Tahun lalu, untuk pertama kali dalam beberapa dekade, penjualan piringan hitam melampaui penjualan CD dan DVD di Brazil. Angka ini menurut data dari asosiasi perusahaan rekaman terbesar di negara tersebut.
Pendapatan mereka meningkat dua kali lipat menjadi $2,2 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dan 15 kali lipat lebih tinggi daripada tahun 2019, menurut Pro-Musica.
Namun, angka tersebut hanya memasukkan rilis album baru, karena penjualan piringan hitam bekas tidak mungkin untuk dilacak.
“Ini sangat bagus. Saya mulai menjual rekaman sesuai pesanan, dan ini menuai sukses, terus tumbuh. Saya menjualnya di pameran dan segala macam, saya melihat ketertarikan yang besar dari orang-orang untuk membeli piringan hitam, di Brazil maupun luar negeri,” kata pemilik toko piringan hitam, Mustafa Baba Aissa.
Ada ribuan pedagang dan pembeli di laman-laman dan juga grup-grup Facebook. Sementara itu, penggemar lokal dan pembeli asing menjelajahi pameran, pasar loak, dan toko barang rekaman bekas, untuk mencari rekaman samba, bossa nova, Tropicalismo, dan musik populer Brazil untuk melengkapi koleksi mereka.
Mereka yang baru bernostalgia dengan era analog juga bertambah.
“Ketika Anda menurunkan harga pemutar piringan hitam, media rekamnya akan ikut terjual,” kata produser musik dan kolektor, Carlos Savalla.
Your browser doesn’t support HTML5
“Sebelumnya, Anda tidak bisa membeli pemutar piringan hitam di mana pun. Sekarang mereka mulai memproduksinya lagi,” tambah Savalla, sambil berdiri di depan tumpukan koleksinya di Rio, yang menyimpan lebih dari 60 ribu piringan hitam.
Piringan hitam kembali digemari di Brazil, mengikuti tren global selama 15 tahun terakhir.
Di Amerika Serikat, pendapatan bisnis ini mencapai $1,4 miliar pada 2023 dan melampaui penjualan CD dan DVD untuk tahun kedua berjalan, menurut Asosiasi Industri Rekaman Amerika.
Ketertarikan kembali masyarakat Amerika itu banyak dikaitkan dengan album milik Taylor Swift. “Midnights,” yang dirilis pada 2022, menjadi album mayor pertama yang dirilis dan memiliki versi piringan hitam pertama sejak 1987.
Di Brazil, naiknya ketertarikan tidak disebabkan oleh artis-artis papan atas yang bahkan tidak merilis piringan hitam, menurut Marcelo Froes, peneliti dan jurnalis musik.
Sebaliknya, pembeli saat ini adalah penggemar mendalam yang tertarik pada album klasik dan menemukan artis baru atau musisi yang dulu tidak dikenal.
Pasar ini masih berupa segmen kecil, tetapi terus berkembang. Pada 2008, semua pabrik piringan hitam di Brazil telah tutup.
Tetapi, Joao Augusto, seorang produser, mulai mendengar tentang kebangkitan di Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini menginspirasi dirinya dan sejumlah mitra, untuk membeli dan menghidupkan kembali bekas pabrik piringan hitam, Polysom.
Lima belas tahun kemudian, Polysom telah memproduksi 1,3 juta rekaman, dan pesaing kemudian mengoperasikan dua pabrik lain.
Sementara sejumlah label kecil berfokus dalam mengangkat sejumlah pemusik di luar jajaran pemusik populer Brazil, perusahaan-perusahaan yang lebih besar juga melibatkan diri.
Anak usaha Universal Music di Brazil merintis kelompok usaha piringan hitamnya sendiri pada 2022, dengan memproduksi sejumlah album dari beberapa musisi terbesar sepanjang waktu negara itu seperti Gilberto Gil, Chico Buarque, Rita Lee dan Maria Bethania.
Perusahaan ini juga menjual rekaman impor dari artis-artis asing, mulai dari Billie Eilish hingga The Beatles dan Ella Fitzgerald.
“Ini sungguh membuat ketagihan. Anda membeli piringan hitam bekas seharga 30, 40, atau 50 reai, dan ketika seorang artis yang Anda sukai merilis album baru, Anda berpikir, wow sekarang ada dalam format piringan hitam. Dan mata Anda berbinar. Jadi, Anda mau menyisihkan uang untuk membeli itu,” kata Savalla. [ns/uh]