Rektor Columbia University berada di bawah tekanan baru setelah panel pengawas kampus secara tegas mengkritik pemerintahannya karena menindak protes pro-Palestina di universitas Ivy League tersebut.
Presiden Nemat Minouche Shafik telah mendapat kritik dari banyak mahasiswa, dosen, dan pengamat luar karena memanggil polisi New York untuk membongkar tenda-tenda yang didirikan di kampus oleh para demonstran yang menentang perang Israel melawan Hamas di Gaza.
Setelah pertemuan selama dua jam pada Jumat (26/4), Senat Columbia University mengesahkan resolusi yang menyatakan bahwa manajemen Shafik telah mengganggu kebebasan akademik dan mengabaikan hak privasi serta proses hukum mahasiswa dan anggota fakultas dengan memanggil polisi dan membubarkan protes.
“Keputusan tersebut… menimbulkan kekhawatiran serius mengenai penghormatan pemerintah terhadap tata kelola bersama dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan di universitas,” katanya.
Senat, yang sebagian besar terdiri dari dosen dan staf lain ditambah beberapa mahasiswa, tidak menyebut nama Shafik dalam resolusinya dan menghindari kata-kata kecaman yang lebih keras.
Resolusi tersebut membentuk satuan tugas yang dikatakan akan memantau “tindakan korektif” yang diminta senat kepada pemerintah untuk menangani protes.
Tidak ada tanggapan langsung dari Shafik terhadap resolusi tersebut. Meskipun Shafik merupakan anggota senat, ia tidak hadir dalam pertemuan pada Jumat. Juru bicara Columbia, Ben Chang, menyatakan bahwa pemerintah memiliki tujuan yang sama dengan senat, yaitu untuk mengembalikan ketenangan di kampus, dan berkomitmen untuk "dialog berkelanjutan."
Polisi menangkap lebih dari 100 orang di kampus Columbia pada minggu lalu dan menggeser tenda dari halaman utama kampus di Manhattan. Namun, para pengunjuk rasa mendirikan tenda kembali, membatasi opsi Columbia dalam menangani perkemahan tersebut.
BACA JUGA: Columbia University Urungkan Tenggat Bongkar Kamp Protes Pro-PalestinaSejak itu, ratusan pengunjuk rasa ditangkap di sekolah-sekolah dari California hingga Boston ketika para siswa mendirikan kamp serupa dengan yang ada di Columbia. Mereka menuntut agar sekolah mereka melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dengan militer Israel.
Pada Jumat setidaknya 40 pengunjuk rasa ditangkap di Denver di Kampus Auraria, sebuah institusi yang dimiliki oleh Universitas Colorado Denver, Universitas Negeri Metropolitan Denver dan Community College of Denver, menurut siaran pers dari sekolah tersebut.
Protes yang mendukung aksi Israel telah menyebar ke luar negeri. Di universitas bergengsi Sciences Po di Paris, pengunjuk rasa pro-Israel datang untuk menantang mahasiswa pro-Palestina yang menduduki gedung tersebut pada Jumat. Polisi kemudian turun tangan untuk memisahkan kedua belah pihak.
Hanya beberapa blok dari Gedung Putih, sekitar 200 pengunjuk rasa di Universitas George Washington masih berkumpul untuk hari kedua pada hari Jumat. Pihak sekolah mengatakan siswa tidak mengikuti instruksi untuk meninggalkan tempat tersebut, sehingga beberapa di antara mereka didiskors dan dilarang masuk kampus untuk sementara waktu.
BACA JUGA: Demonstrasi di Kampus AS Meluas, Ketua DPR Desak Rektor MundurGedung Putih membela kebebasan berpendapat di kampus, tetapi Presiden Partai Demokrat Joe Biden mengecam “protes antisemit” minggu ini dan menekankan bahwa kampus harus aman.
Beberapa anggota Partai Republik di Kongres menuduh Shafik dan administrator universitas lainnya terlalu lunak terhadap pengunjuk rasa dan membiarkan mahasiswa Yahudi dilecehkan di kampus mereka.
Bentrokan di Texas
Sementara itu rektor Texas University di Austin, Jay Hartzell, dihadapkan pada reaksi serupa dari fakultas pada Jumat, hanya dua hari setelah ia bergabung dengan Gubernur Partai Republik Greg Abbott dalam meminta bantuan polisi untuk membubarkan protes pro-Palestina.
Puluhan pengunjuk rasa ditangkap, tetapi dakwaan mereka dibatalkan karena pihak berwenang tidak memiliki dasar yang memadai – atau alasan yang beralasan – untuk melakukan penangkapan, menurut kantor Kejaksaan Travis County.
Hampir 200 anggota fakultas universitas menandatangani surat yang menyatakan tidak percaya terhadap Hartzell karena dia "tidak perlu mengancam keselamatan mahasiswa, staf, dan dosen" ketika polisi dengan perlengkapan anti huru-hara dan kuda-kuda bergerak melawan para pengunjuk rasa.
Bentrokan di Texas merupakan salah satu dari sejumlah insiden bentrokan minggu ini antara pengunjuk rasa dan polisi yang dipanggil oleh pimpinan universitas. Pimpinan universitas tersebut menyatakan bahwa protes tersebut membahayakan keselamatan mahasiswa dan terkadang menyebabkan mahasiswa Yahudi menjadi sasaran antisemitisme dan pelecehan.
Kelompok hak-hak sipil mengutuk penangkapan tersebut dan mendesak pihak berwenang untuk menghormati hak kebebasan berpendapat. [ah/ft]