Selandia Baru Teken Perjanjian Luar Angkasa dengan NASA

  • Associated Press

Osprey betina dan salah satu dari tiga anaknya terlihat dengan latar belakang logo NASA di Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Fla. Selandia Baru mengumumkan Selasa, 1 Juni 2021, sebagai negara terbaru yang menandatangani perjanjian luar angkasa denga

Selandia Baru, Selasa (1/6), mengumumkan telah menjadi negara terbaru yang menandatangani perjanjian luar angkasa dengan NASA, seiring dimulainya industri antariksa negara itu.

Selandia Baru menjadi negara kesebelas yang menandatangani Perjanjian Artemis, sebuah cetak biru untuk kerja sama luar angkasa dan mendukung rencana NASA untuk kembali mengirim manusia ke bulan pada 2024 dan meluncurkan misi bersejarah manusia ke Mars.

Menteri Luar Negeri Nanaia Mahuta mengatakan Selandia Baru adalah salah satu dari sedikit negara yang mampu meluncurkan roket ke luar angkasa.

“Selandia Baru berkomitmen untuk memastikan fase lanjutan dari eksplorasi luar angkasa yang dilakukan secara aman, berkelanjutan dan transparan, dan sesuai dengan hukum internasional," kata Mahuta.

BACA JUGA: Puing-puing Roket China Jatuh di Samudra Hindia, Tuai Kritik dari NASA

Selandia Baru mengatakan secara khusus mereka tertarik untuk memastikan bahwa mineral dari Bulan atau mana pun dari luar angkasa dapat digunakan dalam jangka panjang.

Rocket Lab -perusahaan berbasis di California, dengan spesialisasi menempatkan satelit kecil ke orbit luar angkasa - mencetak sejarah di Selandia Baru empat tahun lalu saat perusahaan itu meluncurkan roket uji coba ke luar angkasa dari wilayah terpencil Mahia Peninsula. Rocket Lab. Rocket Lab memulai peluncuran komersial pada 2018.

Pendiri Rocket Lab Peter Beck, kelahiran Selandia Baru, mengatakan penandatanganan kesepakatan ini merupakan perjanjian atas peran Selandia Baru yang makin berkembang dalam industri antariksa dan membuka pintu bagi kesempatan kerjasama dan misi dengan NASA.

Selain itu, Selandia Baru akan segera membuka tempat peluncuran baru kedua. Pemerintah telah mengumumkan, Selasa (2/6), bahwa mereka bermitra dengan penduduk asli Maori untuk membeli lahan di daerah Canterbury untuk membangun tempat peluncuran ruang angkasa.

BACA JUGA: Penjelajah NASA di Mars Buat Oksigennya Sendiri

Industri antariksa Selandia Baru diperkirakan bernilai 1,7 milar dollar Selandia Baru atau setara dengan sekitar Rp17,1 triliun. Pabrik luar angkasa menghasilkan sekitar 250 juta dolar Selandia Baru dalam setahun.

Administrator NASA Bill Nelson mengatakan dalam sebuah surat pernyataan bahwa Selandia Baru adalah satu dari tujuh negara yang ikut membantu membuat prinsip dasar dalam kesepakatan tersebut dan Ia gembira negara itu ikut menandatanganinya.

“Luar angkasa kini semakin ramai,” kata Kevin Covert, pelaksana tugas Duta Besar Amerika Serikat untuk Selandia Baru. “Seiring makin banyaknya negara-negara yang ikut serta dalam industri antariksa, melalui stasiun penelitian, satelit, atau peluncuran roket, perjanjian ini menjadi dasar untuk menciptakan lingkungan yang aman dan transparan yang menginspirasi kegiatan eksplorasi, ilmu pengetahuan, dan komersial.

Negara-negara lain yang ikut menandatangani perjanjian itu adalah Amerika Serikat, Australia, Inggris, Kanada, Italia, Jepang, Luksemburg, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, dan Ukraina. Brazil juga telah mengungkapkan keinginannya untuk menandatangani. [er/ah]