Serangan udara di kota Aleppo di Suriah Utara, menghancurkan sebuah rumah sakit yang didukung oleh Doctors Without Borders, menewaskan sedikitnya 14 orang.
Di antara yang tewas adalah dua doketr, termasuk dokter anak terakhir yang bekerja di Aleppo, daerah yang dikuasai pemberontak. Laporan menyatakan, tiga anak juga tewas dalam serangan semalaman hingga Kamis.
Pertempuran itu mengakibatkan gencatan senjata yang berlaku menjadi berantakan, dan yang dikatakan utusan PBB Staffan de Mistura sebagai, perjanjian penghentian permusuhan itu "hampir tidak ada."
Ketua Satuan Tugas Kemanusiaan PBB di Suriah, Jan Egeland, berbicara di Jenewa, Kamis (28/4), mendukung de Mistura mendesak Rusia dan Amerika untuk membantu mengakhiri kekerasan.
"Tidak ada yang meragukan keparahan situasi dan sekarang tidak ada kepastian tentang konsekuensinya. Jadi yang saya katakan, garis kehidupan bagi ratusan ribu, bahkan jutaan orang yang telah berharap situasi akan membaik, kini hilang," kata Jan Egeland.
"Jadi permintaan Staffan de Mistura kepada Amerika, Rusia, dan - negara-negara lainnya di dalam kelompok bantuan Internasional untuk Suriah atau ISSG adalah 'Anda melakukannya sekali, dan Anda bisa melakukannya lagi'. Kali ini bahkan lebih banyak yang dipertaruhkan karena mungkin orang tidak bisa bertahan menghadapi satu lagi krisis seperti sekarang," lanjutnya.
Serangan hari Kamis itu terjadi di tengah meningkatnya kekerasan di Aleppo, dengan korban tewas hampir 200 orang dalam seminggu terakhir dalam bentrokan yang melibatkan pasukan pemerintah yang mendukung Presiden Bashar al-Assad dan kelompok pemberontak yang berusaha menggulingkan rezimnya.
Para pemberontak menyerang kawasan penduduk yang berada di bawah kekuasaan pemerintah dengan roket dan tembakan artileri, sementara jet tempur Suriah melakukan serangan udara.
Kepala Doctors Without Borders misi Suriah, Muskilda Zancada mengutuk serangan terhadap rumah sakit Al Quds, menyebutnya" serangan yang keterlaluan”. [ps/al] .