Sinagoge, Masjid, dan Gereja Bergabung di Bawah Satu Atap di Berlin

(Kiri ke Kanan) Pastor Gregor Hohberg, Rabbi Andreas Nachama dan Imam Kadir Sanci saat upacara peletakan batu pertama gedung multi-agama "House Of One", Berlin, Jerman, 27 Mei 2021. (AFP)

Sekelompok Muslim, Yahudi dan Kristen akhir Mei lalu meletakkan batu fondasi pembangunan sebuah tempat ibadah bersama di Berlin, Jerman. Mereka mendirikan bangunan itu sebagai simbol kerukunan antaragama

Selama lebih dari 10 tahun, House of One, demikian nama bangunan itu, hanyalah sebuah ide. Namun, kini berangsur menjadi kenyataan setelah para pemimpin umat Kristen, Yahudi, dan Muslim meletakkan batu fondasi pembangunannya akhir April lalu.

Pastor Gregor Hohberg, salah seorang yang memimpin prakarsa itu, mengatakan, House of One adalah rumah perdamaian di mana umat Yahudi, Kristen, Muslim, dan bahkan para ateis dan orang-orang dari agama lain, bertemu dan berdialog.

Sewaktu menghadiri acara peletakan batu fondasi, Ketua Parlemen Jerman Wolfgang Schaeuble memuji prakarsa ini.

"Merealisasikan gagasan Gregor Hohberg membutuhkan keyakinan kepada Tuhan dan keterlibatan orang-orang yang bijaksana. Menyatukan tiga rumah Tuhan dan tiga agama di bawah satu atap tanpa membuat kekacauan adalah keajaiban."

Pintu masuk utama "House of One", Berlin, Jerman. (Foto: house-of-one.org)

Sebagai bagian dari upaya mengharapkan keberhasilan pembangunan House of One, pemimpin Muslim, Yahudi dan Kristen secara bergantian memimpin doa dalam acara itu. Mereka adalah Imam Kadir Sanci, Rabi Andreas Nachama, dan Pastor Gregor Hohberg.

Wali Kota Berlin Michael Mueller menegaskan pentingnya pendirian House of One.

"Ya, kita hidup di dunia yang saling terkoneksi dan oleh karena itu adalah normal dan penting bahwa konflik dunia yang dramatis dapat didiskusikan di ibu kota Jerman dan bahwa orang-orang memiliki panggung untuk menyoroti masalah di negara-negara mereka dan mengungkapkan pendapat mereka, tetapi kebencian dan kekerasan, anti-Yahudi dan Islamofobia, rasisme dan hasutan tidak memiliki tempat dalam masyarakat kita."

House of One dibangun di lokasi yang menjadi asal muasal kota itu, atau tempat berdirinya Petrikirche, gereja abad ke-13 yang memiliki menara tertinggi di Berlin, dan bertahan dalam berbagai bentuk sampai pemerintah komunis Jerman Timur merobohkannya pada 1964.

Jika semua berjalan sesuai rencana, House of One akan berdiri dalam waktu lima tahun lagi. Bangunan yang membutuhkan struktur batu dan bata setinggi 40 meter diperkirakan akan menelan biaya sekitar 53,3 juta dolar.

Your browser doesn’t support HTML5

Sinagoge, Masjid, dan Gereja Bergabung di Bawah Satu Atap di Berlin

House of One memiliki arti sangat penting bagi Osman Örs, seorang imam yang terlibat dalam proyek tersebut. Berlin memiliki lebih dari 80 masjid dan pusat komunitas Muslim, dan House of One akan menjadi tempat ibadah Muslim yang pertama di pusat kota itu.

Ia menceritakan, selama ini banyak Muslim mencari tempat salat di pusat kota Berlin dan tidak pernah menemukannya.Kini, katanya, House of One menjadi jawabannya.

Pastor Gregor Hohberg juga mengatakan, kehadiran House of One menjadi sangat penting mengingat apa yang terjadi di Jerman dan dunia saat ini. Di negara itu, katanya, sentimen anti-Yahudi dan Islamofobia meningkat, sementara sengketa Israel dan Palestina menimbulkan berbagai aksi protes di Berlin.

Dari kiri ke kanan: Rabbi Andreas Nachama, Imam Kadir Sanci dan Pastor Gregor Hohberg (Foto: House of One / René Arnold)

"Penting untuk selalu mencoba memahami bagaimana orang lain memandang sesuatu dengan memperhitungkan dari mana asalnya atau agama apa yang diyakininya," kata Hohberg. "Masyarakat mendapat untung jika ada dialog. Dan itulah yang kami lakukan di sini."

Meski belum memiliki bangunan fisik, para pendukung House of One sudah memiliki ikatan yang kuat. Mereka telah beberapa kali berkumpul, baik dalam suasana suka maupun duka, seperti pasca penyerangan terhadap Muslim di Selandia Baru, Kristen di Sri Lanka, dan Yahudi di AS dan Jerman.

"Kami telah menjadi teman. Kami telah memastikan bahwa seorang rabi, imam, dan pastor bisa berdiri bahu-membahu," kata Örs. [ab/uh]