Senegal bergabung dengan masyarakat internasional mengecam hukuman mati Gambia atas sembilan narapindana, dua di antaranya warga Senegal.
Puluhan orang memadati jalan sempit di depan Kedutaan Besar Gambia di pusat kota Dakar hari Kamis memrotes hukuman mati yang dilakukan baru-baru ini. Pesan mereka: Presiden Gambia Yahya Jammeh adalah pembunuh.
Aktivis HAM Senegal, Alioune Tine, memimpin massa demonstran yang berani.
Tine mengimbau masyarakat internasional agar segera bertindak menentang Presiden Jammeh, yang disebutnya diktator, sebelum terlambat. Jika tidak, katanya, semua narapidana yang menunggu hukuman mati akan dieksekusi dan dikubur di pemakaman massal seperti yang dilakukan sebelumnya terhadap sembilan narapidana.
Majelis Pembela HAM Afrika yang pimpin Tine mengorganisir demonstrasi bersama Amnesty Internasional untuk campur tangan atas nama 39 narapidana lainnya yang akan dihukum mati yang dinyatakan Presiden Jammeh akan dilakukan pada pertengahan September.
Presiden Senegal Macky Sall memanggil Duta Besar Gambia hari Rabu mengecam hukuman mati itu. Presiden Sall katanya menuntut penjelasan mengapa Senegal tidak diberitahu mengenai pelaksanaan hukuman mati atas warga negaranya.
Warga Senegal Seynabou Wade ikut berdemonstrasi hari Kamis untuk menunjukkan kesetiakawanan dengan dua narapidana Senegal yang sudah dihukum mati dan satu warga Senegal yang sedang menunggu pelaksanaan hukuman mati.
Wade mengatakan, sejak berkuasa, Presiden Jammeh tidak pernah berhenti memancing kemarahan Senegal. Ia mengatakan, sudah cukup, khususnya sekarang ketika ia mulai membunuhi warga Senegal.
Eman belas tahun kekuasaan Presiden Jammeh diwarnai oleh laporan-laporan pelanggaran HAM, termasuk penyiksaan, serangan terhadap wartawan, dan ancaman terhadap kaum homoseksual.
Sherif Bojang adalah warga Gambia yang tinggal di Dakar yang sepupunya dihukum mati pekan lalu karena terlibat dalam usaha kudeta tahun 1998 untuk menggulingkan Presiden Jameeh.
Ia mengatakan, “Tidak seorang pun memberitahu keluarganya. Sampai sekarang, jasadnya tidak pernah diserahkan kepada keluarganya. Karena ia seorang Muslim, ia seharusnya dikubur sebagai seorang Muslim sesuai dengan aturan agama. Tetapi, mereka menguburkannya di pemakaman massal. Jadi tidak ada yang tahu di mana ia dihukum mati atau dikurburkan; benar-benar tidak menghormatinya sebagai seorang manusia.”
Konstitusi Gambia mebolehkan hukuman mati, tetapi juga harus diungkapkan dan sesuai dengan prosedur yang menurut banyak pihak dalam masyarakat internasional tidak dilakukan.
Aktivis HAM Senegal, Alioune Tine, memimpin massa demonstran yang berani.
Tine mengimbau masyarakat internasional agar segera bertindak menentang Presiden Jammeh, yang disebutnya diktator, sebelum terlambat. Jika tidak, katanya, semua narapidana yang menunggu hukuman mati akan dieksekusi dan dikubur di pemakaman massal seperti yang dilakukan sebelumnya terhadap sembilan narapidana.
Majelis Pembela HAM Afrika yang pimpin Tine mengorganisir demonstrasi bersama Amnesty Internasional untuk campur tangan atas nama 39 narapidana lainnya yang akan dihukum mati yang dinyatakan Presiden Jammeh akan dilakukan pada pertengahan September.
Presiden Senegal Macky Sall memanggil Duta Besar Gambia hari Rabu mengecam hukuman mati itu. Presiden Sall katanya menuntut penjelasan mengapa Senegal tidak diberitahu mengenai pelaksanaan hukuman mati atas warga negaranya.
Warga Senegal Seynabou Wade ikut berdemonstrasi hari Kamis untuk menunjukkan kesetiakawanan dengan dua narapidana Senegal yang sudah dihukum mati dan satu warga Senegal yang sedang menunggu pelaksanaan hukuman mati.
Wade mengatakan, sejak berkuasa, Presiden Jammeh tidak pernah berhenti memancing kemarahan Senegal. Ia mengatakan, sudah cukup, khususnya sekarang ketika ia mulai membunuhi warga Senegal.
Eman belas tahun kekuasaan Presiden Jammeh diwarnai oleh laporan-laporan pelanggaran HAM, termasuk penyiksaan, serangan terhadap wartawan, dan ancaman terhadap kaum homoseksual.
Sherif Bojang adalah warga Gambia yang tinggal di Dakar yang sepupunya dihukum mati pekan lalu karena terlibat dalam usaha kudeta tahun 1998 untuk menggulingkan Presiden Jameeh.
Ia mengatakan, “Tidak seorang pun memberitahu keluarganya. Sampai sekarang, jasadnya tidak pernah diserahkan kepada keluarganya. Karena ia seorang Muslim, ia seharusnya dikubur sebagai seorang Muslim sesuai dengan aturan agama. Tetapi, mereka menguburkannya di pemakaman massal. Jadi tidak ada yang tahu di mana ia dihukum mati atau dikurburkan; benar-benar tidak menghormatinya sebagai seorang manusia.”
Konstitusi Gambia mebolehkan hukuman mati, tetapi juga harus diungkapkan dan sesuai dengan prosedur yang menurut banyak pihak dalam masyarakat internasional tidak dilakukan.