Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo dalam diskusi virtual bertajuk Peran Perbankan Dalam pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (29/7) mengatakan sektor usaha mikro, kecil dan menengah lebih rentan dalam menghadapi Covid-19. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), tambahnya, mengalami penurunan pendapatan lebih besar ketimbang segmen korporasi.
Besarnya risiko pailit pada usaha mikro, membuat segmen usaha mikro mengalami dampak penurunan pendapatan terbesar. Kartika merujuk pada survei McKensey, dengan mengatakan dampak Covid-19 ini terkait dari sisi pasokan dan permintaan serta adanya pembatasan pergerakan.
BACA JUGA: Jokowi Kecewa Stimulus Penanganan Covid-19 Baru Terserap 19 PersenPerubahan perilaku nasabah di masa pandemi Covid-19, ujarnya, akan menyebabkan penurunan pendapatan pada segmen ritel perbankan, yang kemudian akan memaksa perbankan melakukan digitalisasi.
"Memang usaha menengah, kecil, dan mikro ini berdampak signifikan karena mereka tidak bisa berusaha. Dan itu terasa sekali mulai bulan Februari, Maret, April, Mei, Juni itu, di mana penutupan pasar-pasar, penutupan mal berdampak sangat serius pada kemampuan pengusaha-pengusaha kecil dan mikro untuk berusaha dan langsung berdampak kepada kemampuan mereka untuk melakukan pembayaran pokok (utang) maupun bunganya kepada perbankan," kata Kartika.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons hal itu dengan memberikan relaksasi kepada perbankan agar bisa melakukan restrukturisasi, yakni memberikan penundaan untuk pembayaran pokok utang maupun bunga atau penurunan suku bunga yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Pemerintah menerapkan empat cara, yakni program subsidi bunga untuk usaha ultra mikro serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), program penempatan dana untuk menjamin likuiditas perbankan yang akan disalurkan ke sektor riil, program penjaminan kredit modal kerja bagi UMKM, dan program pemberian modal kerja kepada korporasi khususnya di sektor padat karya.
BACA JUGA: Survei Indikator: Mayoritas Pelaku Usaha Menilai Ekonomi Nasional BurukKartika mengungkapkan hingga 30 Juni 2020, Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) telah melakukan restrukturisasi atas 3,77 juta debitur dengan nilai utang sampai Rp 441 triliun. Restrukturisasi ini memiliki dua makna, yaitu Himbara secara agresif memberikan kelonggaran agar para pelaku usaha bisa selamat dalam situasi pandemi Covid-19.
Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar mengatakan pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 607,65 triiun untuk program pemulihan ekonomi nasional. Dana tersebut untuk perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 triliun, sektoral (Rp 106,11 triliun), UMKM (Rp 123,46 triliun), pembiayaan korporasi (Rp 53,5 triliun), dan insentif usaha (Rp 120,61 triliun).
Royke menegaskan sektor perbankan sangat mendukung pemerintah untuk memulihkan ekonomi nasional. Royke mencontohkan Bank Mandiri yang telah merealisasikan penyaluran dana pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 16,2 triliun dari target Rp 21,4 triliun kepada 27.854 nasabah.
"Yang cukup masif yang sudah kita lakukan lebih dahulu dari bulan April adalah restrukturisasi (kredit terdampak Covid-19). Kami ada 538 ribu (538.376) nasabah dengan jumlah sampai saat ini adalah Rp 118 triliun (Rp 118,4 riliun). Bentuk restrukturisasi penundaan pembayaran cicilan (utang) maupun bunga," ujar Royke.
Bank Mandiri juga memberikan subsidi bunga bagi pelaku UMKM dengan potensi jumlahnya Rp 51,55 miliar, serta menyalurkan bantuan sebesar Rp 284 miliar kepada 486.103 keluarga. Bank plat merah ini juga memberikan bantuan sembako senilai Rp 2,56 triliun kepada 2.886.772 keluarga.
Dari dana pemerintah sebesar Rp 10 triliun, Royke mengatakan Bank Mandiri akan berusaha menyalurkan sekitar Rp 30 triliun sampai akhir September, dengan alokasi korporasi (Rp 9,1 triliun), kredit usaha rakyat dan kredit usaha menengah (Rp 9 triliun), usaha kecil dan menengah (Rp 7,88 triliun), komersial (Rp 6,41 triliun), dan kredit mikro (Rp 1 triliun).
Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso mengungkapkan yang paling terdampak dari pandemi Covid-19 adalah sektor UMKM. Dia mengakui perbankan di Indonesia belum terbiasa merestrukturisasi utang sektor UMKM dan lebih sering merestrukturisasi kredit korporasi.
Hingga 20 Juli, lanjut Sunarso, BRI sudah merestrukturisasi 2.880.587 debitur dengan nilai kredit Rp 179,17 triliun. Jumlah tersebut meliputi 1.368.713 debitur sektor mikro dengan nilai kredit Rp 64,03 triliun, 1.370.671 debitur sektor KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan nilai kredit Rp 24,39 triliun, 99.588 debitur sektor ritel dengan nilai kredit Rp 74,01 triliun, 41.521 debitur sektor konsumsi dengan nilai kredit Rp 10,27 triliun, dan 134 debitur sektor menengah serta korporasi dengan nilai kredit Rp 6,46 triliun.
BACA JUGA: Jokowi Gelontorkan Bantuan Rp1 Triliun untuk Koperasi“Ternyata puncak restrukturisasi tu terjadi di bulan April kalau dari sisi portofolio, mencapai Rp 86 triliun. Kemudian dari jumlah nasabahnya, tertinggi kita melakukan restrukturisasi di bulan Mei dan alhamdulillah bulan Juni kecenderungan jumlah nasabah yang minta restrukturisasi menurun dan di bulan Juli makin menurun lagi," tutur Sunarso.
Artinya, lanjut Sunarso, ada tanda-tanda baik karena krisis ini membuat orang tetap makan, mengkonsumsi barang dan jasa tetapi dalam keadaan tidak bekerja. [fw/em]