Berawal dari keinginan berkontribusi untuk negara asal mereka, Indonesia, empat mahasiswa di AS memilih pemanfaatan tenaga surya untuk pengadaan air bersih di desa-desa yang kekurangan air dan kekurangan akses ke listrik. Organisasi yang bernama Solar Chapter ini kemudian membesar dan meluaskan keanggotaan di beberapa negara serta menjangkau lebih banyak lagi desa untuk dibantu. Apa saja yang mereka lakukan dan apa dampaknya bagi warga desa yang dibantu?
Hanya dapat membawa bejana atau wadah kecil karena harus turun naik menempuh sekitar 1,5 kilometer jalanan yang turun naik dengan terjal, warga desa Biau, di kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, merasakan betapa susahnya mengambil air sekadar untuk memenuhi kebutuhan memasak dan minum mereka.
Kebutuhan mencuci harus dilakukan di sungai yang jauh dari Biau, dan persediaan hanya dapat diharapkan dari air yang mereka tadah semasa musim hujan. Padahal, NTT dikenal dengan musim kemaraunya yang panjang dan dengan curah hujan rendah.
Biau beruntung karena kemudian dilirik Solar Chapter sebagai salah satu desa penerima bantuan pengadaan pompa air tenaga surya.
Sejauh ini, kata Yanuarius Primus Un, kepala desa Biau, yang sudah dibangun adalah, “Jaringan pipa kurang lebih tiga kilometer, dengan satu pompa tenaga surya, dengan satu paket panel surya, satu bak menara dengan instalasi-instalasi di permukiman,” jelasnya.
Keseluruh 221 KK di desa itu sudah merasakan air bersih yang berlimpah, lanjut Primus. Ia mengatakan, dengan adanya kemudahan akses air bersih, rencana desa selanjutnya adalah memanfaatkan air untuk menambah pendapatan ekonomi maupun meningkatkan nutrisi rumah tangga. Misalnya dengan memelihara ikan di kolam atau bercocok tanam sayuran.
Solar Chapter sendiri adalah organisasi nirlaba yang mewadahi anak-anak muda, mahasiswa Indonesia di luar negeri, yang ingin berkontribusi untuk daerah terpencil di Indonesia.
Mustika Wijaya, ketua sekaligus salah seorang penggagas Solar Chapter, memprakarsai organisasi itu pada tahun 2017 dengan menggagas pemanfaatan tenaga matahari untuk membantu berbagai daerah di pelosok Indonesia yang kekurangan listrik.
Ibarat memulai bab buku baru, proyek di setiap desa baru yang dimasuki disebut dengan istilah chapter. Chapter One, adalah pengadaan air bersih dengan pompa tenaga surya. Chapter Two, kegiatan edukasi. Chapter Three, pembangunan masyarakat, diciptakan untuk membantu pengembangan diri kaum perempuan di desa. Misalnya menjadikan mereka lebih produktif dan memahami cara memasarkan kain tenun ikat mereka, bahkan membantu memasarkannya hingga ke mancanegara.
Hildegardis Amoy Hane, salah seorang perempuan penenun di Biau, merasakan betul manfaat bantuan Solar Chapter. Bersama dengan kelompok UMKM-nya ia menerima pesanan membuat 30 lembar selempang tenun per bulan. Padahal sebelumnya, jelas perempuan yang dipanggil Hilda ini, kelompok mereka tidak mampu memasarkannya dan tenunan mereka disimpan saja.
Seraya berharap Solar Chapter tetap dapat membantu menjual lebih banyak lagi hasil tenun mereka yang rata-rata dihargai Rp125.000 per lembar, Hilda mengemukakan,“Ke depannya kalau boleh ada kerja sama dengan Solar Chapter, membantu benang, atau membantu pencelupannya.”
Sejauh ini sudah 10 desa di NTT yang dibantu Solar Chapter dengan berbagai proyek. Desa-desa tersebut dipilih berdasarkan tingkat kebutuhan, tingkat partisipasi warga yang tinggi dan kemampuan teknis Solar Chapter, jelas Mustika.
