Siaran televisi analog di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) secara resmi dimatikan pada 2 November pukul 24.00 WIB. Seluruh warga Jabodetabek kini hanya bisa menikmati siaran televisi digital.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johhny G Plate menyebut proses penghentian siaran TV analog melalui proses analog switch off (ASO) merupakan perjalanan panjang dan berliku.
Meski begitu, katanya, ini dilakukan guna mengawal industri pertelevisian nasional ke era yang lebih baik. “Tujuan kita sama, bahwa dari layanan dan servis yang diberikan itu bisa memberikan manfaat bagi industri, dan kita berharap bahwa dengan masuknya ke tahap dan era digitalisasi akan muncul variasi-variasi konten yang lebih meningkatkan kualitas,” ungkap Johnny.
Johhny menjelaskan, manfaat langsung dari siaran televisi digital ini adalah gambar dan suara yang lebih jernih dan canggih. Selain itu katanya, kanal (channel)yang tersedia di dalam siaran televisi digital lebih beragam.
Johhny menuturkan migrasi televisi analog ke televisi digital ini memberikan dampak multiplayer effect ekonomi yang cukup tinggi.Siaran televisi digital setidaknya bisa meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga Rp7 triliun per tahun, menumbuhkan 181 ribu kesempatan bisnis baru, dan menciptakan 232 ribu peluang kerja baru dalam lima tahun ke depan serta berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional sampai Rp448 triliun.
Dalam kesempatan yang sama, Menko Politik, Hukum dan HAM Mahfud MD menuturkan penghentian siaran televisi analog ini merupakan amanat Undang-Undang (UU) no 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dimana disebutkan bahwa migrasi penyiaran televisi telesterial dari analog ke digital harus diselesaikan paling lambat 2 November 2022.
Indonesia, kata Mahfud, sebenarnya cukup tertinggal dalam hal migrasi siaran analog ke siaran televisi digital. Dalam Konferensi International Telecommunication Union (ITU) pada tahun 2006 lalu, telah diputuskan bahwa 119 negara anggota ITU mendorong penghentian siaran televisi analog sebelum 2015. Sementara di tingkat regional, ungkapnya negara-negara di ASEAN telah mendeklarasikan untuk menghentikan siaran TV analog pada tahun 2020.
“Di kawasan ASEAN ini, Indonesia termasuk negara yang tertinggal sebenarnya dalam pengimplementasian deklarasi ASEAN tentang penghentian siaran analog. Brunei misalnya telah menghentikan siaran analog pada tahun 2017, Malaysia dan Singapura pada tahun 2019, serta Thailand dan Vietnam di tahun 2020. Bahkan beberapa negara, di kawasan Afrika telah menghentikan siaran TV analog pada tahun 2014 yang lalu seperti Al-jazair, Mauritius, Namibia dan Gambia,” ungkap Mahfud.
Meski begitu, Indonesia kata Mahfud telah memulai proses migrasi siaran tv analog ke tv digital sejak tahun 2007 lalu. Uji coba terkait hal ini juga telah dilakukan sejak tahun 2008, yang disertai dengan penyiapan payung hukum, pembangunan dan pengembangan infrastruktur digital.
“Dari 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia terdapat 173 kabupaten/kota yang belum terjangkau oleh siaran TV analog sehingga sebelum malam ini sebenarnya . Jadi sudah ada 216 kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang tidak lagi menerima siaran TV analog. Dari uji coba dan penghentian di 216 kabupaten/kota tersebut pemerintah telah melakukan evaluasi dan berbagai upaya perbaikan sehingga penghentian siaran analog bisa berjalan lebih baik lagi,” tuturnya.
Guna mendorong migrasi siaran televisi digital lebih masif lagi, pemerintah dan penyelenggara multipleksing akan membagikan set top box (STB) TV Digital gratis bagi 5,6 juta rumah tangga miskin.
“Secara nasional telah disalurkan lebih dari 1 juta unit STB kepada rumah tangga miskin diberbagai wilayah di Indonesia. untuk mempersiapkan penghentian siaran analog di Jabotabek, per 1 November 2020 pemerintah juga telah menyalurkan sebanyak 479.307 unit STB atau 98,7 persen dari kebutuhan TSB bagi seluruh rumah tangga miskin,” kata Mahfud.
Apabila masih ada kalangan masyarakat miskin yang masih belum mendapatkan STB TV Digital tersebut, pemerintah pun telah menyiapkan posko penyediaan STB di DKI Jakarta, Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang dan Tangerang Selatan mulai 2-4 November. Masyarakat juga bisa mengakses layanan kontak melalui nomor telepon 159 atau whatsapp di 08118202208.
Stasiun TV Swasta Membandel
Menko Polhukam Mahfud MD menyayangkan masih adanya beberapa televisi swasta yang sampai detik ini tidak mengikuti keputusan pemerintah terkait migrasi siaran televisi analog ke televisi digital.
Your browser doesn’t support HTML5
Adapun televisi swasta tersebut yakni RCTI, Global TV, MNC TV, INews TV, ANTV, dan tadi juga terpantau TV One serta Cahaya TV. Padahal katanya, analog switch off (ASO) tersebut merupakan perintah Undang-Undang (UU) dan kebijakan ini telah lama disiarkan dan dikoordinasikan termasuk dengan semua pemilik stasiun televisi swasta di atas.
“Oleh sebab itu, terhadap yang membandel ini secara teknis kami sudah membuat Surat Pencabutan Izin Stasiun Radio atau ISR bertanggal 2 November kemarin. Maka, jika sekarang masih melakukan siaran-siaran melalui analog maka itu bisa dianggap ilegal dan bertentangan dengan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Tantangan ke Depan
Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif dari ICT Institute, Heru Sutadi menyatakan, bahwa migrasi siaran televisi analog ke televisi digital memang sebuah keniscayaan dan harus dilakukan, karena mau tidak mau semua pihak harus mengadopsi digitalisasi termasuk di industri penyiaran.
Meksi begitu, memang pemerintah akan menghadapi berbagai tantangan mengingat migrasi siaran televisi dri analog ke digital ini masih terbatas di Jabodetabek. Menurutnya diperlukan peta jalan yang efektif, agar nantinya migrasi tersebut bisa segera menyebar ke pelosok tanah air.
“Kedua, bahwa kalaupun kita beralih ke TV digital, ini kan tujuan kita kan bukan TV digital saja sebenarnya. Tapi bagaimana kita bisa memberikan layanan industri penyiaran yang berkualitas bagi masyarakat. Dari segi teknologi, OK tapi kan, kita bicara konten juga, bagaimana nanti kita masyarakat , lembaga penyiaran, sama-sama juga memberikan satu peluang, suatu ruang untuk kreativitas masyarakat, agar tayangannya lebih beragam, jangan sampai semua tayangannya sama, sinetron semua misalnya,” ungkapnya kepada VOA.
Menurutnya, diperlukan pengawasan agar konten-konten yang disajikan di siaran televisi digital ini lebih beragam seperti halnya yang disajikan oleh platform lain.
“Tayangan itu kan harus ada semua seperti hiburan OK, edukasi, olah raga, kalau kita lihat di Youtube kan juga beragam. Ini kita harus belajar ke sana juga. Dan bahwa ini memberikan kesempatan dan ruang yang lebih luas juga bagi masyarakat untuk berkreatifitas dan membuka lapangan kerja,” pungkasnya. [gi/ab]