Beberapa jam setelah kudeta Jumat (15/7), para pendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan turun ke jalan untuk menentang kudeta militer.
Wartawan VOA Dorian Jones berhasil menuju ke Lapangan Taksim di Istanbul, yang dianggap sebagai pusat modern kota tersebut, dan simbol negara itu.
Ratusan orang berunjuk rasa dengan damai di lapangan tersebut, sebagian besar menentang kudeta. Sekitar 20 tentara infanteri mengawasi mereka, kata Jones, tanpa kehadiran tank atau kendaraan lapis baja di bagian lain kota itu.
Tiba-tiba, setelah jam 1 tengah malam, 300 hingga 400 orang mulai berbaris di jalan, datang dari kawasan Kasimpasa, tempat Erdogan dilahirkan. Sambil meneriakkan "Allahu Akbar," mereka berjalan ke arah para tentara.
Para tentara kemudian menarik diri ke ujung lapangan tersebut.
Kegiatan Jones malam itu terhenti ketika mendengar berita kegiatan militer dan laporan tembakan di ibukota Ankara dan di Istanbul. Helikopter militer tampak terbang di kota itu.
Jones mengatakan ada laporan yang mengatakan telah terjadi konfrontasi besar antara tentara dan polisi dekat pusat kota Istanbul. Ia mengatakan Perdana Menteri Binali Yildirim memerintahkan polisi kembali ke pos mereka untuk melawan kudeta, yang menurut Yildirim akan dihentikan. Erdogan menyerukan pendukungnya untuk turun ke jalan.
Namun, Jones mengatakan nasib Presiden sedang dipertanyakan karena keberadaannya tidak diketahui. Para diplomat barat mengatakan mereka mendengar kabar bahwa Presiden berada di bawah kendali militer.
Jones, yang telah lama tinggal di Turki, mengatakan ketegangan antara militer sekuler Turki dan pemerintah Erdogan yang lebih Islamis telah berlangsung sejak Erdogan menjadi presiden tahun 2014.
Ia mengatakan dalam beberapa minggu terakhir, kekhawatiran tentang serangan teroris mematikan di Turki semakin meningkat, serangan pemerintah terhadap minoritas Kurdi Partai Pekerja Kurdistan dan upaya Erdogan untuk memperkuat kontrol atas media dan institusi lainnya mungkin memicu aksi militer ini. [dw]