Sekjen PBB: ‘Tragedi’ Karena Dunia Tidak Ambil Pendekatan Terpadu Melawan COVID-19

Petugas medis tengah menurunkan seorang pasien dari dalam ambulans di depan Rumah Sakit Elmhurst di Queens, New York, 24 April 2020. (foto: dok).

Sekjen PBB menyatakan dalam suatu wawancara dengan BBC bahwa ketidakmampuan para pemimpin dunia “untuk bersama-sama menghadapi COVID-19 dengan cara terpadu” merupakan suatu tragedi.

Sekjen PBB Antonio Guterres saat menggelar konferensi pers virtual di Markas Besar PBB di New York, 3 April 2020. (Foto: dok).

“Setiap negara melaksanakan kebijakannya sendiri, berbeda negara dengan sudut pandang berbeda, strategi berbeda dan ini telah membuat virus menyebar. Jelas bahwa kita tidak memiliki kepemimpinan dalam perang melawan virus,” kata Antonio Guterres. Ia mendesak negara-negara penting dunia agar bersatu dan memiliki strategi bersama dan kemudian menyertakan seluruh komunitas internasional dalam strategi itu.

PBB memperkirakan delapan persen populasi dunia, sekitar 500 juta orang, terpaksa jatuh miskin pada akhir tahun ini karena kehancuran yang disebabkan oleh virus corona.

Jumlah kasus virus corona global terus meningkat

Johns Hopkins Coronavirus Resource Center menyebutkan pada Jumat pagi (1/5) bahwa ada lebih dari 3,2 juta kasus terkonfirmasi di seluruh dunia dengan lebih dari 233 ribu kematian.

AS memiliki jumlah kasus dan kematian tertinggi di dunia. Hopkins menyatakan di AS terdapat lebih dari satu juta kasus COVID-19, sekitar sepertiga dari kasus di seluruh dunia. Lebih dari 63 ribu orang telah meninggal di Amerika karena virus tersebut.

BACA JUGA: Pedoman Pemerintah Federal AS Soal Virus Corona Dihapus Bertahap

Inggris lewati puncak wabah

PM Inggris Boris Johnson, Kamis (30/4) mengatakan bahwa Inggris telah melewati masa puncak wabah virus corona dan jumlah penularan baru kini menurun.

Dalam pidato penting pertamanya setelah pulih dari COVID-19, Johnson mengatakan ia akan mengumumkan rencana pada pekan depan mengenai bagaimana ekonomi dan kehidupan di negaranya melangkah maju setelah pandemi yang menewaskan hampir 27 ribu orang di Inggris dan menjangkiti sekitar 172.500 orang.

PM Inggris Boris Johnson bertepuk tangan dan memuji para petugas medis dalam penanganan wabah virus corona (COVID-19), di depan kantor dan kediamannya di 10 Downing Street, London, di London, Inggris, 30 April 2020.

Johnson optimistis mengenai vaksin virus corona yang sedang dikembangkan oleh para ilmuwan di Oxford University dan perusahaan farmasi Inggris AstraZeneca. Jika ternyata efektif, vaksin itu dapat tersedia luas di seluruh dunia pada musim gugur mendatang.

Banyak negara Eropa yang telah secara bertahap mulai membuka kembali aktivitas atau berencana melakukan demikian dalam beberapa hari mendatang. Ekonomi di zona euro menyusut 3,8 persen yang merupakan rekor dalam kuartal pertama tahun ini.

PM Rusia terjangkit virus corona

Sementara itu PM Rusia Mikhail Mishustin, Kamis (30/4) mengumumkan ia dites positif terjangkit virus corona. Televisi pemerintah menayangkan percakapan teleponnya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Mishustin akan digantikan oleh Deputi I PM Andrei Belousov sewaktu ia melakukan isolasi mandiri.

PM Rusia, Mikhail Mishustin. (Foto: dok).

Rusia memiliki lebih dari 106 ribu kasus COVID-19 dan lebih dari seribu kematian, sebut Hopkins. Ekonomi Rusia terpukul karena hilangnya pendapatan dari minyak dalam jumlah besar akibat melimpahnya cadangan minyak global yang disebabkan oleh penutupan aktivitas di berbagai penjuru dunia.

Kantor berita Rusia Tass, Kamis (30/4) mengutip Putin yang mengatakan rencana pemulihan ekonomi negara itu harus mempertimbangkan realitas baru.

“Kita tahu dunia sedang berubah. Krisis terkait pandemi virus corona ini berpengaruh pada pasar-pasar penting, pada sistem hubungan kerja sama. Perusahaan-perusahaan, termasuk perusahaan Rusia, mencari dan segera menerapkan model-model bisnis baru yang mendasar,” kata Putin.

BACA JUGA: Semakin Banyak Pekerja Medis Rusia Tertular Corona

AS Cari Cara Mulai Buka Perekonomian

Pemerintah AS juga mencari cara-cara untuk memulai kembali perekonomiannya, yang mengalami penurunan 4,8 persen pada kuartal pertama, dengan lebih dari 30 juta permohonan tunjangan pengangguran diajukan dalam enam pekan ini.

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump tidak berencana memperpanjang restriksi federal mengenai virus corona yang berakhir hari Kamis, dan malah berfokus pada upaya-upayanya untuk bekerja sama dengan negara bagian-negara bagian mengenai rencana pembukaan kembali aktivitas Amerika.

BACA JUGA: Pedoman Pemerintah Federal AS Soal Virus Corona Dihapus Bertahap

Para gubernur AS telah mempertimbangkan kapan dan seberapa laju pelonggaran restriksi terhadap bisnis yang tidak esensial dan pertemuan-pertemuan berkelompok serta diakhirinya perintah tinggal di rumah di negara bagian masing-masing. Sebagian negara bagian telah mulai secara bertahap mengakhiri restriksi tersebut, meskipun pandemi masih berkecamuk.

Pembahasan mengenai pelonggaran perintah lockdown juga berlangsung di Asia. Di Jepang, PM Shinzo Abe, Kamis (30/4) mengatakan pemerintahnya sedang berkonsultasi dengan para pakar mengenai apakah akan memperpanjang situasi darurat yang akan berakhir pada 6 Mei.

Jepang mencatat sekitar 14 ribu kasus COVID-19 terkonfirmasi, dan Abe mengatakan situasinya masih “parah.”

BACA JUGA: PM Jepang akan Perpanjang Situasi Darurat karena Corona

Kepala badan urusan kemanusiaan PBB Mark Lowcock mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa ada 44 kasus terkonfirmasi dan empat kematian di Suriah, negara yang katanya tidak bisa diharapkan “dapat menangani krisis yang bahkan oleh negara-negara maju pun dianggap berat.”

Bank Dunia mengemukakan negara-negara berkembang akan menjadi yang paling terpukul oleh wabah virus corona, terutama di bagian sub-Sahara Afrika, di mana hampir separuh PHK di benua itu terjadi di sana.

Bank Dunia juga menyatakan penurunan ekonomi di Asia Selatan kemungkinan besar akan menjadi yang terburuk di kawasan itu dalam 40 tahun ini. [uh/ab]