Sebuah aliansi dari kelompok-kelompok yang menentang junta militer Myanmar pada Kamis (4/4) menyatakan bahwa dua instalasi militer milik junta menjadi target serangan drone di ibu kota, Naypytaw.
Pemerintah Persatuan Nasional, atau NUG, menyebut dalam pernyataan tertulis bahwa Pasukan Pertahanan Rakyat menggunakan drone untuk menyerang sejumlah target, termasuk sebuah markas militer dan pangkalan udara di salah satu lokasi yang paling dijaga ketat di negara itu.
Kantor berita The Associated Press mengutip pernyataan junta bahwa sekitar selusin drone telah dihancurkan atau disita, dan tidak ada korban jiwa dalam serangan tersebut. Namun, NUG melaporkan adanya korban jiwa.
Banyak rincian dari insiden yang terjadi pada hari Kamis ini tidak dapat diverifikasi secara independen, tetapi sejumlah warga yang tinggal dekat dengan wilayah serangan mengatakan kepada The Associated Press bahwa mereka tidak mengetahui adanya serangan. Foto-foto yang dirilis oleh pemerintah hanya menunjukkan sejumlah drone yang jatuh.
Pasukan Pertahanan Rakyat adalah angkatan bersenjata NUG yang dimpimpin oleh warga sipil. NUG menyebut bahwa mereka adalah penguasa yang sah di Myanmar. Namun, junta terus menekan perlawanan dan berupaya menstabilkan perekonomian negara itu.
BACA JUGA: UNICEF: Korban akibat Ranjau Darat di Myanmar Meningkat Lebih dari 1.000 Orang pada 2023Myanmar telah terlibat dalam kekacauan sejak junta militer mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis, dengan Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin terpilih pada Februari 2021. Kudeta itu lalu memunculkan sejumlah aksi unjuk rasa damai, tetapi disambut dengan pasukan keamanan yang agresif dan meningkat menjadi konflik yang lebih hebat.
Kekerasan di Rakhine
Di Dewan Keamanan PBB, para diplomat diberi pengarahan pada Kamis (4/4) mengenai eskalasi kekerasan di Rakhine antara pihak militer dan tentara Arakan – kelompok etnis bersenjata yang berbasis di Rakhine. Eskalasi itu terjadi sejak gencatan senjata tidak resmi usai pada bulan November lalu.
Asisten Sekretaris Jenderal PBB, Khaled Khiari, mengatakan, “Tentara Arakan dilaporkan telah mendapat kendali teritorial atas sebagian besar wilayah Rakhine tengah dan berusaha memperluas wilayahnya ke utara di mana masih banyak warga Rohingya di sana.”
Ia mengatakan bahwa minoritas muslim Rohingya yang putus asa melarikan diri dari wilayah tersebut, banyak yang melakukan perjalanan berbahaya, dan terkadang mematikan, dengan menggunakan perahu melintasi Laut Andaman dan Teluk Benggala.
Lebih dari 700.000 orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh pada bulan Agustus 2017, ketika junta militer melancarkan operasi bumi hangus sebagai tanggapan atas serangan militan Rohingya yang menewaskan puluhan polisi. Misi pencari fakta PBB pada tahun 2018 mengatakan bahwa perkiraan 10.000 orang Rohingya terbunuh dalam operasi itu adalan perkiraan yang kurang tepat.
BACA JUGA: Empat WNI Ditangkap Terkait Penyelundupan Pengungsi RohingyaSituasi kemanusiaan di Myanmar kini semakin memburuk. Lebih dari 2,8 juta orang telah mengungsi, 90% di antaranya terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak kudeta militer tahun 2021.
Utusan AS untuk PBB, Robert Wood, mengatakan bahwa Myanmar telah menjadi pusat kejahatan transnasional terorganisir, produsen opium terbesar di dunia, dan pencipta sejumlah krisis pengungsi. Dia menambahkan bahwa junta militer telah melakukan hampir 600 serangan udara di seluruh negeri sejak gencatan senjata berakhir pada bulan November.
Wakil Duta Besar China, Geng Shuang, mengatakan bahwa sebuah delegasi dari Beijing saat ini sedang berada di Myanmar untuk melakukan mediasi terkait situasi di Rakhine. [ti/jm]
Sebagian informasi dalam laporan ini berasal dari Agence France-Presse, The Associated Press, dan Reuters.