Semakin Sedikit Orang Amerika Percaya Berita; Mengapa?

Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre menunjuk reporter saat Presiden Joe Biden hadir secara tiba-tiba untuk menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers di Gedung Putih, Washington, pada 4 Oktober 2024. (Foto: AP/Susan Walsh)

Jajak pendapat menunjukkan bahwa kepercayaan warga Amerika Serikat terhadap laporan berita berada pada titik terendah sepanjang masa. Meskipun penurunan ini memiliki banyak penyebab, hal tersebut mencerminkan perubahan lanskap media dan nilai-nilai yang dianut oleh konsumen media.

Menurut jajak pendapat yang dilakukan Pew Research Center, selama hampir 250 tahun sejak prinsip ini diabadikan dalam Konstitusi AS, mayoritas warga AS masih setuju bahwa pers yang bebas sangat penting bagi masyarakat yang demokratis. Namun, bagaimana perasaan mereka terhadap pers yang ada saat ini adalah masalah yang berbeda.

Jajak pendapat yang sama menunjukkan bahwa hanya sepertiga warga AS yang percaya bahwa media di negara ini benar-benar mampu melaporkan berita secara objektif. Jajak pendapat Gallup pada bulan September lalu mengungkapkan bahwa kepercayaan orang Amerika secara keseluruhan terhadap media massa telah menurun ke titik terendah sepanjang masa, yaitu 32%.

Sebagian besar narasi tentang menurunnya kepercayaan terhadap media dibentuk oleh keberpihakan politik. Terakhir kali Amerika Serikat mengalami tingkat kepercayaan media yang begitu rendah adalah pada tahun 2016, ketika Donald Trump memperkuat keluhan konservatif yang sudah berlangsung lama tentang bias media liberal dengan menyebut liputan kritis terhadap kampanye kepresidenannya sebagai “berita palsu.”

BACA JUGA: Pilpres Amerika Serikat Semakin Dekat, Media Fokus Menjaga Keamanan Diri

Oleh karena itu, orang-orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai pendukung Partai Republik melaporkan lebih sedikit kepercayaan terhadap media, mencapai angka terendah 11% dibandingkan dengan 58% untuk pendukung Partai Demokrat.

Namun, tren partisan tidak menangkap gambaran keseluruhan. Meski perbedaan partisan dalam kepercayaan media secara signifikan melebar selama masa kepresidenan George W. Bush dari Partai Republik, kepercayaan secara keseluruhan terhadap institusi media telah menurun untuk pendukung kedua partai, dan pemilih independen, sejak Gallup pertama kali mulai melacaknya pada tahun 1970-an.

Munculnya jaringan berita kabel partisan pada tahun 1990-an dan berita digital, bersama dengan media sosial pada tahun 2000-an, telah mencerminkan dan memperburuk tren ini.

Ketidakpuasan terhadap bias yang dirasakan dalam peliputan konflik seperti Perang Irak atau invasi Israel ke Gaza juga telah mengurangi kepercayaan terhadap sumber-sumber berita tradisional di kalangan orang Amerika yang berhaluan kiri, dan sering kali mendorong mereka untuk mencari sumber-sumber alternatif yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Ketika warga Amerika kehilangan kepercayaan terhadap media tradisional, mereka juga kurang terlibat dengan media tersebut. Sementara lebih dari separuh orang dewasa di AS sekarang melaporkan mendapatkan berita dari media sosial, baik jumlah pemirsa maupun pendapatan iklan telah menyusut untuk surat kabar dan berita TV.

Faktanya, bagian dari cerita di balik menurunnya kepercayaan terhadap media adalah bahwa orang Amerika di seluruh spektrum politik menjadi kurang tertarik pada berita secara keseluruhan. Hampir dua pertiga orang Amerika mengalami kelelahan berita, sementara hanya 38% yang melaporkan bahwa mereka mengikuti berita dengan seksama, dibandingkan dengan 51% pada tahun 2016.

BACA JUGA: Chad Perketat Kontrol Media Jelang Pemilu 

Apakah orang Amerika menginginkan jurnalisme independen?

Hilangnya kepercayaan dan minat terhadap media berita secara simultan telah memunculkan pertanyaan di luar tuduhan sederhana tentang bias partisan. Meskipun kritik terhadap media sering kali berfokus pada apakah prinsip-prinsip inti jurnalisme independen ditegakkan, prinsip-prinsip itu sendiri mungkin tidak populer.

Sebuah studi baru-baru oleh Media Insight Project menemukan bahwa nilai-nilai jurnalistik yang umum, seperti memperkuat suara-suara yang terpinggirkan, meminta pertanggungjawaban kekuasaan, atau meningkatkan transparansi publik, tidak mendapat dukungan mayoritas.

Faktanya, nilai-nilai tersebut mungkin tidak menjadi bagian integral dari jurnalisme seperti yang umumnya diyakini. Seperti yang ditulis oleh profesor jurnalisme dari Columbia University, Michael Schudson, gagasan modern tentang jurnalisme sebagai kekuatan investigasi independen dan pengecekan terhadap kekuasaan pemerintah merupakan perkembangan yang cukup baru.

Di tengah perubahan sosial, politik, dan teknologi yang cepat saat ini, peran yang diharapkan dari jurnalisme di masyarakat mungkin sekali lagi bergeser. [th/ka]