Setelah seorang pejabat intelijen AS memperingatkan para legislator pekan lalu dalam suatu pengarahan rahasia bahwa Rusia kembali mencoba mencampuri pemilihan presiden AS, Donald Trump bertindak untuk mengganti pejabat senior intelijennya.
The Washington Post dan The New York Times, Kamis (20/2) melaporkan bahwa presiden berang setelah mengetahui pengarahan itu, khawatir para pejabat berbagi informasi yang dapat digunakan untuk menentangnya.
Trump memanggil Direktur Keamanan Nasional, Joseph Maguire, ke kantornya hari berikutnya, sewaktu Trump akhirnya memutuskan untuk mengganti Maguire.
“Ada teguran keras” terhadap Maguire, kata seorang sumber yang berbicara dengan syarat anonim, kepada the Post. “Itulah katalisatornya.”
Menurut the Times, kemarahan presiden dipicu oleh penilaian salah seorang staf senior Maguire, Shelby Pierson, yang memberitahu para anggota Kongres bahwa Rusia telah mencampuri kampanye pemilihan presiden AS tahun 2020, berupaya agar Trump terpilih kembali.
Para pejabat di Kantor Direktur Intelijen Nasional (DNI) dan kantor keamanan pemilu di bawahnya menolak berkomentar ketika dihubungi VOA.
Permintaan agar Gedung Putih berkomentar juga tidak dijawab, tetapi reaksi para legislator dari fraksi Demokrat sangat cepat.
“Saya sangat prihatin,” kata Ketua Komite Keamanan Dalam Negeri DPR AS Bennie Thompson dalam suatu pernyataan hari Kamis.
BACA JUGA: Pejabat Intelijen AS: Rusia Bantu Kampanye Trump untuk Masa Jabatan Kedua“Presiden menempatkan egonya di atas negara,” lanjutnya. “Dengan memecat Penjabat DNI Maguire karena stafnya memberikan kesimpulan terus terang komunitas intelijen kepada Kongres terkait campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden 2020, presiden bukan hanya menolak untuk membela negara dari campur tangan asing, ia mengundangnya.”
Hubungan antara Trump dan badan-badan intelijen AS bermasalah sejak pemilihan presiden 2016, sewaktu komunitas intelijen menyimpulkan, Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemerintah Rusia ingin membantu meningkatkan peluang Trump menjadi presiden terpilih apabila mungkin,” tulis badan-badan intelijen utama AS dalam suatu laporan yang dirilis tahun 2017.
Kesimpulan ini didukung oleh laporan pada April 2019 oleh penasihat khusus Robert Mueller, yang mendapati bahwa “pemerintah Rusia menganggap akan mendapat manfaat jika Trump menjadi presiden dan berupaya keras untuk mengamankan kemenangan Trump.”
Tetapi Trump terus menerus membantah adanya campur tangan Rusia, dan berulang kali menyebutkan tentang bantahan Putin. [uh/ab]