Seruan untuk Usir Mantan Presiden Brazil dari AS Meningkat

Mantan Presiden Brazil Jair Bolsonaro menghadiri konferensi pers di Rio de Janeiro, Brazil, pada 29 Oktober 2022. (Foto: AP/Bruna Brado)

Seruan meningkat agar pemerintahan presiden Joe Biden mencabut visa mantan Presiden Brazil Jair Bolsonaro yang kini berada di Florida, menyusul kerusuhan di Brazil yang dilakukan oleh pendukungnya.

Tetapi para pakar memperingatkan, upaya ‘mengusir,’ terutama melalui ekstradisi, bisa menghadapi tantangan hukum yang bisa berlangsung bertahun-tahun.

BACA JUGA: Polisi Brazil Interogasi 1.000 Pendukung Bolsonaro yang Duduki Gedung-gedung Pemerintah

Bolsonaro telah berada di Orlando sejak akhir Desember lalu. Dia meninggalkan Brazil hanya beberapa hari sebelum pelantikan penggantinya, Luiz Inacio Lula da Silva, yang mengalahkan Bolsonaro dalam upayanya untuk menduduki masa jabatan kedua, dalam pemilu tahun lalu dengan selisih 1,8 persen suara.

Bolsonaro tidak pernah mengakui kekalahannya dalam pemilihan tersebut. Ia meniru apa yang dilakukan mantan Presiden Donald Trump dengan memberi tahu para pendukungnya bahwa pemilihan itu dicurangi. Pendukungnya telah berkemah selama berminggu-minggu di luar pangkalan militer di Brazil, mendesak militer melakukan kudeta untuk mencegah pelantikan Lula, panggilan presiden baru itu, yang berlangsung pada 1 Januari.

Akhirnya tidak ada kudeta yang terjadi. Seminggu setelah pelantikan Lula, ribuan pendukung Bolsonaro menyerbu istana presiden, gedung kongres, dan mahkamah agung Brazil. Ratusan orang ditangkap setelah pihak berwenang akhirnya merebut kembali kendali atas gedung-gedung tersebut.

BACA JUGA: Menteri Kehakiman Brazil: Tidak Mungkin bagi Brazil Meminta Ekstradisi Bolsonaro

Peristiwa itu langsung dibandingkan dengan serangan 6 Januari 2021 terhadap Gedung Capitol di Amerika Serikat oleh pendukung Trump yang mencoba membatalkan hasil pemilihan presiden 2020.

Dari Florida, Bolsonaro mencuit, mengecam kekerasan itu. Tetapi masih banyak politisi di Brazil dan negara lain mengecam dan menyalahkannya karena menanam benih ketidakpercayaan terhadap hasil pemilu. [ka/rs]