Seiring kedatangan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Rusia dengan menaiki kereta pribadinya hari Selasa (12/9) untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin, para anggota Dewan Keamanan PBB saling melontarkan kecaman terkait pasokan persenjataan ke Ukraina.
“Rusia telah mengumpulkan Dewan ini bersamaan ketika Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menyeberangi perbatasan DPRK-Rusia untuk melakukan pertemuan dengan Presiden Putin,” kata Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward, merujuk pada singkatan nama resmi Korea Utara.
“Ada bukti yang tidak dapat disangkal bahwa Rusia menegosiasikan kemungkinan kesepakatan untuk sejumlah besar dan berbagai jenis amunisi dari DPRK untuk digunakan melawan Ukraina.”
BACA JUGA: Ditengarai Jalin Kesepakatan soal Jual Beli Senjata, Kim Jong Un Tiba di Rusia“Kami juga mendesak semua negara anggota untuk mengingatkan Rusia akan kewajibannya di Dewan Keamanan, mengingatkan Rusia bahwa setiap transfer senjata antara kedua negara akan melanggar embargo senjata PBB terhadap DPRK yang telah disetujui oleh Rusia sendiri,” kata Robert Wood, wakil Duta Besar AS untuk PBB.
Rusia juga mengkritik AS karena memasok bom tandan ke Ukraina.
“Keputusan itu… tidak masuk akal,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia, yang meminta diadakannya pertemuan DK PBB itu.
Washington dan para sekutunya telah mengungkapkan kekhawatiran mereka atas tanda-tanda kerja sama militer yang lebih erat antara Rusia dan Korea Utara yang bersenjata nuklir. Pertemuan antara pemimpin Korut dan Rusia di Vladivostok itu akan menjadi pertemuan kedua Kim dengan Putin, yang terakhir kali bertemu pada tahun 2019 dalam perjalanan luar negeri terakhirnya.
Pyongyang dan Moskow telah membantah bahwa Korea Utara dapat memasok persenjataan ke Rusia, yang telah menghabiskan banyak persediaan persenjataan dalam perangnya di Ukraina selama lebih dari 18 bulan terakhir.
Sementara itu, pemerintahan Biden hampir menyetujui pengiriman rudal jarak jauh yang dilengkapi dengan bom tandan ke Ukraina, sehingga memberikan Kyiv kemampuan untuk menyebabkan kerusakan signifikan yang lebih dalam di wilayah yang diduduki Rusia, menurut empat pejabat AS. [rd/jm]