Sekjen PBB Ban Ki-moon akan mengunjungi Burma pekan ini untuk meninjau transisi negara itu dari kediktatoran militer ke demokrasi.
Ban mengatakan kepada para wartawan di PBB New York Senin malam bahwa ia akan berkunjung ke Burma atas undangan Presiden Thein Sein.
Pimpinan PBB itu mengatakan kunjungannya diadakan pada saat yang genting di saat Burma mulai menerapkan beberapa reformasi demokrasi yang diperkenalkan oleh pemerintah baru yang dipimpin oleh sipil. Ia memperingatkan bahwa awal baru Burma masih rapuh.
Kunjungan Ban ini merupakan kunjungan ke-3 kalinya ke Burma, dan yang pertama sejak pemerintah baru Burma meluncurkan reformasi politik. Dalam kunjungannya kali ini, Ban akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Thein Sein dan pemimpin oposisi pemenang kursi parlemen dalam pemilu Burma bulan ini, Aung San Suu Kyi.
Aung San Suu Kyi dan 42 lainnya dalam partai Liga Demokrasi Nasional tidak bersedia menduduki kursi mereka pada sidang pembukaan parlemen karena sengketa kata dalam sumpah jabatan.
Mereka menghendaki adanya perubahan kata “mengamankan” menjadi “menghormati” undang-undang dasar, yang dibuat oleh pemerintah militer sebelumnya. Tetapi, partai pemerintah yang berkuasa, USDP, telah menolak permintaan perubahan kata ini.
Ban mengatakan ia berharap kedua pihak akan menemukan cara yang tepat yang dapat disepakati bersama sebagai upaya penyelesaian sengketa itu.
Pimpinan PBB itu mengatakan kunjungannya diadakan pada saat yang genting di saat Burma mulai menerapkan beberapa reformasi demokrasi yang diperkenalkan oleh pemerintah baru yang dipimpin oleh sipil. Ia memperingatkan bahwa awal baru Burma masih rapuh.
Kunjungan Ban ini merupakan kunjungan ke-3 kalinya ke Burma, dan yang pertama sejak pemerintah baru Burma meluncurkan reformasi politik. Dalam kunjungannya kali ini, Ban akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Thein Sein dan pemimpin oposisi pemenang kursi parlemen dalam pemilu Burma bulan ini, Aung San Suu Kyi.
Aung San Suu Kyi dan 42 lainnya dalam partai Liga Demokrasi Nasional tidak bersedia menduduki kursi mereka pada sidang pembukaan parlemen karena sengketa kata dalam sumpah jabatan.
Mereka menghendaki adanya perubahan kata “mengamankan” menjadi “menghormati” undang-undang dasar, yang dibuat oleh pemerintah militer sebelumnya. Tetapi, partai pemerintah yang berkuasa, USDP, telah menolak permintaan perubahan kata ini.
Ban mengatakan ia berharap kedua pihak akan menemukan cara yang tepat yang dapat disepakati bersama sebagai upaya penyelesaian sengketa itu.