Sekolah-sekolah di Somalia kembali dibuka setelah penutupan selama empat bulan karena pandemi virus corona. Ketika tahun ajaran baru dimulai, segala sesuatu tak terlihat seperti biasanya. Masker dan jaga jarak antar individu menjadi norma baru bagi para siswa. Sejumlah badan bantuan kemanusiaan menyatakan pandemi Covid-19 memaksa lebih banyak anak perempuan berhenti sekolah demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Nasra Aidarus yang berusia 15 tahun, merasa senang bisa kembali ke sekolah setelah sekolahnya tutup selama empat bulan karena pandemi Covid-19 yang melanda Somalia. Siswa kelas tujuh di Sekolah Dasar dan Menengah Daynile itu baru saja mulai belajar di sekolah barunya ketika kelas dibatalkan pada Maret 2020 untuk menahan penyebaran virus corona. Pada tahun 2018 keluarga Nasra kembali ke Somalia setelah tinggal di Yaman sebagai pengungsi selama bertahun-tahun. Nasra khawatir tidak akan pernah bisa mewujudkan impiannya menjadi seorang dokter
“Ketakutan terbesar saya adalah tidak dapat menyelesaikan pendidikan dan tidak punya masa depan yang cerah di sini. Saya khawatir pada usia muda dikawinkan karena penutupan sekolah. Saya ingin sekali menjadi dokter agar bisa membantu orang-orang di sekitar saya," kata Nasra Aidrus.
Nasra Aidarus adalah satu dari 390 siswa yang kembali ke sekolah pada pertengahan Agustus 2020 namun lebih banyak siswa yang tidak kembali ke sekolah karena takut tertular virus corona.
Daud Jiran, Direktur Mercy Corps Somalia, mengemukakan pandemi Covid-19 telah mementahkan upaya bertahun-tahun untuk mengajak anak-anak, umumnya perempuan, ke sekolah.
“Kalau sekolah berlangsung, anak-anak perempuan punya tempat yang aman. Berdasarkan pengamatan kecil yang kami lakukan, kami paham bahwa keluarga lebih mengandalkan anak-anak perempuan. Beban dukungan sosial bagi keluarga mereka menjadi lebih berat," katanya.
"Jumlah anak perempuan yang putus sekolah meningkat. Kami juga perhatikan kalau remaja putri tinggal lama di rumah, masalah perkawinan usia dini semakin bertambah karena masyarakat merasa membutuhkan dukungan," lanjut Daud Jiran.
BACA JUGA: Madrasah di Bosnia Mulai Dibuka di Tengah Restriksi Covid-19Badan-badan bantuan kemanusiaan memaparkan Somalia mempunyai jumlah anak putus sekolah terbesar di dunia, yaitu 2 juta dari 5 juta anak usia sekolah.
Sistem pendidikan Somalia terdampak oleh konflik selama putuhan tahun, pengungsian, dan yang terbaru, virus corona.
Wakil Kepala Sekolah Daynile, Mahad Dahir Hassan mengatakan, sekolah menghubungi keluarga anak-anak tersebut, meminta mereka agar membawa anak-anak kembali ke sekolah.
“Sebagian siswa menolak kembali ke sekolah. Mereka takut tertular virus itu. Pihak sekolah berusaha menjangkau para orangtua dan siswa dan meyakinkan mereka bahwa sekolah melakukan segala yang mungkin untuk meminimalkan penyebaran virus itu dengan menjauhkan jarak antar siswa," kata Hassan.
Ia menyampaikan beberapa siswa mengindahkan permintaan tersebut dan kembali ke sekolah, tetapi masih banyak yang belum kembali ke sekolah. Pihak sekolah terus berupaya mengajak mereka agar kembali ke kelas. Hassan menambahkan kadang-kadang pihaknya bahkan mendatangi rumah para siswa untuk meyakinkan mereka agar kembali ke sekolah.
Untuk membatasi penyebaran Covid-19, sekolah memecah satu kelas menjadi beberapa kelas. Sejumlah guru harus bergiliran sedikitnya dua kali sehari untuk mengajar di kelas-kelas yang lebih banyak. Kenyataan itu menambah beban kerja sebagian guru di sejumlah sekolah di Somalia.
Presiden Mohamed Abdullahi Farmajo telah meresmikan kurikulum nasional untuk sekolah menengah, mengakhiri tiga dekade berbagai sistem pendidikan yang tidak memenuhi standard nasional di Somalia. [mg/ka]