Militer Burkina Faso mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan jihadis terhadap unit militer Burkina Faso di utara negara itu pekan lalu bertambah menjadi 51 orang, setelah 43 lagi mayat ditemukan.
Unit militer disergap di Provinsi Oudalan di wilayah Sahel, antara kota Deou dan Oursi.
Militer Burkina Faso mengatakan pada Senin (20/2) bahwa bala bantuan telah dikirim ke daerah itu dan sejumlah orang yang terluka telah dibawa ke rumah sakit.
Negara di Afrika Barat itu selama tujuh tahun telah didera kekerasan terkait kelompok militan yang telah menewaskan ribuan orang. Keadaan demikian telah mendorong hampir 2 juta orang mengungsi dan menyebabkan krisis kemanusiaan.
Kegagalan pemerintah berturut-turut dalam mengatasi masalah secara efektif, menyebabkan meletusnya dua kudeta pada tahun lalu. Masing-masing pemimpin militer bersumpah untuk membendung serangan dan mengamankan negara tersebut, meskipun dengan sedikit keberhasilan.
Serangan yang terjadi pada pekan lalu pecah ketika sekitar 400 tentara pasukan khusus Prancis meninggalkan Burkina Faso, satu bulan setelah pemerintah junta memerintahkan mereka untuk keluar dari negara itu– mengikuti jejak negara tetangga Mali, yang juga diperintah oleh kediktatoran militer.
Meski jumlah pasukan Prancis di Burkina Faso jauh lebih sedikit daripada jumlah di Mali, kepergian mereka menambah kekhawatiran bahwa ekstremis Islam memanfaatkan kekacauan politik dan menggunakannya untuk memperluas jangkauan mereka.
BACA JUGA: Serangan Ekstremis di Burkina Faso, 32 TewasAnalis mempertanyakan apakah militer negara tersebut mampu mengisi kekosongan itu.
“Perjuangan pasukan negara untuk menghindari serangan mematikan, terutama penyergapan terhadap konvoi, menjadi perhatian utama. Karena mereka datang pada saat negara tersebut mencoba untuk menegaskan kehadirannya dan mengusir jihadis dari wilayah yang mereka kuasai,” kata Rida Lyammouri, rekan senior di Policy Center for the New South, lembaga kajian yang berbasis di Maroko.
"Jika konvoi berulang kali menjadi sasaran, memulihkan wilayah dan memberikan perlindungan bagi warga sipil akan memakan waktu sangat lama dan akan banyak menelan korban," tambah Lyammouri.[lt/ab] [es/ah]