Di sepanjang jalan berliku di pinggir pantai Gaza, karpet-karpet sajadah panjang berwarna merah dibentangkan menjelang azan.
Prakarsa tersebut, yang dilontarkan oleh Kementerian Urusan Agama dan Wakaf, dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi para pengunjung pantai di Jalur Gaza salat di dekat pantai. Penduduk Jalur Gaza yang berjumlah sekitar 2,3 juta itu mayoritasnya adalah Muslim.
Abdallah al-Shurafa, warga setempat, mengatakan,"Gagasan peti sajadah portabel adalah ide yang kreatif, diprakarsai oleh Kementerian Wakaf bersama-sama dengan orang-orang di daerah ini. Alhamdulillah, ini mempermudah kami – di mana saya dapat berada dekat dengan keluarga, anak-anak, istri saya – tidak perlu menyeberang jalan untuk ke masjid, ini membuat kami dapat salat, menjalankan salat.”
Salah seorang yang berada di balik proyek ini, Mohammad Abu Sia’da, mengatakan, inisiatif ini disambut dengan baik. Tempat-tempat salat portabel disediakan di daerah-daerah yang selalu ramai dengan jamaah.
Abu Sia’da, salah seorang direktur di Kementerian Urusan Agama dan Wakaf Gaza, mengatakan,“Gagasan mengenai tempat salat portabel muncul untuk memajukan kesadaran masyarakat mengenai salat berjemaah. Karpet sajadah ditempatkan di sepanjang pinggir jalan di pantai yang ramai oleh pengunjung karena tidak ada masjid di dekatnya. Jadi kami menempatkan karpet sajadah itu untuk membuat masyarakat dapat tetap salat tepat waktu.”
Gagasan awal untuk menyediakan karpet-karpet sajadah itu kemudian dikembangkan menjadi peti sajadah portabel agar para pengunjung pantai dapat salat tepat waktu.
Your browser doesn’t support HTML5
Abu Sia’da, menambahkan,"Masyarakat di Jalur Gaza pada umumnya dikenal konservatif, dan karena itu mereka menjaga salat mereka agar tepat waktu, subhanallah, dan begitu azan dimulai, kami dapati tempat-tempat salat terisi dengan cepat. Bahkan kalau kita punya lebih banyak ruang, kita akan melihat jamaah yang lebih banyak. Juga ingat, kami punya tempat salat untuk perempuan di belakangnya.”
Pantai Gaza adalah salah satu tempat hiburan gratis yang jarang tersedia bagi warga di kawasan tersebut, yang hampir separuh warganya tergolong miskin dan menganggur.
Enam belas tahun blokade oleh Israel telah melumpuhkan ekonomi wilayah kantong tersebut, kata para pejabat Palestina. [ab/uh]