Turki mengalami peningkatan tajam sekolah berbasis agama di bawah program reformasi yang menurut Presiden Tayyip Erdogan merupakan pertahanan melawan kerusakan moral, namun pihak oposisi melihatnya sebagai dorongan yang tidak diinginkan untuk membentuk negara itu menjadi lebih Islami.
Hampir sejuta murid terdaftar di sekolah-sekolah "imam khatib" tahun ini, naik dari hanya 65.000 pada 2002 ketika Partai AK berbasis Islam yang berafiliasi dengan Erdogan berkuasa, ujarnya pada pembukaan salah satu sekolah di Ankara bulan lalu.
Sekolah-sekolah itu memisahkan anak-anak perempuan dan laki-laki, dan dalam seminggu ada 13 jam pelajaran tentang Islam per minggu di luar kurikulum umum, termasuk pelajaran Bahasa Arab, Quran dan kisah hidup Nabi Muhammad.
"Ketika tidak ada pendidikan budaya dan moral agama, masalah-masalah sosial yang serius seperti ketergantungan narkoba dan rasialisme mengisi kekosongan itu," ujar Erdogan dalam simposium kebijakan obat dan kesehatan publik tahun ini.
Namun dorongan untuk menciptakan lebih banyak pelajaran dan sekolah agama mengundang protes dari para orangtua yang menginginkan pendidikan sekuler untuk anak-anak mereka.
"Kami menolak tata kelola pendidikan dengan aturan agama," ujar Ilknur Birol, juru bicara inisiatif "Jangan Sentuh Sekolah Saya", kelompok yang memayungi para orangtua yang marah itu.
"Sistem ini tidak berakar pada anak muda dengan perspektif maju yang dicerahkan oleh ilmu pengetahuan, namun pada generasi yang menghargai kepatuhan."
Filiz Gurlu, orangtua murid di sekolah Kadir Rezan Has di Istanbul tempat salah satu gedungnya diubah menjadi fasilitas-fasilitas imam khatib, mengatakan murid-murid sekolah dasar sekarang berdesak-desakan di satu gedung.
"Perpustakaan, laboratorium, komputer dan ruang musik sekarang ada di gedung yang diambil alih, sehingga anak-anak tidak lagi memiliki akses," ujarnya.
"Beberapa kelas tidak memiliki ruang yang cukup. Ini langkah yang tidak terencana, anak-anak tidak bisa beradaptasi begitu saja."
Huseyin Korkut, kepala asosiasi alumni imam khatib, mengetakan ada permintaan besar atas sekolah imam khatib, namun klaimnya hanya berdasarkan survei-survei di tiga wilayah, provinsi-provinsi Kayseri, Konya dan Erzurum yang konservatif.
Ia mengatakan asosiasnya telah mendesak pemerintah untuk melakukan survei di seluruh negeri.
"Perubahan-perubahan jenis-jenis sekolah ditentukan oleh pemerintah lokal secara sewenang-wenang," ujar Isik Tuzun, koordinator Reformasi Pendidikan, sebuah lembaga pemikiran di Sabanci University di Istanbul. "Hal ini dilakukan dengan tergesa-gesa."
Menteri Pendidikan Nabi Avci mengatakan pada November bahwa permintaan akan sekolah-sekolah imam khatib meningkat pada tahun ajaran sekarang dan yang lalu.
Meski beberapa langkah Erdogan telah membuat marah oposisi, reformasi-reformasi yang lebih luas dalam dekade terakhir telah meningkatkan jumlah guru dan menaikkan tahun wajib belajar.
Andreas Schleicher, ahli pendidikan di Organisasi Kerjasam dan Pembangunan Ekonomi (OECD), mengatakan hasilnya adalah perbaikan nilai ujian bagi murid-murid berusia 15 tahun dalam 10 tahun sampai 2012, meski basisnya masih rendah.
"Turki masih menghadapi jalan panjang untuk mengejar ketertinggalannya dalam pendidikan. Tapi jika dilihat dari jumlah perubahan yang telah terjadi, baik mengenai pendidikan dan persamaan, hal itu masih luar biasa," ujarnya. (Reuters)