Perempuan lulusan University of Illinois at Urbana Champaign ini, melihat dampak nyata pada proyek-proyek yang dijalankan Solar Chapter. Di antaranya,“Dari program air kita, pendapatan warga bisa naik 113 persen, bisa dua kali lipat. Juga dari terstimoni hal-hal kecil, seperti anak-anak bisa mandi dua kali (sehari).”
Hingga kini ada sekitar 160 anggota tetap Solar Chapter yang tersebar di enam universitas di Amerika (UIUC, Michigan, Purdue, Seattle, Madison dan Indiana), serta kumpulan mahasiswa berbagai universitas di cabang Hong Kong, Vancouver, Kanada dan Melbourne, Australia.
Masih banyak lagi yang setiap tahun menyatakan berminat bergabung dengan Solar Chapter, tetapi hanya sekitar 20 persen saja yang dapat diterima. Mustika menyatakan mereka disaring berdasarkan komitmen kuat terhadap proyek yang mereka garap. Apa yang menjadi alasan para anggota ingin bergabung?
Ezekiel Jovan Tjahjadi, mahasiswa tingkat akhir di Hong Kong University of Science and Technology yang sedang menghabiskan semester terakhirnya di Boston College, mengaku baru tergerak untuk bergabung pada waktu pandemi COVID-19 merebak. Sementara tak sedikit mahasiswa di Hong Kong diharuskan kembali ke negara asal mereka, mengikuti kelas daring atau bahkan berhenti kuliah sampai pandemi berakhir, ia menyatakan beruntung masih dapat mengikuti kelas-kelas online.
Jovan, yang juga ketua chapter Hong Kong, mengatakan,“Walaupun kita kuliah online, kita itu beruntung karena banyak orang yang pada saat pandemi itu nggak bisa belajar sama sekali bahkan setelah pandemi pun belajar susah. Jadi kita sebetulnya dapat membantu mereka yang kurang beruntung. Itu awalnya. Itu sebabnya kita banyak membantu proyek-proyek edukasi, karena passion kita ke edukasi.”
Your browser doesn’t support HTML5
Jovan turut memdukung proyek renovasi SD Inpres di desa Fatoin, TTU, yang kondisi bangunannya rusak parah, memperbaiki sanitasi serta penyediaan bahan-bahan edukasi.
Rata-rata program air Solar Chapter memerlukan biaya Rp260 juta, sedangkan program edukasi sekitar separuhnya. Dana ini antara lain diperoleh dari donasi perusahaan-perusahaan - CSR (corporate social responsibility) – yang bentuknya bisa berupa uang tunai atau material.
Salah satu donatur Solar Chapter adalah Kawan Lama Group, yang membawahi beberapa bisnis termasuk toko perlengkapan dan kebutuhan rumah tangga.
Beatrice Susanto, Senior Corporate Communication and Sustainability Manager Kawan Lama Group mengatakan kerja sama pengadaan air bersih dengan Solar Chapter pertama kali direalisasikan di desa Biau pada tahun 2021. Misi keduanya sama, jelas Beatrice, yakni mendukung pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) dalam hal lingkungan dan pendidikan. Program air bersih yang mereka jalankan bersama di sana, jelas Beatrice, berdampak bukan hanya bagi lingkungan dan pendidikan tetapi juga pada pendapatan warga.
Melihat proyek ini berjalan baik dan tuntas, lanjut Beatrice, kepuasannya muncul melihat senyum bahagia warga yang tidak bisa dibayar dengan apapun. Selain itu, ujarnya, “Teman-teman Solar Chapter itu keren-keren. Mereka punya ide, dan mereka anak milenial yang mau peduli, padahal mereka jauh, karena mengenyam pendidikan di Amerika, tetapi masih ingat sama rumahnya, sama tempat lahir mereka.” [uh/ab]