Seoul Perkirakan 1.100 Tentara Korut Gugur di Perang Rusia-Ukraina

Tentara berbaris dalam parade peringatan 70 tahun berdirinya Korea Utara di Pyongyang, Korea Utara, pada 9 September 2018. (Foto: AP)

Pyongyang mengerahkan ribuan tentara untuk memperkuat militer Rusia, termasuk ke wilayah perbatasan Kursk, tempat pasukan Ukraina merebut wilayah tersebut awal tahun ini.

Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) memperkirakan pada Senin (23/12) bahwa lebih dari 1.000 tentara Korea Utara menjadi korban dalam konflik antara Rusia dan Ukraina, baik tewas maupun terluka.

Angka itu terkuak setelah badan intelijen Seoul memberikan laporan kepada parlemen yang menyebutkan setidaknya 100 tentara Korea Utara tewas sejak terlibat dalam pertempuran pada Desember.

Pyongyang mengerahkan ribuan tentara untuk memperkuat militer Rusia, termasuk ke wilayah perbatasan Kursk, tempat pasukan Ukraina merebut wilayah tersebut awal tahun ini.

"Berdasarkan berbagai sumber informasi dan intelijen, kami memperkirakan terdapat sekitar 1.100 pasukan Korea Utara yang menjadi korban dalam pertempuran melawan pasukan Ukraina," ujar JCS dalam pernyataannya.

"Kami khususnya tertarik pada kemungkinan penempatan tambahan" tentara Korea Utara untuk membantu perang Rusia,” imbuh JCS.

BACA JUGA: Keterlibatan Korut di Ukraina Tandai ‘Ekspansi Berbahaya’ Konflik

Pyongyang dilaporkan "bersiap untuk melakukan rotasi atau penempatan tambahan tentara", kata JCS.

Pihak intelijen juga mengungkapkan bahwa Korea Utara, yang memiliki senjata nuklir, "memproduksi dan memasok drone bunuh diri" ke Rusia untuk mendukung Moskow dalam perang melawan Ukraina, tambahnya.

Korea Utara juga memasok "peluncur roket 240 mm dan artileri dengan peluncur otomatis 170 mm" untuk tentara Rusia, kata JCS.

Militer Seoul mencatat bahwa Korea Utara berupaya memodernisasi kemampuan perangnya dengan mengambil pelajaran dari pengalaman tempur dalam perang Rusia-Ukraina.

"Ini dapat menyebabkan peningkatan ancaman militer Korea Utara terhadap kami," katanya.

Presiden Rusia Vladimir Putin, kanan, dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tersenyum selama pertemuan mereka di Bandara Internasional Pyongyang Sunan di luar Pyongyang, Korea Utara, pada 19 Juni 2024. (Foto: via AP)

Temuan terbaru tersebut sejalan dengan laporan Badan Intelijen Nasional, yang menginformasikan kepada anggota parlemen bahwa "Rusia kemungkinan menawarkan imbalan" atas kontribusi militer Korea Utara, termasuk "memodernisasi persenjataan konvensionalnya."

Korea Utara dan Rusia sepakat untuk memperkuat hubungan militer mereka sejak invasi Moskow ke Ukraina pada Februari 2022.

Pakta pertahanan strategis antara Pyongyang dan Moskow, yang disepakati pada Juni lalu, resmi berlaku mulai bulan ini.

Para ahli menyatakan bahwa Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sangat berambisi untuk mendapatkan teknologi canggih dari Rusia serta pengalaman tempur untuk pasukannya.

BACA JUGA: Korsel Sebut Rusia Beri Korut Rudal Anti-Pesawat Sebagai Imbalan Pasukan

Pyongyang pada Kamis mengkritik apa yang disebutnya sebagai "provokasi sembrono" dari Amerika Serikat dan sekutunya, terkait pernyataan bersama yang mengutuk dukungan Korea Utara terhadap perang Rusia di Ukraina, termasuk pengerahan pasukan.

Korea Selatan dan Ukraina mengumumkan pada bulan lalu bahwa mereka akan memperkuat kerja sama keamanan sebagai respons terhadap "ancaman" yang ditimbulkan oleh pengerahan pasukan Korea Utara, meskipun tidak ada pembahasan mengenai kemungkinan pengiriman senjata dari Seoul ke Kyiv.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengatakan pada awal November bahwa Seoul "tidak menutup kemungkinan untuk memasok senjata" ke Ukraina. Langkah itu bertolak belakang dengan kebijakan sebelumnya yang melarang penjualan senjata ke negara-negara yang sedang berkonflik.

Militer Korea Utara terlihat membangun pagar baru sepanjang 40 kilometer di perbatasan dengan Korea Selatan. Mereka juga melakukan uji coba pagar kawat berduri listrik dengan menggunakan sesuatu yang tampak seperti kambing. [ah/rs]