Melalui situs webnya, Global Ikhwan Services and Business Holdings (GISB) mengklaim sebagai perusahaan konglomerat Malaysia yang menerapkan gaya hidup Islami sesuai ajaran Nabi Muhammad. Ironisnya, GISB baru-baru ini menjadi sorotan setelah penyelamatan ratusan anak yang diduga menjadi korban pelecehan seksual di panti-panti sosial yang dikelola oleh GISB.
Jika ditarik mundur, perusahaan tersebut sejatinya berakar pada sekte keagamaan yang telah dilarang pemerintah sejak tiga dekade lalu.
GISB mengakui keterkaitannya dengan sekte Al-Arqam, yang dilarang pada 1994, dan menyebut almarhum ustaz Ashaari Muhammad sebagai pendirinya. Namun, GISB berupaya untuk menjaga jarak dari praktik dan ajaran sekte tersebut yang dianggap sesat oleh pemerintah.
GISB menyatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas pengelolaan rumah-rumah amal tersebut dan menolak semua tuduhan pelecehan. Namun, dalam sebuah video di Facebook, CEO GISB mengakui adanya pelanggaran hukum, meskipun tidak menjelaskan secara detil. GISB juga mengakui terjadinya kasus 'satu atau dua' kasus sodomi di panti asuhan itu.
Pada 2011, GISB menjadi sorotan publik karena pandangan kontroversialnya terkait seks dan pernikahan, termasuk mempromosikan keluarga poligami dan mendirikan Klub Istri yang Patuh. Kelompok tersebut menyerukan para istri untuk tunduk sepenuhnya kepada suami mereka, bahkan menggunakan istilah "seperti pelacur" untuk menggambarkan kepatuhan tersebut.
Penggerebekan polisi terhadap sejumlah panti asuhan di dua negara bagian Malaysia pada minggu ini terjadi setelah beberapa pemimpin Islam meminta pemerintah untuk menyelidiki kegiatan GISB.
Abu Hafiz Salleh Hudin, seorang dosen Islam di Universitas Islam Internasional Malaysia, mengatakan bahwa ia mengetahui adanya laporan yang dibuat kepada Departemen Pengembangan Islam (Jakim) Malaysia tentang eksploitasi pekerja dan ajaran menyimpang di GISB sejak satu dekade lalu.
"Mereka akan menekankan bahwa mereka dieksploitasi, dan mereka tidak dibayar untuk pekerjaan tersebut," katanya kepada Reuters, mengutip laporan yang dibuat oleh mantan anggota GISB.
Para mantan anggota tersebut juga berpegang teguh pada ajaran dan keyakinan Al-Arqam, imbuh Abu Hafiz.
BACA JUGA: 400 Anak Korban Dugaan Pelecehan Seksual di Panti Asuhan DiselamatkanPolisi menyatakan sedang menyelidiki dugaan lain, termasuk pencucian uang. Pihak berwenang berencana untuk memeriksa madrasah-madrasah yang dikelola oleh GISB. Departemen Pengembangan Islam juga akan menyusun laporan mengenai ajaran menyimpang yang melibatkan perusahaan tersebut untuk disampaikan kepada kabinet.
Polisi mengungkapkan bahwa sebagian besar anak-anak yang berhasil diselamatkan dari rumah-rumah di dua negara bagian Malaysia merupakan anak-anak anggota GISB.
Banyak korban yang menunjukkan tanda-tanda pernah dilecehkan, ditelantarkan, dan beberapa juga mengalami trauma emosional, sementara 13 di antaranya dilaporkan menjadi korban sodomi, kata pejabat pada Jumat (13/9).
Bersembunyi di Balik Legitimasi
Warga Bukit Beruntung, tempat pihak berwenang dan penduduk setempat melakukan penggerebekan beberapa panti asuhan, mengungkapkan keterkejutan mereka terhadap tuduhan pelecehan tersebut.
"Jika itu benar, hal itu sungguh mengkhawatirkan," kata Mohd Khair Syafie, imam sebuah surau, atau balai doa Muslim, di kota itu, sekitar 50 km di luar ibu kota.
Ashaari Muhammad mendirikan gerakan Al-Arqam pada 1968, yang awalnya fokus pada pembahasan isu-isu keagamaan.
Pada 1980-an, kelompok itu dilarang oleh otoritas agama Malaysia karena dianggap sebagai ajaran menyimpang. Para pengikut yang mencapai puluhan ribu meyakini Ashaari memiliki kekuatan supranatural dan bahkan dapat menunda kematian.
Ashaari, yang memiliki lima istri dan 37 anak, mendekam di penjara selama dua tahun pada 1990-an dan meninggal pada 2010.
Pada 2006, pemerintah Malaysia melarang Rufaqa Corp, sebuah perusahaan lain yang didirikan oleh Ashaari, karena dianggap sebagai upaya untuk menghidupkan kembali Al-Arqam. Seorang pejabat Rufaqa saat itu membantah bahwa perusahaan tersebut memiliki agenda lain selain menyebarkan Islam dan mengembangkan bisnisnya.
BACA JUGA: Pengadilan Tinggi Malaysia Batalkan Beberapa Hukum IslamDalam wawancara dengan harian bisnis The Malaysian Reserve pada Agustus, GISB mengakui telah mengganti nama dari Rufaqa Corp. Perusahaan itu kembali menegaskan bahwa mereka tetap berkomitmen sebagai badan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Munira Mustaffa, Direktur Eksekutif Chasseur Group, sebuah konsultan keamanan, menyatakan bahwa GISB tampaknya menggunakan bisnisnya untuk "menyembunyikan diri di balik tabir legitimasi."
"Tinggal di negara tempat mereka tahu bahwa mereka sedang diawasi, GISB telah berhati-hati untuk menampilkan diri mereka sebagai individu yang berjiwa wirausaha dan pebisnis yang sah," kata Munira.
"Namun, pada saat yang sama, mereka mengikuti pola yang sama seperti komunitas atau aliran isolasionis lainnya." [ah/ft]