Ron Klain, seorang pembantu utama Biden, mengatakan pada Minggu (22/11) bahwa Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden, berencana menunjuk anggota pertama Kabinetnya pada Selasa (24/22).
Rencana itu tetap dilakukan, meski Presiden Donald Trump mendesak Partai Republik agar membantunya dalam upaya hukum jangka panjang untuk membatalkan kekalahannya dalam pemilihan presiden.
Dalam wawancara untuk acara "This Week" di stasiun televisi ABC, Klain, yang akan menjabat kepala staf Gedung Putih dalam pemerintahan Biden, menolak mengatakan siapa yang akan ditunjuk Biden sebagai menteri tertentu. Namun, Biden mengatakan pekan lalu bahwa ia telah menetapkan siapa yang akan menjadi menteri keuangan dan bahwa pilihannya akan menarik "semua elemen Partai Demokrat, progresif sampai koalisi moderat."
Meski demikian, Joe Biden diperkirakan akan mengumumkan nama-nama pertama anggota kabinetnya pada hari Selasa (24/11), yang kabarnya akan mencakup mantan deputi menteri luar negeri Antony Blinken sebagai pilihannya untuk memimpin Departemen Luar Negeri.
Blinken memiliki hubungan dekat dengan Biden setelah menjabat berbagai peran dalam bidang keamanan nasional tingkat tinggi sewaktu Biden menjadi wakil presiden semasa pemerintahan Barack Obama. Perkiraan nominasinya dilaporkan oleh berbagai media berita pada Minggu (22/11) malam.
Juga di antara yang diperkirakan menjadi pilihan anggota kabinetnya adalah Linda Thomas-Greenfield, mantan asisten menteri luar negeri urusan Afrika, sebagai calon Biden untuk menjadi duta besar AS bagi PBB, dan Jake Sullivan sebagai penasihat keamanan nasional Biden.
Sementara Biden bersiap menjabat presiden ke-46 dan dilantik pada 20 Januari, Trump menolak menyerah.
Pada Minggu (22/11), ia mengatakan kepada pengikutnya di Twitter, "Kita akan temukan sejumlah besar surat suara palsu. Ayo Partai Republik, berjuang keras." Namun, perjuangan hukum Trump sejauh ini tidak berhasil.
Tim kampanyenya kalah atau membatalkan 34 tuntutan hukum yang mengklaim pemungutan dan penghitungan suara di negara-negara bagian penting dicurangi.
Biden diproyeksikan menang dengan meraih suara elektoral 306, sedangkan Trump, 232. Ia juga meraih suara populer nasional, lebih enam juta suara lebih banyak daripada yang diperoleh Trump. Suara elektoral menentukan hasil pemilihan presiden AS, bukan jumlah suara yang diraih.
Tim hukum Trump pada hari Minggu (22/11) kembali mengajukan banding setelah kekalahan terakhirnya dalam menggugat pemilu pada Sabtu (21/11) malam di Pennsylvania. Biden meraih 20 suara elektoral dari negara bagian itu dengan keunggulan 81 ribu suara.
Hakim Distrik Matthew Brann menyatakan kampanye Trump mengajukan "argumen hukum tanpa alasan dan tuduhan spekulatif" dalam upaya membuang jutaan suara dan mengalihkan suara elektoral negara bagian kepada Trump.
BACA JUGA: Biden akan Angkat Blinken Sebagai Menteri Luar Negeri“Di Amerika Serikat, ini tidak dapat menjustifikasi pencabutan hak suara seorang pemilih, apalagi semua pemilih di negara berpenduduk terbanyak keenam,” tulis Brann.
Setelah putusan Brann diumumkan, seorang pendukung utama Trump di negara bagian itu, Senator Pat Toomey, mendesak presiden agar menerima kekalahan dalam pemilu.
“Presiden Trump telah menggunakan seluruh opsi hukum untuk menantang hasil pemilihan presiden di Pennsylvania,” kata Toomey. “Saya menyampaikan ucapan selamat kepada presiden terpilih Biden dan wakil presiden terpilih Kamala Harris atas kemenangan mereka. Mereka berdua adalah abdi masyarakat yang berdedikasi dan saya akan berdoa untuk mereka dan untuk negara kita.”
Penasihat Trump lainnya, mantan gubernur New Jersey Chris Christie, mengatakan dalam acara televisi ABC This Week, “Perilaku tim hukum presiden merupakan hal memalukan nasional.”
Christie mengatakan Trump harus mengaku kalah dan bahwa para anggota partai Republik seharusnya berfokus untuk memenangkan pemilihan dua kursi Senat dari negara bagian Georgia pada awal Januari, yang akan menentukan apakah partai Demokrat atau Republik yang menguasai Senat untuk masa dua tahun mendatang. [ka/lt/uh/ab]