Skuter Listrik, Akankah Jadi Moda Transportasi Alternatif Baru di Indonesia?

Para turis mengendarai skuter listrik untuk berkeliling kota (foto: ilustrasi).

Dengan lincahnya, Rahayu (28), mengendarai skuter elektrik yang ia sewa melalui aplikasi Grab nya. Skuter itu ia aktivasi dari titik parkir skuter tak jauh dari domisilinya di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Sekali pindai kode QR melalui ponsel pintarnya, skuter tersebut ia jajal hingga kawasan monas.

Unggahan foto Rahayu di akun instagramnya @halloraraaa saat menggunakan skuter


“Seru banget, tapi bahaya (karena) ngga ada jalur sepedanya,” ceritanya. Rahaya mengaku mengendarai skuter elektrik selain karena penasaran juga untuk sekedar sensasi di akun instagramnya. “Untuk lucu-lucuan aja di instagram. Lagi ramai juga kan (di sosial media)? Ada teman juga yang upload ke sosmed. Aku juga ikut upload ke instagram feed, story, terus ke Whatsapp juga,” tambahnya.

Pihak Grab tidak menampik fakta di lapangan produknya kini juga telah menjadi sensasi baru bagi masyarakat. Meski fungsi dasar skuter sebagai moda transportasi ramah lingkungan, namun banyak yang menjajalnya sekedar untuk eksistensi di sosial media. “Ada yang pake leisure juga, Jadi nyobain dulu. Ada juga memang content hunter, untuk foto dan jalan-jalan,” ujar Indah Ceylan, business development manager Escooter Grab saat ditemui VOA.

Diperkenalkan ke publik Indonesia di bulan Mei 2019, skuter elektrik milik Grab muncul menjadi sensasi baru di sejumlah kota besar di tanah air. Di Jabodetabek, Grab menyediakan lebih dari 1000 unit yang tersebar di berbagai titik dengan konsentrasi utama di kawasan pusat bisnis.

Untuk bisa mengoperasikan skuter, pengguna wajib memiliki ponsel pintar dan mendaftar pada aplikasi Grab, juga OVO sebagai metode pembayaran satu-satunya skuter ini. Persyaratan pembuatan akun dompet dijital OVO sendiri mengharuskan usia minimal 18 tahun dengan menggunakan KTP, sehingga berdampak kepada batas usia minimal untuk menggunakan skuter elektrik ini. “Di umur 18 tahun ideally mereka sudah bisa bertanggungjawab terhadap diri mereka sendiri,” jelas Indah.

Salah satu titik parkir Grab Wheels di Jalan Kebon Sirih

Usai berkendara, skuter-pun wajib diparkirkan di titik yang sudah ditentukan oleh Grab. Titik parkir ini bervariasi, namun umum ditemukan di kafe dan restoran. Grab bekerjasama dengan berbagai kafe dan restoran untuk menyediakan lahan parkir untuk skuternya, dengan timbal balik harapan akan menarik lebih banyak jumlah pengunjung ke outletnya. Sebagian pemilik atau pengelola titik parkir skuter Grab pun juga berandil untuk mengisi daya skuter yang terparkir di tempatnya.

Skuter elektrik untuk transportasi alternatif jarak pendek

Setelah peluncuran di Singapura November 2018 lalu, produk skuter elektrik Grab bernama Grab Wheels ini bisa dijumpai di Indonesia dan Filipina. Saat ditemui di kantor Grab di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Indah mengatakan Grab melihat peluang transportasi jarak pendek yang belum banyak disentuh di kota-kota besar. “Kami melihat perkembangan transportasi di Jakarta, dan kami melihat adanya kebutuhan short distance-nya,” tukas Indah.

Beberapa pengguna skuter yang VOA wawancarai di Jakarta mengaku setuju bahwa moda transportasi ini bisa menjadi alternatif, meski masih mempertimbangkan beberapa faktor, salah satunya keamanan.

Deliana (28), karyawan swasta di Jakarta mengaku pertama kali mencoba skuter elektrik sekedar untuk bersenang-senang dengan keluarganya. Menurutnya, moda ini berpotensi menjadi transportasi alternatif untuk jarak pendek. “Satu ni (pertimbangannya), ketersediaan jalannya agak kurang. Mungkin hanya di beberapa ruas jalan tertentu di Jakarta yang sudah tertata rapih bisa enak naik skuter. Tapi kalau jalannya bahkan trotoarnya aja ngga ada, ya agak sulit ya.”

