Sidang Kasus Penyelundupan Manusia di Minnesota, Dua Tersangka Mengaku Tak Bersalah

  • Associated Press

Foto yang dirilis kantor kejaksaan AS menunjukkan sejumlah migran dengan pakaian seadanya berhasil mencapai wilayah Amerika Serikat dari Kanada. (Foto: Kantor Kejaksaan AS via AP)

Hampir tiga tahun setelah satu keluarga India, yang terdiri dari pasangan suami istri dengan dua anak yang masih kecil, mati kedinginan ketika berupaya menyeberangi perbatasan dari Kanada menuju Amerika Serikat, dua laki-laki pada Senin (18/11) diadili atas tuduhan penyelundupan manusia. Keduanya dituduh sebagai bagian dari jaringan kriminal yang tersebar di seluruh dunia.

Jaksa penuntut mengatakan Harshkumar Ramanlal Patel, warga negara India yang berusia 29 tahun, menjalankan sebagian dari skema tersebut dan merekrut Steve Shand, warga Florida berusia 50 tahun, untuk mengantar para migran melintasi perbatasan.

Kedua laki-laki itu telah mengaku tidak bersalah di pengadilan federal di Minnesota. Mereka diadili di hadapan Hakim Distrik AS John Tunheim, dalam proses yang diperkirakan akan berlangsung sekitar lima hari. Keduanya masing-masing menghadapi empat dakwaan terkait penyelundupan manusia.

Mati membeku

Pada 19 Januari 2022, Shand diduga menunggu kedatangan 11 migran di dalam truknya. Termasuk dalam rombongan migran tersebut adalah keluarga beranggotakan empat orang yang berasal dari desa Dingucha di negara bagian Gujarat, India.

Jaksa penuntut mengatakan Jagdish Patel, yang berusia 39 tahun, istrinya, Vaishaliben, yang berusia pertengahan 30-an, putri mereka yang berusia 11 tahun, Vihangi, serta putra mereka yang berusia 3 tahun, Dharmik; meninggal dunia setelah menghabiskan waktu berjam-jam berjalan kaki di ladang dalam kondisi badai salju, dengan suhu udara yang mencapai minus 38 derajat Celsius.

BACA JUGA: Polisi Brazil Gerebek Kelompok Kriminal yang Diduga Selundupkan Migran ke AS

Pihak berwenang Kanada menemukan mayat keluarga Patel yang membeku pada pagi, 19 Januari 2022. Tim jaksa mengatakan saat ditemukan, Jagdish Patel masih menggendong Dharmik, yang terbungkus selimut.

Juri yang terdiri dari delapan laki-laki dan enam perempuan – termasuk dua juri pengganti – dihadirkan ke dalam persidangan yang digelar di Minnesota pada Senin sore. Sebelum pemilihan juri dimulai pada pagi hari, para pengacara terdakwa mengajukan keberatan atas rencana jaksa penuntut untuk memperlihatkan tujuh foto jasad Jagdish Patel dan keluarganya yang mati kedinginan, termasuk foto anak-anaknya dari jarak dekat.

Pengacara Shand, Aaron Morrison, mengatakan foto-foto yang menyayat hati itu dapat membuat para juri memiliki “bias” terhadap kliennya, dan meminta foto-foto itu dihapus sebagai bukti. Jaksa penuntut menilai foto-foto itu justru diperlukan untuk menunjukkan bahwa keluarga tersebut tidak cukup siap menghadapi kondisi yang sangat dingin.

Hakim Distrik AS John Tunheim mengizinkan foto-foto itu tetap dijadikan bukti.

Jaksa federal mengatakan Patel dan Shand merupakan bagian dari jaringan operasi yang mencari klien-klien di India, memberikan mereka visa pelajar Kanada, mengatur transportasi, dan menyelundupkan mereka ke AS, sebagian besar lewat negara bagian Washington atau Minnesota.

Sejumlah item yang ditemukan dalam tas anak-anak migran yang menyeberang ke AS. (Kantor Kejaksaan AS via AP)

Patel adalah nama keluarga yang umum di India, dan para korban tidak memiliki hubungan keluarga dengan Harshkumar Patel, yang sebagaimana Shand, mengaku tidak bersalah dalam kasus ini.

Migran asal India

Patroli Perbatasan AS menangkap lebih dari 14.000 warga asal India di perbatasan Kanada pada 30 September 2022.

Lembaga Pew Research Center memperkirakan pada 2022 ada lebih dari 725.000 orang India yang tinggal secara ilegal di AS. Jumlah mereka hanya lebih sedikit dibanding orang Meksiko dan El Salvador.

Pengacara Harshkumar Patel, Thomas Leinenweber, mengatakan kepada The Associated Press bahwa kliennya datang ke Amerika Serikat untuk keluar dari kemiskinan dan membangun kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri dan sekarang “dituduh secara tidak adil karena berpartisipasi dalam kejahatan yang mengerikan ini. Dia percaya pada sistem peradilan di negara asalnya dan percaya bahwa kebenaran akan terungkap di persidangan.”

Sementara itu, pengacara Shand tidak membalas permohonan wawancara.

Dokumen-dokumen pengadilan yang diajukan oleh jaksa penuntut menunjukkan Patel berada di AS secara illegal, setelah ditolak mendapatkan visa AS setidaknya lima kali.

Warga berjalan melewati gapura penanda desa Dingucha di Gandhinagar, India, pada 12 November 2024. (Foto: AP/Ajit Solanki)

Rencana penyelundupan manusia

Dokumen pengadilan menunjukkan bahwa selama lima minggu Patel dan Shand sering berkomunikasi tentang cuaca dingin yang menggigit saat mereka menyelundupkan lima kelompok warga India melalui perbatasan yang sepi. Suatu malam pada Desember 2021, Shand mengirim pesan kepada Patel bahwa cuaca “sangat dingin,” ketika menunggu untuk menjemput satu kelompok, demikian terungkap dalam dokumen itu.

Shand diduga menulis “apakah mereka masih hidup saat tiba di sini?”

Selama perjalanan terakhir pada Januari, Shand telah mengirim pesan kepada Patel, dengan mengatakan: “Tolong, pastikan semua orang mengenakan pakaian sesuai dengan kondisi badai salju,” demikian menurut jaksa penuntut.

Jaksa penuntut menyebut, Shand mengatakan kepada tim penyelidik bahwa Patel membayarnya sekitar US$25.000 untuk lima kali perjalanan tersebut.

Menurut sejumlah berita lokal, Jagdish Patel dibesarkan di Dingucha, sebuah desa di India. Dia dan keluarganya tinggal bersama orang tuanya. Pasangan itu adalah guru sekolah.

Satveer Chaudhary adalah pengacara imigrasi yang berbasis di Minneapolis yang telah membantu para migran yang dieksploitasi oleh pemilik motel, banyak dari mereka adalah warga Gujarat. Dia mengatakan penyelundup dan kepentingan bisnis yang mencurigakan menjanjikan banyak migran sebuah impian untuk dapat sukses di Amerika yang tidak akan terwujud ketika mereka tiba.

“Janji-janji (gaji) dolar yang besar membuat banyak orang mengambil risiko yang tidak beralasan demi martabat mereka sendiri, dan seperti yang kita temukan di sini, nyawa mereka sendiri,” kata Chaudhary. [em/ns]