The Beverly Hills Temple of the Arts di Saban Theater merupakan sinagoga seni terbesar di Amerika, yang berlokasi di Beverly Hills, kota Los Angeles, California - kawasan yang berlimpah dengan talenta seni Hollywood.
Sebagian besar warga Yahudi di Amerika menganut agama Yahudi orthodoks, konservatif atau modern. Tetapi, di Los Angeles, musik, drama dan tari menjadi fokus salah satu sinagoga yang memutuskan keluar dari tradisi. The Beverly Hills Temple of the Arts di Saban Theater merupakan sinagoga seni terbesar di Amerika yang saat ini merayakan 20 tahun hari jadinya.
Berlokasi di lingkungan Beverly Hills di Los Angeles, sinagoga ini merupakan tempat di mana orang bisa mendapat pengalaman berbeda dari yang biasa dilakukan dalam upacara Yahudi tradisional.
“Kami melakukannya di ruang teater dengan tata lampu dan suara yang berhubungan dengan sebuah teater. Alkitab kami semua adalah alkitab karya seni,” papar David Baron, rabi Beverly Hills Temple of the Arts.
Katanya, sinagoganya tidak terkait gerakan utama Yahudi manapun. Ia berusaha menciptakan pengalaman keagamaan dengan menggabungkan agama dengan seni yang menarik, yang sebagian besar diambil dari talenta Hollywood yang berlimpah.
Penyanyi-penyanyi kami yang bernyanyi pada upacara keagamaan adalah bintang-bintang Hollywood. Paduan suara kami adalah LA opera and Master Choral,” ujar Rabi Baron.
Komunitas Amerika keturunan Afrika dan paduan suara gereja ikut serta dalam upacara itu sebelum hari raya Yahudi Passover, yang merayakan pelarian warga Yahudi dari Mesir dan perbudakan .
“Kami berupaya merangkul semua komunitas yang ada secara historis, yang telah memisahkan komunitas kita dan bersama-sama merayakannya,” ujarnya lagi.
Rabbi Baron mengatakan Yahudi Ortodoks tidak akan menyetujui upacara itu yang menggabungkan tradisi dengan praktek kontemporer.
“Saya rasa mereka setuju secara konsep untuk membawa kembali orang pada keyakinan. Saya rasa cara-cara yang digunakan tidak akan diterima karena tidak mengikuti arahan ketat ortodoks,” paparnya.
Bagi banyak penganut tradisional, penggunaan alat-alat bisa melanggar hukum Sabbath. Tetapi peralatan dipakai pada upacara bulanan di Temple of the Arts, karena, kata Rabi Baron, alat itu digunakan dalam liturgi Yahudi jaman dulu.
Rabi Baron tidak asing dengan Ortodoks Judaisme. Ia dikukuhkan oleh seorang rabbi Ortodoks di Yerusalem dan melewatkan karir awalnya dengan bekerja pada sinagoga-sinagoga konservatif . Tetapi, katanya, pada waktu itu ia tidak merangkul cukup banyak orang. Dua puluh tahun yang lalu ia mendirikan sinagoga ini dan menciptakan gaya baru kebaktian.
Kata Rabi Baron, mereka terhubung kembali lewat karya-karya seni di Alkitab dan musik selama upacara, seperti lagu pada awal Yom Kippur, hari tersuci dalam setahun bagi warga Yahudi.
Penyanyi mezzo-soprano buta Laurie Rubin ikut dalam upacara itu
Rabi Baron mengatakan ia merangkul orang dari berbagai latar belakang untuk berbagi nilai melampaui batasan-batasan agama dan budaya.
Berlokasi di lingkungan Beverly Hills di Los Angeles, sinagoga ini merupakan tempat di mana orang bisa mendapat pengalaman berbeda dari yang biasa dilakukan dalam upacara Yahudi tradisional.
“Kami melakukannya di ruang teater dengan tata lampu dan suara yang berhubungan dengan sebuah teater. Alkitab kami semua adalah alkitab karya seni,” papar David Baron, rabi Beverly Hills Temple of the Arts.
Katanya, sinagoganya tidak terkait gerakan utama Yahudi manapun. Ia berusaha menciptakan pengalaman keagamaan dengan menggabungkan agama dengan seni yang menarik, yang sebagian besar diambil dari talenta Hollywood yang berlimpah.
Penyanyi-penyanyi kami yang bernyanyi pada upacara keagamaan adalah bintang-bintang Hollywood. Paduan suara kami adalah LA opera and Master Choral,” ujar Rabi Baron.
Komunitas Amerika keturunan Afrika dan paduan suara gereja ikut serta dalam upacara itu sebelum hari raya Yahudi Passover, yang merayakan pelarian warga Yahudi dari Mesir dan perbudakan .
“Kami berupaya merangkul semua komunitas yang ada secara historis, yang telah memisahkan komunitas kita dan bersama-sama merayakannya,” ujarnya lagi.
“Saya rasa mereka setuju secara konsep untuk membawa kembali orang pada keyakinan. Saya rasa cara-cara yang digunakan tidak akan diterima karena tidak mengikuti arahan ketat ortodoks,” paparnya.
Bagi banyak penganut tradisional, penggunaan alat-alat bisa melanggar hukum Sabbath. Tetapi peralatan dipakai pada upacara bulanan di Temple of the Arts, karena, kata Rabi Baron, alat itu digunakan dalam liturgi Yahudi jaman dulu.
Rabi Baron tidak asing dengan Ortodoks Judaisme. Ia dikukuhkan oleh seorang rabbi Ortodoks di Yerusalem dan melewatkan karir awalnya dengan bekerja pada sinagoga-sinagoga konservatif . Tetapi, katanya, pada waktu itu ia tidak merangkul cukup banyak orang. Dua puluh tahun yang lalu ia mendirikan sinagoga ini dan menciptakan gaya baru kebaktian.
Kata Rabi Baron, mereka terhubung kembali lewat karya-karya seni di Alkitab dan musik selama upacara, seperti lagu pada awal Yom Kippur, hari tersuci dalam setahun bagi warga Yahudi.
Penyanyi mezzo-soprano buta Laurie Rubin ikut dalam upacara itu
Rabi Baron mengatakan ia merangkul orang dari berbagai latar belakang untuk berbagi nilai melampaui batasan-batasan agama dan budaya.