Menteri-menteri luar negeri dari 100 negara, Selasa (16/7) bergabung dengan para penyintas pembantaian di gereja, masjid dan sinagoga untuk menyerukan toleransi dan respek terhadap kebebasan beragama dan kemajemukan agama di seluruh dunia.
Your browser doesn’t support HTML5
Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo dan Duta Besar Keliling untuk Kebebasan Beragama Internasional Sam Brownback mengatakan KTT Kebebasan Beragama yang diselenggarakan pekan ini di Washington DC bertujuan mengajak orang-orang dari berbagai keyakinan untuk bersatu dalam menghadapi persekusi agama dan serangan mematikan terhadap tempat-tempat ibadah.
Menteri Luar Negeri Pompeo mengatakan,"Semua orang, dari berbagai tempat di dunia, harus diizinkan untuk mempraktikkan keyakinan mereka secara terbuka, di rumah mereka, di tempat ibadah mereka, di tempat umum, dan meyakini apa yang mereka ingin yakini.”
Para penyintas persekusi dan serangan agama baru-baru ini memberikan kesaksian yang kuat. Termasuk di antara mereka adalah Nadia Murad, seorang Yazidi dan mantan sandera ISIS dari Irak Utara.
Murad, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu mengatakan, "Sejarah dan riset telah mengajarkan kita dari waktu ke waktu bahwa genosida merupakan proses yang berlangsung terus menerus. Hampir 350 ribu Yazidi masih telantar di kamp-kamp pengungsi di Kurdistan. Lebih dari 3.000 perempuan dan anak-anak Yazidi masih hilang. Pada tahun 2014, masyarakat internasional bergabung mendukung masalah Yazidi, sekarang ini Yazidi lebih banyak diabaikan.”
Yamini Ravindran selamat dari penembakan di gereja pada hari Minggu Paskah lalu di Sri Lanka.
Ravindran mengemukakan, “Dampaknya pada masyarakat kami, khususnya komunitas Kristen, ini membuat kami mengalami psikosis berupa ketakutan yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
Farid Ahmed selamat dari penembakan di masjid di Christchurch, Selandia Baru, tetapi istrinya tewas sewaktu berusaha mendorong kursi roda sang suami ke pintu keluar lokasi penembakan. Ia mengatakan agamanya mengajarkan untuk memaafkan sang pembunuh.
Ahmed mengatakan, "Quran telah mengajari saya, apabila ada orang melakukan hal buruk terhadap kita, balaslah dengan kebaikan. Jika seseorang berbuat jahat terhadap kita, lakukan hal sebaliknya. Jadi ia menumpahkan kebencian pada saya dan saya memberinya cinta.”
Para penyintas menyatakan tragedi yang mereka alami membuat orang-orang dari berbagai keyakinan bersatu menghadapi fanatisme dan kebencian. (uh/lt)