Skandal Dana Kampanye Berpotensi Ubah Hubungan Perancis-Libya

Dalam foto arsip 6 November 2017, mantan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy menghadiri acara pengambilan sumpah anggota Dewan Konstritusi baru, Dominique Lottin, di Istana Elysee di Paris.

Tuduhan pendanaan kampanye pemilu Perancis secara ilegal oleh Libya kini menjadi berita utama Perancis mengingatkan orang pada masalah lama dan berpotensi mengubah hubungan antara Paris dan Tripoli yang ruwet dan naik turun.

Setelah sebelumnya berpusat pada penjualan senjata dan minyak, kepentingan strategis Perancis terhadap negara Afrika Utara itu berubah menjadi kekhawatiran mengenai keamanan dan arus migrasi ke Eropa, pasca-pemberontakan Libya 2011.

Dari menyambut pemimpin Libya Moammar Gadhafi ke Paris, sampai memimpin kampanye NATO yang membantu mengulingkannya, Perancis dalam beberapa tahun terakhir telah mengambil kebijakan yang lebih proaktif terhadap Libya dan bagian lain Timur Tengah, kata sebagian analis, berawal pada kekuasaan presiden yang berhaluan tengah kanan, Nicolas Sarkozy.

Kini, Sarkozy sedang dalam penyelidikan resmi atas tuduhan menerima lebih dari $60 juta dalam dana kampanye ilegal dari Pemimpin Libya, Moammar Gadhafi, untuk membiayai kampanyenya yang sukses dalam pemilihan presiden 2007.

Sarkozy, 63 tahun, membantah keras tuduhan itu, yang menurutnya membuat hidupnya seperti "neraka" dan membuatnya tidak terpilih kembali lima tahun kemudian.

Di balik klaim itu ada sejumlah orang dengan karakter mencurigakan, narasi yang dipelintir dan fakta-fakta yang kabur. Penuduh Sarkozy termasuk pengusaha Prancis-keturunan Libanon, Ziad Takieddine, yang diduga mengirim dana Libya kepada Sarkozy dan kepala stafnya dalam koper-koper penuh uang tunai. [my/ds]