Setahun Terpidana Kasus Penodaan Agama, Meliana Akhirnya Bebas Bersyarat

Meliana (tengah) setelah bebas bersyarat saat didampingi kuasa hukumnya, Ranto Sibarani (kiri), dan suami Meliana, Lian Tui (kanan). (Sumber: kuasa hukum Meliana)

Meliana terpidana kasus penodaan agama di Tanjung Balai, Sumatera Utara, bebas bersyarat, Selasa (21/5). Namun, usai menghirup udara bebas, Meliana masih mempertimbangkan kembali upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK) yang sebelumnya telah direncanakan.

Meliana, perempuan keturunan Tionghoa yang mengeluhkan volume pengeras suara azan dan divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Medan pada 21 Agustus 2018 lalu, kini telah menghirup udara bebas. Perempuan yang menjadi pesakitan di dalam tahanan sejak 30 Mei 2018 tersebut telah bebas bersyarat, Selasa (21/5) kemarin, sekitar pukul 11.00 WIB.

Kuasa hukum Meliana, Ranto Sibarani mengatakan segala persyaratan untuk bebas bersyarat sudah dipersiapkan sejak April lalu telah disetujui sebagai hak kliennya yang disyaratkan dalam Pasal 15 ayat 1 KUHP, dan diatur di Pasal 82 sampai Pasal 88 Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018. Diketahui, Lian Tui yang merupakan suami Meliana menjadi orang yang menjamin pembebasan bersyarat tersebut.

"Bebas bersyarat itu hak dari terpidana sebagaimana Pasal 15 ayat 1 KUHP jelas disebutkan di situ. Setiap orang yang sudah menjalani masa hukuman dua per tiga dari masa hukumannya berhak mengajukan bebas bersyarat. Syarat-syaratnya sudah diurus dan dimohon Meliana sejak bulan lalu diajukan. Sudah disetujui kemarin," kata Ranto kepada VOA, Rabu siang (22/5).

Your browser doesn’t support HTML5

Setahun Jadi Pesakitan, Meliana Akhirnya Bebas Bersyarat

Setelah Meliana bebas bersyarat, Ranto menjelaskan pihaknya akan mempertimbangkan kembali upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK) yang sebelumnya telah direncanakan oleh kliennya. Ranto menyebut untuk saat ini Meliana lebih memilih menikmati berkumpul bersama seluruh keluarganya.

"Kami akan melakukan PK tapi untuk sementara ini biar Meliana bergembira bisa bersama-sama lagi dengan keluarganya. Nanti setelah mereka punya waktu yang cukup, dan siap mengajukan upaya hukum luar biasa kita akan ajukan PK," ungkap Ranto.

Meliana dan seluruh keluarganya sudah tidak lagi tinggal di Tanjung Balai, Sumatera Utara. Setelah bebas bersyarat, Meliana juga lebih memilih menetap di Kota Medan lantaran trauma sejak kerusuhan dan penyerangan rumahnya yang terjadi pada 29 Juli 2016, seluruh keluarganya memilih untuk hijrah dari Tanjung Balai.

Tak lupa Meliana melalui kuasa hukumnya menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang-orang yang telah peduli kepadanya. Termasuk seluruh rekan sesama tahanan di Rutan Perempuan Klas II A Tanjung Gusta Medan.

"Ya seperti orang pada umumnya saat kebebasannya dirampas ketika bebas pasti sangat bergembira, wajahnya ceria, dan senang. Dia juga mengucapkan terima kasih kepada orang yang sudah peduli terhadap beliau selama ini. Beliau juga mengucapkan terima kasih karena selama di tahanan diperlakukan dengan baik oleh rumah tahanan dan para tahanan," tutup Ranto.

BACA JUGA: Banding Ditolak, Meliana Ajukan PK

Seperti diketahui, Meliana sebelumnya dinyatakan bersalah karena dinilai melanggar pasal 156A KUHP yaitu dengan sengaja menunjukkan perasaan atau melakukan perbuatan di depan umum, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

“Kak, tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu Kak, sakit kupingku, ribut,” ujar Meliana kepada tetangganya sebagaimana dibacakan dalam tuntutan jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Medan.

Keluhan itu menyebar dan dipelintir menjadi isu bahwa Meliana mengeluhkan suara azan. Bukan lagi soal kerasnya volume azan. Tidak lama setelah isu itu meluas pada Juli 2016, massa kemudian mengamuk dan membakar sedikitnya 14 kuil Buddha di Tanjung Balai. [aa/em]