Grab Wheels sendiri mengatur penggunanya untuk berkendara di trotoar dan jalur sepeda, yang ketersediannya masih sangat terbatas di ibukota. Jakarta sendiri baru menargetkan 63 km jalur sepeda rampung tahun ini.

Gary Mahaindra (28) Masih pesimis kehadiran skuter elektrik akan jadi moda transportasi yang bisa diandalkan. Wirausahawan asal Purwokerto ini menyangsikan efektifitas skuter sebagai transportasi saat ini, pasalnya skuter milik Grab Wheels harus diparkirkan di titik yang ditentukan dengan jumlah yang masih terbatas. “Belum lagi listriknya ngga tau tinggal berapa. Kalau (digunakan) di dalam kota misal mau pakai dari bundaran HI ke Tanah abang, bingung lagi cari parkirannya di mana,” ujar Gary.

Grab sendiri mengenakan denda 300 ribu rupiah ke akun pengguna yang memarkirkan skuternya secara sembarang.

Berawal dari tren global

Skuter elektrik memang sudah terlebih dahulu menjadi tren di berbagai negara lainnya. Di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, skuter elektrik sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakatnya untuk berpindah lokasi berjarak pendek. Grab pun mengaku terinspirasi dari tren tersebut untuk ikut menghadirkannya di Asia Tenggara, di mana Grab merajai pasar transportasi daringnya tersebut.

Pengguna skuter elektrik menggunakan jalur sepeda di AS

Di Amerika Serikat misalnya, skuter elektrik dengan mudah bisa ditemukan di berbagai sudut kota-kota besar. Penyedia skuternya-pun sudah lebih dari satu. Sebut saja Lime, Skip, hingga Lyft, saingan Uber, yang juga memiliki layanan taksi daring.

Skuter Lime terparkir bebas di AS


Berbeda dengan di Indonesia, skuter elektrik di AS bisa lebih bebas diparkirkan. Pengguna tinggal membuka layanan peta dalam aplikasi untuk menavigasi lokasi skuter terdekat. Sekali aktivasi, pengguna langsung dikenakan biaya $1 Amerika (Rp 14 ribu) dan $0.40 (Rp 5600) per menitnya yang langsung ditagihkan ke kartu kredit yang terhubung dengan aplikasinya.

Uniknya, kehadiran skuter elektrik di AS turut membuka kesempatan kerja baru. Warga AS berkesempatan mendapatkan pemasukan tambahan dengan mengumpulkan skuter-skuter yang habis daya di malam hari, mengisi daya baterainya, dan kemudian meletakkannya kembali ke titik utama skuter.

Hal ini dilakukan oleh Shivali Sharma, Staff Angkatan Laut yang tengah dalam cuti medis. Setiap malam ia berkeliling dengan mobil truk angkutnya dan bisa mengumpulkan hingga 29 skuter. Per skuter yang ia kumpulkan dan ia isi daya dihargai $6 atau sekitar Rp 84 ribu.

Shivali Sharma sedang mencari skuter yang terpencar di San Jose, California melalui aplikasi Lime

Penggunaan skuter elektrik cenderung lebih mudah di AS karena jalur sepeda dan trotoar sangat mudah ditemukan. Namun hal ini bukan berarti tanpa tantangan. Dilansir dari the Wall Street Journal, Scoot Networks mencatat 200 dari 650 skuter di San Fransisco dicuri atau rusak hanya dalam dua minggu sejak diluncurkan oleh salah satu perusahaan penyedia, Lime.

Ketika ditanya perihal kerusakan unitnya, Grab Indonesia mengaku mendapatkan laporan kerusakan meski masih dalam jumlah yang minim. Grab mengaku pengadaan produk ini bukan tanpa tantangan. Berbagai laporan pelanggaran penggunaan seperti pengguna di bawah umur dan pengguna yang menaiki skuter berdua telah diterimanya.

Grab Wheels sendiri dalam kondisi baterai penuh mampu berkendara hingga 45 km, atau sekitar 3-4 jam tanpa henti. Untuk faktor keamanan, unit ini sudah dimodifikasi sehingga hanya bisa dipacu dengan kecepatan maksimal sekitar 15 km/jam atau setara dengan kecepatan sepeda. [rw/dw]