Sebuah sekolah negeri di Georgia, AS, mewajibkan pelajaran Mandarin untuk memberi bekal murid agar sukses dalam masyarakat global multietnis.
Romain Dellemand adalah pengawas baru untuk sekolah negeri Bibb County Schools di kota Macon, Georgia, Amerika Serikat. Ketika ia baru menjabat pekerjaannya setahun yang lalu, lebih dari setengah populasi siswa meninggalkan sekolah sebelum lulus, dan hampir 500 murid dikeluarkan setiap tahun karena masalah disiplin.
Dellemand kemudian mengembang suatu rencana yang ia sebut “Keajaiban Macon,” sebuah “rencana strategi komprehensif yang dirancang untuk menjamin setiap anak diberi kesempatan untuk mencapai sukses dalam masyarakat global multietnis Abad 21.”
Menurut Dellemand, rencana itu termasuk pelajaran intensif bahasa Inggris dan Matematika dan mandat kontroversial: Semua murid harus belajar Mandarin.
“Bagi siswa-siswa yang ada di sekolah kami saat ini, murid yang ada di taman kanak-kanak dan sekolah dasar, di dunia mereka, budaya Asia akan memainkan peran besar… Mandarin akan menjadi bahasa yang sangat bermanfaat untuk mereka,” ujarnya.
“Reaksi positif yang timbul sangat banyak,” ujarnya, sambil menjelaskan bahwa kritik yang ada juga “sangat vokal.”
Salah satu kekhawatiran yang disuarakan oleh para orang tua, misalnya, terkait guru Mandarin. Direkrut melalui program Lembaga Conficius yang didukung pemerintah Tiongkok, guru-guru baru tersebut dikhawatirkan akan memperkenalkan pelajaran komunisme di kelas.
“Itu tidak benar. Tidak ada seperti itu,” ujar Dellemand, seraya menambahkan bahwa para orangtua diundang untuk mengunjungi kelas dan melihat dengan mata kepala sendiri program tersebut.
Lewat rencana itu, lembaga tersebut mengeluarkan biaya dan membayar gaji para guru Mandarin yang dikirim ke Macon, sesuatu yang menurut Dellemand mendorong keputusannya untuk melaksanakan program tersebut.
“Saya tidak akan mampu membiayainya sendiri,” ujarnya. “Alasan mengapa kami tidak pernah menawarkan kelas bahasa lain pada tingkat dasar adalah karena kami tidak mampu membiayainya.”
Meski demikian, sang pengawas mengatakan program Mandarin tersebut mempersembahkan murid-murid di distrik tersebut “kesempatan seumur hidup.” (VOA/Ira Mellman)
Dellemand kemudian mengembang suatu rencana yang ia sebut “Keajaiban Macon,” sebuah “rencana strategi komprehensif yang dirancang untuk menjamin setiap anak diberi kesempatan untuk mencapai sukses dalam masyarakat global multietnis Abad 21.”
Menurut Dellemand, rencana itu termasuk pelajaran intensif bahasa Inggris dan Matematika dan mandat kontroversial: Semua murid harus belajar Mandarin.
“Bagi siswa-siswa yang ada di sekolah kami saat ini, murid yang ada di taman kanak-kanak dan sekolah dasar, di dunia mereka, budaya Asia akan memainkan peran besar… Mandarin akan menjadi bahasa yang sangat bermanfaat untuk mereka,” ujarnya.
“Reaksi positif yang timbul sangat banyak,” ujarnya, sambil menjelaskan bahwa kritik yang ada juga “sangat vokal.”
Salah satu kekhawatiran yang disuarakan oleh para orang tua, misalnya, terkait guru Mandarin. Direkrut melalui program Lembaga Conficius yang didukung pemerintah Tiongkok, guru-guru baru tersebut dikhawatirkan akan memperkenalkan pelajaran komunisme di kelas.
“Itu tidak benar. Tidak ada seperti itu,” ujar Dellemand, seraya menambahkan bahwa para orangtua diundang untuk mengunjungi kelas dan melihat dengan mata kepala sendiri program tersebut.
Lewat rencana itu, lembaga tersebut mengeluarkan biaya dan membayar gaji para guru Mandarin yang dikirim ke Macon, sesuatu yang menurut Dellemand mendorong keputusannya untuk melaksanakan program tersebut.
“Saya tidak akan mampu membiayainya sendiri,” ujarnya. “Alasan mengapa kami tidak pernah menawarkan kelas bahasa lain pada tingkat dasar adalah karena kami tidak mampu membiayainya.”
Meski demikian, sang pengawas mengatakan program Mandarin tersebut mempersembahkan murid-murid di distrik tersebut “kesempatan seumur hidup.” (VOA/Ira Mellman)