Kelompok separatis pro-Rusia di Ukraina timur mengatakan akan meneruskan rencana referendum hari Minggu (11/5) untuk mendirikan Republik Rakyat.
DONETSK, UKRAINA TIMUR —
Militan pro-Rusia di Ukraina timur mengatakan hari Kamis (8/5) bahwa mereka akan meneruskan rencana referendum untuk mendirikan apa yang disebut “Republik Rakyat,” meskipun sebelumnya hari Rabu ada imbauan dari Presiden Rusia Vladimir Putin agar referendum itu ditunda.
Dalam perkembangan terbaru krisis Ukraina yang telah berlangsung selama beberapa minggu, para pemimpin pemberontak di sebelah timur negara itu mengatakan meskipun mereka menghormati permintaan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menunda pemungutan suara mengenai apakah akan memisahkan diri dari Ukraina, mereka tidak bisa memenuhinya.
Pemimpin pemberontak Denis Pushilin mengatakan para pemberontak memahami Putin prihatin terhadap nasib rakyat di Ukraina tenggara. Tapi kami adalah pengeras suara rakyat, katanya, menambahkan bahwa warga di Ukraina timur tidak akan mengakui pemerintahan di Kyiv dan bahwa ada keputusan bulat oleh para pemimpin pemberontakan untuk tetap mengadakan referendum hari Minggu.
Keputusan separatis untuk tetap mengadakan referendum itu muncul bersamaan sebuah jajak pendapat oleh lembaga Pew Research di Amerika yang dirilis hari Kamis menunjukkan mayoritas warga Ukraina ingin negara itu tetap menjadi negara kesatuan di mana 93 persen warga di Ukraina barat yang pro-Eropa mendukung dipertahankannya batas-batas negara yang sekarang ini. Survei itu melaporkan 70 persen penduduk yang disurvei di Ukraina timur yang bergolak juga mendukung persatuan.
Tapi pemimpin pemberontak lainnya, Myroslav Rudenko, yakin referendum tanggal 11 Mei itu akan menghasilkan keputusan untuk memisahkan diri dari Ukraina. Dia mengatakan keputusan untuk tetap mengadakan referendum merupakan ekspresi kehendak rakyat dan menunjukkan aksi demokrasi.
Permohonan Presiden Putin hari Rabu (7/5) yang mendesak separatis yang didukung Russia untuk menunda referendum tersebut mengejutkan. Pemerintahan sementara di Kyiv tampaknya terpecah tentang bagaimana menanggapinya, dengan beberapa menteri menyambut baik permintaan tersebut, mengatakan hal itu bisa menciptakan kondisi untuk berdialog.
Tetapi yang lainnya curiga. Mereka menuduh pemimpin Rusia itu ingin melemahkan Ukraina dengan memecah negara itu menjadi beberapa bagian semi-otonom yang bisa lebih mudah dimanipulasi dan didominasi oleh Moskow.
Putin hari Rabu tidak hanya mendesak penundaan referendum, tetapi juga meminta Ukraina untuk menghentikan kampanye militer untuk memulihkan ketertiban di Ukraina timur.
Namun, para pejabat tinggi keamanan Ukraina mengatakan mereka tidak berniat untuk menghentikan operasi mereka. Mereka mengklaim Moskow mengobarkan pemberontakan di wilayah tersebut, dan mereka kesulitan membendung kekerasan di kota-kota yang bergolak di seluruh Ukraina timur.
Seperti semua pemimpin separatis di Ukraina timur, Valery Bolotov, pemimpin separatis di Luhansk, berkeras agar Moskow tidak campur tangan dalam pemberontakan itu. Pemberontakan merupakan ekspresi kehendak rakyat, katanya. Beberapa warga Rusia membantu dengan uang, katanya.
Dengan akan diadakannya referendum hari Minggu, warga Ukraina bersiap untuk menghadapi lebih banyak konflik.
Dalam perkembangan terbaru krisis Ukraina yang telah berlangsung selama beberapa minggu, para pemimpin pemberontak di sebelah timur negara itu mengatakan meskipun mereka menghormati permintaan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menunda pemungutan suara mengenai apakah akan memisahkan diri dari Ukraina, mereka tidak bisa memenuhinya.
Pemimpin pemberontak Denis Pushilin mengatakan para pemberontak memahami Putin prihatin terhadap nasib rakyat di Ukraina tenggara. Tapi kami adalah pengeras suara rakyat, katanya, menambahkan bahwa warga di Ukraina timur tidak akan mengakui pemerintahan di Kyiv dan bahwa ada keputusan bulat oleh para pemimpin pemberontakan untuk tetap mengadakan referendum hari Minggu.
Keputusan separatis untuk tetap mengadakan referendum itu muncul bersamaan sebuah jajak pendapat oleh lembaga Pew Research di Amerika yang dirilis hari Kamis menunjukkan mayoritas warga Ukraina ingin negara itu tetap menjadi negara kesatuan di mana 93 persen warga di Ukraina barat yang pro-Eropa mendukung dipertahankannya batas-batas negara yang sekarang ini. Survei itu melaporkan 70 persen penduduk yang disurvei di Ukraina timur yang bergolak juga mendukung persatuan.
Tapi pemimpin pemberontak lainnya, Myroslav Rudenko, yakin referendum tanggal 11 Mei itu akan menghasilkan keputusan untuk memisahkan diri dari Ukraina. Dia mengatakan keputusan untuk tetap mengadakan referendum merupakan ekspresi kehendak rakyat dan menunjukkan aksi demokrasi.
Permohonan Presiden Putin hari Rabu (7/5) yang mendesak separatis yang didukung Russia untuk menunda referendum tersebut mengejutkan. Pemerintahan sementara di Kyiv tampaknya terpecah tentang bagaimana menanggapinya, dengan beberapa menteri menyambut baik permintaan tersebut, mengatakan hal itu bisa menciptakan kondisi untuk berdialog.
Tetapi yang lainnya curiga. Mereka menuduh pemimpin Rusia itu ingin melemahkan Ukraina dengan memecah negara itu menjadi beberapa bagian semi-otonom yang bisa lebih mudah dimanipulasi dan didominasi oleh Moskow.
Putin hari Rabu tidak hanya mendesak penundaan referendum, tetapi juga meminta Ukraina untuk menghentikan kampanye militer untuk memulihkan ketertiban di Ukraina timur.
Namun, para pejabat tinggi keamanan Ukraina mengatakan mereka tidak berniat untuk menghentikan operasi mereka. Mereka mengklaim Moskow mengobarkan pemberontakan di wilayah tersebut, dan mereka kesulitan membendung kekerasan di kota-kota yang bergolak di seluruh Ukraina timur.
Seperti semua pemimpin separatis di Ukraina timur, Valery Bolotov, pemimpin separatis di Luhansk, berkeras agar Moskow tidak campur tangan dalam pemberontakan itu. Pemberontakan merupakan ekspresi kehendak rakyat, katanya. Beberapa warga Rusia membantu dengan uang, katanya.
Dengan akan diadakannya referendum hari Minggu, warga Ukraina bersiap untuk menghadapi lebih banyak konflik.