Siapa Sebenarnya Etnis Rohingya?

Para pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan bantuan makanan di kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh (9/9).

Siapa sebenarnya Etnis Rohingya Itu?

Muslim Rohingya sejak lama dipandang sebagai minoritas yang paling tertindas di dunia. Sekalipun mereka punya sejarah lama di Myanmar, etnis Rohingya yang umumnya Muslim tidak pernah diakui secara resmi oleh pemerintah, yang menganggap mereka sebagai imigran gelap dari negara tetangga Bangladesh. Mereka juga mengalami diskriminasi ekstrim dalam kehidupan bermasyarakat maupun pemerintahan di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha.

Seberapa banyak jumlah Rohingya?

Lebih dari satu juta warga Rohingya diperkirakan menetap di Myanmar – persentase yang relatif kecil di negara yang penduduk keseluruhannya berjumlah 53 juta orang; tetapi, setiap hari populasi Rohingya semakin kecil, karena mereka terus berbondong-bondong menyelamatkan diri dari kekerasan dan penindasan di negara-bagian Rakhine, Myanmar Barat. Menurut angka PBB, sekitar 370,000 orang Rohingya telah masuk ke Bangladesh sejak akhir bulan lalu, ketika kekerasan terbaru berkobar.

Sudah berapa lamakah etnis Rohingya hidup di Myanmar?

Banyak warga etnis Rohinya dapat menunjukkan bukti bahwa keluarga mereka sudah beberapa generasi menetap di Myanmar, tetapi pemerintah tidak mencantumkan Rohingya sebagai salah satu dari 135 etnis yang resmi diakuinya. Sebaliknya, pemerintah Myanmar menyebut Rohingya sebagai “Bengali” dan tidak hentinya-hentinya mengumandangkan persepsi yang tidak akurat bahwa semua Rohingya masuk ke Myanmar secara gelap dari Bangladesh. Oleh karena itu mereka secara teknis merupakan salah satu salah satu kelompok terbesar di dunia yang tidak punya kewarganegaraan.

Apakah ada lagi hak lainnya yang tidak dinikmati oleh Rohingya?

Etnis Rohingya tidak berhak mendapat kewarganegaraan berdasarkan Undang-undang Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982. Sebagai akibatnya, hak-hak mereka untuk pendidikan, bekerja, berkunjung ke tempat-tempat lain, menikah, menjalankan agama mereka, dan akses ke layanan kesehatanpun sangat terbatas, menurut Amnesti Internasional. Banyak di antara mereka menetap di gubuk-gubuk kumuh mirip “kamp konsentrasi.” Baru-baru ini, PBB menggambarkan keadaan itu sebagai “genosida.”

Apa penyebab kerusuhan terbaru itu?

Kekerasan berkobar tanggal 25 Agustus 2017, ketika sekelompok militan Rohingya, bersenjatakan bom rakitan, pisau dan pentungan, menyerang puluhan pos polisi dan sebuah asrama tentara dalam apa yang mereka sebut sebagai langkah untuk melindungi etnis minoritas mereka dari penindasan. Lasykar Penyelamatan Rohingya Arakan (ARSA) yang dibentuk tahun lalu oleh Rohingya di pengasingan, menyatakan bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan 12 personil keamanan itu.

Bagaimana pemerintah Myanmar menanggapi serangan tersebut?

Militer Myanmar melancarkan serangan balasan yang mencakup tembakan mortir, pembakaran dan pembunuhan semena-mena yang mengakibatkan setidaknya 400 orang tewas. Meski pihak militer membantah mereka menarget warga sipil, tapi pejabat tertinggi PBB untuk hak asasi manusia mengatakan operasi militer itu “jelas tidak sebanding.” Seorang pejabat pemerintah mengatakan 176 desa Rohingya kini menjadi kosong setelah penduduknya lari menyelamatkan diri dari kekerasan itu.

Seberapa sering terjadi kerusuhan?

Meskipun Rohingya menghadapi diskriminasi dari pihak pemerintah maupun dari masyarakat selama puluhan tahun, kekerasan telah semakin memburuk dalam beberapa tahun ini. Pasca salah satu kerusuhan besar tahun 2012, ketegangan antara penganut agama Buddha dan Muslim berkurang. Ketegangan kadang-kala meluap, dan bersamaan dengan peningkatan dalam perasaan nasionalistik Buddha garis keras, telah mengakibatkan beberapa gelombang serangan anti-Muslim.

Bagaimana dunia menanggapi krisis tersebut?

Pemerintahan negara-negara barat, dan juga di negara-negara yang mayoritas Muslim, telah meningkatkan tekanan pada pemerintahan Myanmar supaya menghentikan pertumpahan darah itu dan memberi hak-hak setara bagi Rohingya. Mereka khususnya mengritik pemimpin de fakto Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang mengatakan masalah internasional atas Rohingya dibesar-dibesarkan. Beberapa negara tetangga Myanmar, termasuk India dan Tiongkok, mendukung kampanye militer itu, dengan mengatakan Myanmar berhak sepenuhnya untuk mengamankan “stabilitas” wilayahnya. [is]