatakan jumlah laki-laki yang bekerja di industri teknologi melebihi jumlah perempuan, dengan perbandingan 2 banding 1. Sementara itu, hanya 28 persen lulusan teknik dan 22 persen pekerja di sektor kecerdasan buatan (AI) adalah perempuan. Selain itu juga terdapat kesenjangan upah berdasarkan gender yang signifikan sebesar 21 persen. [my/lt/rd]