Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan MK tidak memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) karena posisinya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kata Arief, presiden adalah simbol negara yang harus dijunjung tinggi sehingga tidak elok memangil Jokowi untuk menghadiri persidangan.
Meskipun demikian Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi dan Antikorupsi yang terdiri dari aktivis, akademisi dan tokoh demokrasi, HAM, dan antikorupsi meminta MK memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan delapan jajarannya untuk hadir sebagai saksi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Delapan jajaran yang dimaksud adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Lalu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima Tentara Nasional Indonesi (TNI) Agus Subiyanto, hingga Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Budi Gunawan.
Perwakilan Koalisi Masyarakat, Usman Hamid menjelaskan ada sejumlah hal sentral terkait pemanggilan itu. Salah satunya adalah peran Jokowi yang memengaruhi penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Baik itu melalui penyaluran bansos, pengerahan aparat TNI, maupun Polri," ujarnya.
Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai pernyataan hakim MK yang menyebut tidak dapat memanggil Jokowi karena kepala negara justru memberikan fakta bahwa hakim MK itu menyadari bahwa sebenarnya Jokowi penting dihadirkan di persidangan.
“Nah logikanya adalah kalau kemudian MK menganggap Jokowi penting dihadirkan di persidangan kenapa justru tidak dipanggil?. Kalau alasannya presiden adalah kepala negara, ya sudah presiden dipanggil dong dalam kapasitas sebagai kepala pemerintahan, karena penting,” ujar Herdiansyah kepada VOA, Sabtu (7/4).
BACA JUGA: 4 Menteri Bantah Klaim Anies dan Ganjar Soal Penyalahgunaan BansosKehadiran Jokowi ini kata Herdiansyah penting untuk mengkonfirmasi bahwa ‘lalu lintas” pemberian bantuan sosial (bansos) itu memang ada kaitannya dengan “politik electoral”. Menurutnyam jika Jokowi merasa tidak ada masalah dengan hal itu, dia hadir saja. Saat ini lanjutnya, semua tergantung hakim Mahkamah Konstitusi.
“Penting menghadirkan Jokowi karena memang saya menyakini betul. Mustahil Jokowi tidak memahami keputusan pemberian bansos itu. Itu kan disebutkan Sri Mulyani (menkeu) bahwa keputusan pemberian bansos, itu diputuskan di rapat terbatas artinya Jokowi tahu. Yang kedua, penting untuk mengklarifikasi sejauh mana peran presiden dalam pemberian bansos itu. Apakah ada perintah ada permintaan dan sebagainya. Itu kan diakui oleh Risma (Menteri Sosial Tri Rismaharini). Dia tidak berani mengusulkan, kalau begitu siapa yang mengusulkan? Itu kan harus diklarifikasi,”ungkapnya.
Herdiansyah menambahkan bahwa kehadiran presiden akan memastikan dan memperjelas persoalan apakah bansos punya irisan dengan kepentingan elektoral atau tidak.
Apalagi, katanya, Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam sidang di MK juga menyatakan bansos hanya disalurkan lewat transfer bank atau pos, bukan berupa barang seperti beras. Penyaluran bansos menjelang Pemilu tidak sesuai dengan portofolio Kementerian Sosial sebagai leading sector penyaluran bansos. Hal ini kata Herdiansyah juga harus dibuktikan dan dijelaskan.
Feri Amsari, pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas mengatakan Jokowi adalah orang yang dinilai bertanggung jawab atas kerja para menteri yang menyalurkan bansos selama masa kampanye. Menurutnya, Jokowi memiliki kepentingan karena anaknya menjadi kandidat pemilihan presiden pada 14 Februari 2024.
“Tentu karena yang dituduh Presiden, para menteri hanyalah orang yang ikut terlibat dan bertanggung jawab kepada presiden. Dan yang bertanggung jawab adalah presiden, menurut pasal 3 UU Kementerian Negara. Oleh karena itu, presidenlah yang harusnya memberikan keterangan sebagai orang yang dituding dan ini hak yang diberikan kepada presiden untuk membela dirinya,” kata Feri.
Jika Presiden Jokowi tidak dipanggil terkait perihal ini, lanjut Feri, akan mendorong pihak-pihak yang dituduh untuk memilih tidak hadir dan membela dirinya.
“Tidak dipertanyakan lebih jauh kenapa semua ini berkaitan dengan pencalonan dan kemenangan anaknya. Kenapa arahnya ke sana semua ya dari mulai pencalonan dll, dari berbagai kebijakan kemudian dari hal Pemilu,” tambahnya.
BACA JUGA: Tim Hukum Prabowo Nilai Narasi Pemohon Hanya Asumsi dan PropagandaTim Hukum pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak mempermasalahkan dan tidak mendesak terkait pemanggilan Jokowi untuk hadir di sidang MK itu.
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum pada 5 April 2024. Hakim memanggil empat menteri kabinet Jokowi untuk meminta penjelasan penyaluran bansos di masa kampanye pemilihan presiden. Permintaan memanggil menteri ini merupakan materi gugatan tim hukum pasangan calon presiden dan wakilnya, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo- Mahfud MD.
Mereka adalah Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Dalam pemaparannya, para menteri menyebutkan perencanaan dan penyaluran bantuan sosial sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. [fw/ft]